Mohon tunggu...
Sekar Mayang
Sekar Mayang Mohon Tunggu... Editor - Editor

Editor. Penulis. Pengulas buku. Hidup di Bali. http://rangkaiankatasekar.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jepun Rangkat - Part 5 [ECR 4]

20 Februari 2012   05:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:26 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1329673840817596960

kisah sebelumnya part 4

Malam ini hampir sempurna, pikir Sekar. Senyum cerah selalu menghiasi bibir tipisnya. Secerah langit malam yang bertabur bintang gemintang yang saling bersahutan kilau cahaya. Ia begitu larut dalam setumpuk cinta yang ia dapat dari seorang pria yang kini duduk di sampingnya.

Pertunjukan wayang Ki Dalang segera dimulai. Sekar dan Erwin sudah sedari tadi berada di bangku penonton. Sengaja mereka memilih tempat di deretan belakang agar lebih leluasa bermesraan.

Tiba-tiba terdengar sayup bunyi ponsel. Erwin langsung merogoh saku celana untuk mengambil ponselnya. Ia melihat layar ponsel sejenak, lalu beralih memandang Sekar.

“Aku permisi sebentar ya, Hun. Aku harus terima telepon ini.”

“Dari siapa itu, Mas?”

“Eh… eng…, dari seorang teman. Sebentar ya,” jawab Erwin yang langsung beranjak keluar dari kerumunan penonton.

Sekar sedikit heran dengan jawaban yang diberikan kekasihnya. Ada yang ganjil dengan nada suara Erwin. Diam-diam ia mengikuti Erwin berjalan keluar dari kerumunan penonton wayang. Ia menjaga jarak namun tetap bisa menangkap suara Erwin.

“Iya. Sabar, sayang. Abang lagi ada urusan sedikit di rumah. Tunggulah satu atau dua jam lagi. Abang pasti datang berkunjung ke rumahmu. Sudah dulu ya. Nanti Abang kabari lagi. Miss you, sweetheart.

Sekar terkejut. Buru-buru ia kembali ke bangku penonton. Segera ia kembali bersikap seperti biasa, seolah ia belum mendengar apapun sedari tadi. Raut wajahnya mungkin saja setenang riak air danau di Taman Rangkat, tapi hatinya benar-benar bergemuruh. Laksana Merapi, atau mungkin Semeru, yang siap memuntahkan amarahnya kapan saja.

“Maaf kalau kelamaan ya, Hun. Ada bisnis sedikit dengan kawan lama,” ujar Erwin sambil kembali duduk di samping Sekar.

“Iya. Nggak apa-apa, kok.”

Pandangan Sekar tertuju pada pertunjukan wayang Ki Dalang. Ia berusaha keras tidak menunjukkan kecurigaan apapun terhadap pasangannya. Tapi satu butir bening berhasil mencuri keluar dari sudut mata indahnya. Ia segera menghapusnya sebelum ada seseorang yang melihatnya.

Dan siapa pula itu yang datang terlambat?! Merangsek masuk ke arena pertunjukan dan mengambil tempat duduk dua deret di depan Sekar dan Erwin. Ah, tenyata Jaka. Dan ia menggandeng tangan Ajeng. Sungguh malam ini sebenarnya malam yang berat bagi Sekar. Ia ingin meraih bahagia yang baru saja menyentuh ujung hatinya. Namun hal itu nampaknya segera hilang lagi dari pandangannya.

Bulir bening kedua jatuh, dan lebih banyak lagi bulir bening yang keluar dari mata hati Sekar. Hatinya menangis.

“Mas….”

“Iya, Hun….”

“Antarkan aku pulang.”

“Lho…. Ada apa?” Erwin keheranan.

“Sepertinya… aku mulai tidak enak badan. Tolong antarkan aku pulang.”

“Baiklah. Kita pulang saja.”

***

Sudah berhari-hari sejak kejadian di pasar malam itu, Sekar belum mau menemui Erwin lagi. Banyak alasan yang ia karang agar terhindar dari pertemuan itu. Seperti malam ini, Sekar menyuruh Citra untuk sedikit berbohong kepada Erwin. Dan nampaknya, Citra pun menjadi makin ahli dalam mengarang alasan untuk kakaknya.

“Aku menjadi teramat heran padamu, Mbak. Sepertinya kau selalu bermasalah dengan sesuatu yang kau namakan cinta. Hanya karena hal kecil, yang belum tentu benar adanya, kau berkali-kali menolak keinginan Mas Erwin untuk bertemu denganmu. Tell me, please. What’s the matter with you, Sist?

Nothing.”

Don’t give me that ‘nothing’. I want answer.”

I won’t give it to you. Just leave me alone.”

Citra beranjak dari hadapan kakaknya. Ia berhenti sejenak, lalu berkata, “I know, you still keep your feeling for him. Kau terlalu mencintainya dahulu. Dan kini, kau merasa tidak bisa membuang rasa itu begitu saja. Don’t live with your past. You can keep it memorize. But, don’t let it make you feel guilty because of something you can’t have now.”

Sekar termenung, meresapi kata-kata yang baru saja ia dengar. Lalu ia bangkit dari duduknya dan mengambil syal yang tergantung di balik pintu kamarnya. Ia akan pergi menemui seseorang. Ia berharap, masih ada kesempatan baginya memperbaiki segalanya.

“Mau kemana malam-malam begini, Sekar?” tanya Hans yang kebetulan sedang nongkrong di pos ronda bersama Kang Inin.

“Ah, ini belum terlalu malam, Mas Hans. Baru juga jam delapan. Saya hanya ingin jalan-jalan sebentar,” jawab Sekar sedikit berbohong.

“Kutemani jalan-jalannya ya,” tawar Hans.

“Ya. Silahkan.”

Sekar dan Hans berjalan membelah malam yang merajai Rangkat.

“Kudengar, sekarang kau dekat dengan Erwin. Benarkah itu?”

Sekar menunduk malu seraya menjawab, “Ya, aku dan Erwin memang sedang dekat.”

“Apa kau bahagia dengannya, Sekar?”

“Aku berhak untuk tidak menjawab pertanyaan itu, kan?! Karena menurutku, pertanyaan itu terlalu bersifat pribadi.”

“Baiklah. Aku tidak akan memaksa. Tapi perlu kau tahu, Sekar. Aku bersedia mendengarkan apapun keluh kesahmu.”

“Aku hargai tawaranmu, Mas,” sahut Sekar sambil melempar senyum ke arah Hans.

Tak lama, Sekar dan Hans hampir sampai di depan gerbang Taman Rangkat.

“Mau mampir ke taman sejenak? Barangkali kau mau menengok jepun-jepunmu,” ujar Hans.

Sekar tersenyum dan mengangguk tanda setuju. Sekarang ia benar-benar lupa apa tujuan awal ia keluar rumah.

Baru saja Sekar memasuki areal Taman Rangkat, ia menangkap sosok pria yang sangat ia kenal. Sosok pria itu duduk di bangku taman di dekat rerimbunan semak melati, ditemani seorang wanita. Mereka adalah Erwin dan Mahar.

Bukan hanya Sekar yang melihat pemandangan itu, Hans pun ikut melihatnya.

“Aku tidak mengerti pria. Mungkin selamanya aku tidak akan pernah mengerti mereka. Seharusnya mereka bisa menjaga jepun yang kuberi. Mungkin aku harus bersiap untuk patah hati lagi. Ah, tidak. Maksudku…, bukankah saat ini pun aku sudah patah hati?!”

“Mendengar perkataanmu, itu sedikit menyinggungku, Sekar. Aku sadar, aku pernah menjadi salah satu dari mereka yang kau maksud. Aku belum sanggup menjaga jepun pemberianmu dengan sepenuh hati. Tapi…, jika kau ijinkan aku untuk mencobanya sekali lagi, aku akan berusaha untuk tidak lagi mengecewakanmu, Sekar.”

“Memberikan kesempatan kedua kepada seseorang yang pernah mengecewakan aku, tentu tidak sama seperti menawarkan kesempatan pertama. Apa kau sadar itu akan sulit bagiku, Mas? Dan aku juga harus berjuang kembali menumbuhkan rasa percayaku kepadamu.”

“Tumbuhkanlah,” sahut Hans sambil meraih jemari Sekar. “Dan aku, akan membantumu untuk merawatnya.”

T H EE N D

Backsound : No Air - Jordin Sparks feat. Chris Brown

Note : Saat ini Desa Rangkat sedang mengadakan proyek "Pojok Baca Rangkat".

Untuk info lebih lengkap, silahkan klik di sini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun