Pemerintah daerah lintas periode: 20 persen
Gagal mengatur zonasi, mengontrol eksploitasi air tanah, dan membangun sistem drainase terpadu.
Industri dan korporasi: 15 persen
Mengambil air tanah dalam jumlah besar yang mempercepat penurunan tanah, tanpa kontribusi nyata dalam pemulihan lingkungan.
Era reformasi awal (1999--2010): 5 persen
Melepaskan kontrol terhadap pesisir di masa transisi pemerintahan yang semrawut.
Penutup
Rob Sayung bukan bencana alam yang datang tiba-tiba. Ia adalah hasil dari pembiaran struktural dan kesalahan kolektif yang berlangsung selama puluhan tahun. Namun jika ditelusuri, dosa terbesar ada pada pihak yang seharusnya mampu bertindak, tetapi memilih menunda atau mengabaikan.
Tanpa koreksi kebijakan tata ruang dan penataan ulang kawasan pesisir berbasis data ilmiah, rob di Sayung dan daerah pesisir lain hanya akan menjadi kenormalan baru yang terus memiskinkan rakyat kecil.
Referensi:
Abidin, H.Z. et al. (2011). Land Subsidence of Jakarta. Natural Hazards.
Rahmawati, F. & Yulianda, F. (2015). Perubahan Garis Pantai Demak. Jurnal IPB.
IPCC Report (2021). Sixth Assessment Report: Sea Level Rise & Coastal Impact.
Bappenas (2020). Kajian Terpadu Wilayah Pesisir Utara Jawa.
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!