Mohon tunggu...
Sekar Ayuningtyas
Sekar Ayuningtyas Mohon Tunggu... Lainnya - sekarayunt

temporary communication science student

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kisah Petualangan Gila Enam Wanita Apes

30 Desember 2020   14:13 Diperbarui: 30 Desember 2020   14:43 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sekar, Afril,  Tiara, Aulia, Sekar, Maul, dan Cindi yang merupakan tim perjalanan ke Sikunir

 “Petualangan kita gila tapi tidak akan terlupa seumur hidup.” ujar Afril (30/12/2020). Kilas balik yang dilakukan enam wanita ini berhasil membuat orang lain pun geleng-geleng kepala. Anggapan bahwa wanita itu tidak lazim jika berpergian malam tanpa pria yang melindungi selama perjalanan lantas dipatahkan oleh mereka. Enam wanita ini berniat untuk camping di Bukit Sikunir dan menikmati matahari terbit bersama. Tetapi karena suatu kekeliruan yang apes, perjalanan mereka terasa gila namun tak terlupakan.

Enam wanita yang bernama Aulia, Tiara, Sekar, Afril, Cindi, dan Maul merupakan mahasiswi domisili Yogyakarta yang sangat tertarik untuk menikmati kota dingin Dieng saat musim kemarau. Perjalanan ini diketuai oleh Sekar, wanita yang gemar mengajak  petualangan random, menyukai alam pegunungan, berbaur dengan warga, dan mengajak perjalanan sederhana. Dalam persiapannya, mereka sangat mempersiapkan dengan baik apa saja yang dibutuhkan seperti motor yang sudah diservis, tenda, kompor, nesting, bahan makanan, jaket dua lapis, sepatu, kaus kaki, obat-obatan, surat keterangan sehat, dan lainnya. Mereka bersemangat dalam perjalanan yang mengharuskan mereka mengendarai motor sejauh 116 kilometer pun siap mereka tempuh.

Petualangan diawali dengan perjalanan Jogja-Magelang pada siang hari yang memakan waktu 1,5 jam menggunakan motor. Salah satu dari mereka dihadapkan dengan tanggungjawab kuliah  dan terpaksa beristirahat sejenak dan berangkat dari Kota Magelang setelah Maghrib. Setelah berdoa bersama, 3 motor memulai perjalanannya dengan riang gembira tanpa berpikir ada kendala besar yang akan dihadapinya nanti. “Perjalanan awal terasa normal. Sampailah kita di Kledung langit tertutup kabut dan kita gak boleh ngebut. Kita berhenti sebentar buat memakai jaket 2 lapis sambil melakukan hal norak hahaha.” Ujar Maul. Di kesempatan itu, mereka menyempatkan diri untuk melakukan hal norak yakni menghembuskan nafas yang mengeluarkan uap seperti di negeri Korea. Mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju Sikunir, Dieng.

Tidak mengeluh, saling menyemangati, dan menikmati momen adalah kunci perjalanan mereka yang asyik. Kabut mulai hilang setelah memasuki kota Wonosobo, mereka justru dihadapkan dengan hujan. “Masuk ke Wonosobo, kami terkena hujan. brrr dinginnya menusuk tulang. Kami berjalan berurutan dan memutuskan ketua perjalanan selalu di depan” ujar Cindi. Formasi motor mereka berurutan dengan motor urutan pertama dikendarai oleh ketua tim (Sekar) dan pemegang aplikasi Maps (Afril), motor kedua dikendarai oleh Tiara dan Aulia, dan urutan motor ketiga dikendarai oleh Cindi dan Maul.  Dengan menggunakan mantel hujan, mereka tetap melanjutkan perjalanan. Sesi mendebarkan pun dimulai.

Memasuki perbatasan Wonosobo-Dieng, mereka ragu dalam memilih jalan yang akan dilewati. Akhirnya, keputusan membuat mereka mengambil jalan yang disuguhkan Maps. Memasuki jalan tersebut, jalanan terasa sepi, warga desa sudah di dalam rumah, dan langka kendaraan yang melewati jalan tersebut. Tiga motor menembus jalanan desa yang banyak jurang, naik-turun, tikungan tajam, gelap, dan licin akibat hujan. Setelah lima menit berjalan di jalan tersebut, kabut tebal pun selalu mengiringi jalan mereka. “Karena hujan dan kabut yang sering mengikuti, kami berjalan pelan. Sebenarnya mulai ragu, tetapi aplikasi Maps hanya merekomendasikan jalan tersebut saat malam.” ujar Afril. Mereka tetap melanjutkan perjalanan dengan kecepatan lambat. Dengan jarak pandang 5 meter, ketua mengendarai motor sambil menggunakan insting dan perkiraan melihat kemiringan jalan.

Perjalanan semakin mencekam ketika jauh melewati desa terakhir. Mereka hanya bertemu tanjakan dan tebing dan jalan yang makin sempit cukup untuk satu mobil. Medan yang semakin berat mengharuskan mereka untuk semakin berhati-hati . Seketika perjalanan yang mencekam berubah menjadi perjalanan mematikan. Jalan tikungan tajam berlanjut tanjakan dengan kemiringan 50 derajat siap menjadi ujian terberat mereka di negeri atas awan ini. Dengan posisi berkabut dan tidak dapat memperkirakan tikungan selanjutnya, motor mereka jelas tidak kuat menanjak dan terjadilah insiden. Ketua memilih untuk mengerem motornya, belum sempat memberi aba-aba untuk rem, anggota tim sudah menyalip dirinya. “Kejadiannya cepat, tiba-tiba motor urutan ketiga menanjak terus karena tidak stabil seketika putar balik menabrak motor urutan kedua.” ujar Afril. Hal ini mengakibatkan mereka bertabrakan dan hampir memasuki jurang. Motor kedua terjatuh, motor ketiga memalang jalan, dan motor pertama berdiri kokoh namun menjadi sasaran empuk untuk terseret turun ke bawah. Mereka panik, bingung, kaget, dan tidak tahu harus melakukan apa saat malam gelap dan sepi itu. Ketua tim langsung memberi aba-aba untuk diam dan mematikan semua mesin motor. Gelap, kabut seketika hilang seakan selesai mengantarkan mereka kepada ujian terberat

Dalam menghadapi situasi darurat, ketua mengajak untuk bersama-sama mencari jalan keluar dengan tenang, cepat, dan tepat. Dalam melewati tanjakan tersebut, tim saling bekerjasama sekuat tenaga menahan dan mendorong motor agar tidak terjatuh. Mereka berkumpul membuat lingkaran, berpegangan erat, dan berdoa bersama di antara heningnya suara alam. Lucunya, mereka yang merasa terbiasa berkumpul dengan situasi aman, bercanda, juga bergosip harus dihadapkan dengan situasi genting yang mematikan dan harus saling melindungi satu satu sama lain. Mereka duduk dan beristirahat untuk berdiskusi tentang keputusan selanjutnya. Di balik getirnya saat itu, mereka bersyukur telah selamat dari maut dan masih memiliki sejuta tekad buat lanjut hadapi bersama-sama. Mereka diberi bonus dengan mendapatkan pemandangan alam yang langka dari atas sana. “Perbukitan di Dieng yang jelas, langit cerah dengan awan cirrus, dan bulan purnama bersatu dan behhh mantap.” ujar Sekar.

Mereka memilih untuk melanjukan perjalanan yang tersisa 2 kilometer menuju basecamp dengan membagi dua tim, tim motor dan tim jalan. Baru saja berjalan lima langkah, tiba-tiba, muncul mobil putih yang menolong mereka. Empat bapak-bapak asli Sikunir yang nampak heran “Mbak pasti pakai aplikasi Maps, nggih?” tanya Pak Soleh.  Tim jalan akhirnya menumpang mobil dan 3 motor mengiringi mobil tersebut. Enam wanita ini pun diberikan tiket dan parkir gratis. Salah satu bapak penolong berkata bahwa penggunaan aplikasi Maps di jalan daerah pegunungan tidak dianjurkan karena perhitungan Maps dilihat dari jarak, bukan topografi daerah tersebut. Saling tolong menolong di kota sering dicurigai sebagai kejahatan, namun jalan gunung menunjukkan kepada mereka sebaliknya bahwa masih banyak manusia yang yang baik untuk menolong dengan tulus. Saat camping, mereka bercengkerama dengan warga sekitar, membuat api unggun, dan makan malam dengan orang-orang dari tenda lain seperti biasanya. Mereka beristirahat dengan badan yang pegal dan kembali bangun untuk mulai mendaki menikmati matahari terbit. Mereka mendaki bukit bersama dan saling tegur sapa dengan pendaki lain. Di atas bukit, semua letih terbayarkan dengan pemandangan indah dan penuh pelajaran hidup dari alam Dieng. 

Potret tim perjalanan di Puncak Sikunir setelah melewati malam yang getir
Potret tim perjalanan di Puncak Sikunir setelah melewati malam yang getir

Ucapan yang paling sering mereka dapat adalah “Gila! cewe semua mbak?”, “Kok berani sih cewe semua? Gila.”, “Gila kok ga takut cewe semua satu tim.”, “Kalau aku sudah panik, gila kalian hebat.” Hal ini terdengar gila karena satu tim tanpa pria di dalamnya yang kesasar di jalan terjal, terkena insiden, dan parahnya di malam hari berkabut. Namun di balik kesulitan itu, mereka mendapat sisi tak terlupakan dengan momen bersama baik susah dan senang yang mereka alami. Mereka juga belajar betapa pentingnya kerja sama tim, menjadi wanita yang mandiri, dan belajar skill bertahan hidup. “Apes yang kita alami justru menghasilkan cerita manis. Wanita jangan takut untuk keluar, bertualang, dan mencoba hal baru di luar kelaziman karena pengalamannya sarat makna, berharga, dan tak akan terlupa.” tutup mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun