“Maaf tidak tahu Bu, yang jualan di sini kan ganti-ganti. Kayaknya nenek itu jualan hanya beberapa hari saja, sudah lama tidak jualan lagi, “ jawab seorang penjual di sebelahnya.
Ya, mungkin karena sibuk melayani pembeli, para pedagang itu tidak sempat saling sapa. Dan begitu selepas maghrib mereka harus segera mengemasi barang dagangannya dan meninggalkan area jualan, karena mereka hanya diijinkan berjualan di tempat itu selepas ashar hingga waktu maghrib tiba.
Jawaban penjual itu tak menyurutkan niat Rara untuk terus mencarinya. Beberapa hari Rara selalu menyempatkan diri mencari si ibu tua penjual lupis itu, tapi tidak pernah ketemu.
Menjelang akhir Ramadan, Rara kembali berjalan menyusuri penjual takjil. Dan sore itu dia melihat seorang anak perempuan yang biasa menemani ibu tua itu berjualan.
“Mau beli lupis 5 buah ya,” kata Rara kepada anak itu.
“Oya, kok sendirian, nenek mana?”
Anak itu tampak sibuk membungkus dan menyerahkan bungkusan lupis itu pada Rara.
“Nenek meninggal seminggu yang lalu, “ kata anak itu lirih.
“Innalilahi wa inna ilaihi roji’un …”
Rara terkesiap, belum sempat menyapa sudah mendengar kabar kepergiannya.
Rara menyesal, selama ini bila ada bisikan atau kesempatan untuk berbuat baik kadang ada sisi hati yang mengingkarinya.