Mohon tunggu...
Suharjono Suharjono
Suharjono Suharjono Mohon Tunggu... -

null

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Karakter yang Sudah Hilang

1 November 2012   07:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:07 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jakarta, maraknya tawuran pelajar menambah catatan suram dunia pendidikan negri ini. Tanggal 24 September 2012, tawuran antara SMA 6 dengan SMA 70 merenggut nyawa seorang pelajar SMA 6. Belum lagi air mata kering, selang dua hari terjadi lagi tawuran antar pelajar di Manggarai, tawuran antara SMA Yayasan Karya 66 dengan SMA Kartika Zeni yang kembali merenggut korban jiwa salah seorang pelajar dari SMA Yayasan Karya 66. Tidak hanya antar pelajar, pada malam Idul Adha yang seharusnya digunakan untuk berkumpul mendengarkan gema takbir, terjadi tawuran antar warga dekat kontrakan tempat saya tinggal, di Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, tawuran yang sudah pecah untuk keempat kalinya.

Tawuran adalah cerminan nyata generasi yang tidak punya sikap atau karakter. Kalau bukan, coba saya tanya, apa alasan mereka ikut dalam tawuran? mau jadi jagoan? setia kawan? belain nama almamater? atau malah tidak tahu karena cuma ikut-ikutan? Alasan  omong kosong untuk tidakan yang konyol. Tawuran hanyalah ajang provokasi dan ikut-ikutan yang tidak lain hanya akan melahirkan kebencian atau dendam berikutnya dari pihak yang bersangkutan. Berbeda dengan masalah yang diselesaikan dengan kesepakatan dan sikap pribadi antara pihak langsung, walaupun dengan adu fisik, tapi dilakukan secara fear, malah bisa menghasilkan kedekatan yang lebih dekat secara emosional. Mungkin bisa kalian tanyakan kepada orang tua kalian dulu seperti apa, seperti janjian ditunggu satu lawan satu di lapangan belakang sekolah, he..he..he. Suatu bentuk tawuran tidak mencerminkan adanya konsistensi, sedangkan karakter adalah rangkaian perilaku yang konsisten dalam kehidupan kita, dan dibentuk oleh budaya yang tertanam sejak lama melalui proses pribadi masing-masing

Pendidikan karakter sebaiknya diberikan sejak kecil karena waktu yang paling tepat dan paling gampang untuk membangun hubungan emosional adalah masa kanak-kanak.  Pada masa tersebut, si anak belum lagi terkontaminasi dengan hal-hal yang aneh yang sifatnya merusak, sehingga mudah untuk diisi dengan hal-hal baik guna membangun kepribadiannya untuk menjadi orang yang punya sikap dan karakter seperti apa. Pendidikan tersebut dilakukan melalui hubungan intrapersonal, sosial, dan spiritual. Pada saat menginjak semakin dewasa, pribadi tersebut akan membentuk dirinya sendiri melalui proses entah itu konflik atau interaksi lain, yang setiap orang akan mengalaminya secara masing-masing.

Penanaman nilai-nilai yang dilakukan orang tua dulu dengan generasi sekarang sudah berbeda. Sekarang semua sudah serba cepat dan mungkin ada yang berpikir semua bisa dibayar dengan uang. Saat orang tua sibuk mencari penghasilan, mereka pikir sekolah sudah mengajarkan ha-hal yang lebih dari cukup untuk anaknya, atau saat dirumah, pembantu atau pengasuh sudah cukup menyediakan kebutuhan bagi anaknya. Memang jaman menuntut semua hal dilakukan dengan cepat, tapi nilai yang menjadi landasan untuk melakukan hal tersebut juga jangan sampai dilupakan. Mengutip dari Chairil Anwar bahwa "Jaman Tidak Bisa Dilawan, Tetapi Kepercayaan Harus Dipertahankan.

Nilai kejujuran dan keberanian adalah dua nilai penting yang mutlak ditanamkan  dan dibangun dalam mental dan karakter seseorang. Peran orang tua menjadi yang utama karena punya hubungan emosional yang paling dekat. Bisa juga guru, tapi guru panutan bukan  hanya sekedar pendidik, kalau kata orang jawa guru ya digugu lan ditiru.

Memperbaiki sesuatu paling simpel adalah kembali ke awal, sikap dan karakter adalah sebuah awal karena hal tersebut merupakan dasar dan ladasan dalam berperilaku atau bertindak. Bangsa ini tidak usah berbicara tentang demokrasi terlebih dahulu, karena hanya retorika yang terliht manis. Demokarasi adalah soal intelektualitas, sedangkan pendidikan saja belum merata, kesejahteraan saja belum mencapai yang namanya sejahtera. Sebaiknya kembali ke dasar, kita bangun karakter generasi muda untuk bisa membangun bangsa ini secara bersama-sama.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun