Mohon tunggu...
Sari Sekartaji
Sari Sekartaji Mohon Tunggu... Administrasi - Selalu belajar dan ingin tahu

Live with no excuses and love with no regrets\r\n- Montel\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Perjalanan Menemukan Muara

13 Juni 2013   09:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:06 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The George Washington University, tempat Alif Fikri kuliah

Judul buku: Rantau 1 Muara

Penulis: Ahmad Fuadi

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan dan tahun terbit: Cetakan kedua, Juni 2013

Tebal buku dan jumlah halaman: 407 (+ ix)

ISBN: 978-979-22-9473-6

Alif Fikri dalam kepercayaan diri penuh dan merasa kualifikasinya melampaui orang sepantarannya (hal. 12), begitulah yang diceritakan di bab awal Novel Rantau 1 Muara yang merupakan novel penutup dari Trilogi 5 Menara. Dua kali pertukaran pelajar di Kanada dan Singapura, menjadi penulis tetap di kolom surat kabar lokal, dan telah wisuda dengan nilai baik, inilah yang membuatnya hanya ingin melamar pekerjaan di tempat yang sesuai minat dan panggilan jiwanya saja.

Tak disangka krisis moneter datang menerpa, kehilangan pekerjaan sebagai penulis tetap, keuangan yang kian menipis, dan hutang kartu kredit, membuatnya realistis dan melamar ke berbagai perusahaan walaupun mendapat penolakan di sana-sini. Dengan mengingat nasihat gurunya, “man saara ala darbi washala” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan), Alif  Fikri mengubah strategi dengan mendaftar ke berbagai penerbit dan media massa (hal. 31). Hal tersebut membuahkan hasil, dia diterima di Derap (hal. 38), sebuah media massa yang seringkali berseberangan dengan pemerintah orde baru, yang terbit kembali setelah dibredel lima tahun (hal. 52).

Bekerja di Derap membawa kebanggaan, namun di sisi lain menimbulkan kegamangan di diri Alif Fikri, karena gaji yang kecil (hal. 107). Keraguan yang muncul dan ditambah dengan perseteruan lamanya dengan Randai, teman masa kecilnya, membuatnya bersemangat mendaftar beasiswa Fulbright (hal. 153). Dibantu persiapan dengan Dinara, gadis yang dikenalnya di Derap, Alif Fikri berhasil memperoleh beasiswa tersebut dan kuliah di George Washington University di Washington DC (hal. 186).

[caption id="" align="alignnone" width="576" caption="The George Washington University, tempat Alif Fikri kuliah"][/caption]

Di Amerika, dia menemukan sahabat-sahabat baru, yang menganggapnya seperti saudara sendiri. Memboyong tambatan hatinya ketika masa kuliah masih berlangsung merupakan tantangan tersendiri. Menyeimbangkan antara kuliah, bekerja, dan berumah tangga, rupanya bukan hal yang mudah, namun semua harus dilalui olehnya.

Hidup begitu sempurna, Alif Fikri mendapatkan gelar Master of Art dan diterima bekerja di sebuah media internasional. Tragedi September 2001 datang, dia kehilangan orang terdekatnya, merundungnya ke kehilangan yang menyesakkan (hal 355). Hal ini membuatnya berpikir ulang akan misi hidupnya.

[caption id="" align="alignnone" width="205" caption="Tragedi yang membuat Alif Fikri kehilangan orang terdekatnya sekaligus membuatnya memikirkan misi hidupnya"][/caption]

Novel ini berkisah tentang pencarian, sebagaimana halnya manusia kadang gamang menghadapi hidup, pembaca dapat becermin pada kehidupan seorang Alif Fikri. Sedari awal, dia tidak langsung mengetahui apa tujuan hidupnya, namun berbagai kejadian menuntunnya ke muara sebenarnya.

Yang menarik dari novel ini, sebagaimana novel trilogi 5 menara yang sebelumnya, Alif Fikri berhasil memasukkan nasihat gurunya yang dalam bahasa Arab, namun tidak membuatnya terasa seperti menggurui. Simak saja, man yazra yahsud, siapa yang menanam dia menuai (hal. 30), man thabalal ula sahirul layali, siapa yang ingin mendapatkan kemuliaan bekerjalah sampai jauh malam (hal. 155), dan tentu saja yang menjadi tema dari novel ini, man saara ala darbi washala, siapa yang berjalan di jalannya, akan sampai di tujuan. Masih banyak lagi yang akan ditemui di novel ini dan tentunya mendatangkan manfaat bagi pembacanya.

Kelemahan novel ini, yang sebenarnya tidak ditemui di novel sebelumnya, adalah banyak kata atau kalimat berbahasa asing atau bahasa daerah, yang tidak diterjemahkan, sehingga pembaca yang sama sekali asing dengan bahasa tersebut harus mengira-ira apa artinya. Namun secara keseluruhan, tidak terlalu mengganggu, karena konteks kalimatnya masih bisa dipahami.

Rantau 1 Muara bahasanya ringan dan runtut. Novel inspiratif ini akan membangun motivasi pembacanya, bahwa apapun yang dicita-citakan dapat diraih dengan ketekunan, dan pada akhirnya manusia akan kembali tujuan hidupnya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun