Mohon tunggu...
Sehabuddin Abdul Aziz
Sehabuddin Abdul Aziz Mohon Tunggu... wiraswasta -

Blogger buku dan founder booktiin.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sang Presiden

17 Juli 2014   06:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:06 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

22 Juli 2014 seluruh warga bangsa menunggu pemimpin baru. Sang Presiden yang membawa angin perubahan. Sang Presiden yang dekat dengan rakyat. Sang pemimpin yang tidak menjadikan rakyat sebagai komoditas ekonomi dan politik bangsa.

Sang Presiden baru sebagai refresentasi rakyat yang mau berjuang dan berjihad untuk kepentingan rakyat. Bukan sang pemimpin yang merefresentasikan koalisi partai politik dan kepentingan kelompoknya. Indonesia akan mengapresiasi lahirnya pemimpin baru tersebut.

Disana sini, lahirnya sang presiden baru penuh dengan haru biru. Saling klaim kemenangan sudah menohok mata dan telinga warga bangsa. Rasa angkuh dan sombong ditebar dari mulut dan gaya tubuh. Padahal, hatinya menjerit karena kekalahan didepan mata. Kerelaan mengakui kekalahan pun menjadi sangat miskin dalam dada mereka.

Lahirnya sang presiden tumbuh melalui proses demokrasi yang penuh suka cita. Kerelaan mendukung, bersuka cita menghimpun suara rakyat, dan kesungguhan mempopulerkan lahirnya sang presiden menjadi titik balik dalam keindonesiaan saat ini.

Disisi lain, ada intimidasi meraih kursi. Ada banyak titipan untuk memperoleh suara rakyat. Rasa sangsi untuk menyakiti rakyat punah ditebar dalam lembar kertas yang sejatinya itu tetap suci dan sakral.

Sang presiden yang dicintai rakyat akan lahir kendati akan banyak tekanan. Polarisasi yang sudah dibangun oleh koalisi partai yang katanya permanen mencoba membuat tembok kokok agar aspirasi rakyat disumbat. Apalagi, sang presiden sudah pasti akan terus berteriak bagaimana Indonesia tidak lagi menjadi bangsa monoton, hanya menjadi bangsa kelas dua, dan hanya menjadi bangsa yang manut dengan atasan. Asal Bapak Senang (ABS) biarlah menjadi tradisi keindonesiaan dimasa lalu.

Sang presiden baru akan mendekatkan istana negara dengan jeritan kaum papa dan tertindas. Istana negara tak lagi menjadi tempat peristirahatan dan penyambutan tamu negara. Kedepan, sang presiden akan menjadikan istana negara menjadi istananya rakyat Indonesia yang kapanpun bisa berdialog, berkreativitas dan menabur kegembiraan akan lahirnya aspirasi yang terekam dalam jejak sejarah bangsa.

Sang Presiden yang sadar akan kedaulatan dan kemandirian ekonomi bangsa. Sang Presiden yang tahu kekayaan alam bagi kesejahteraan rakyatnya. Bukan sang pemimpin yang hanya menabur garam dan merampok timah dan emas dari perut bumi yang katanya itu model investasi.

Sang presiden yang tak akan bicara bocor, tanpa tahu mana sebetulnya kebocoran itu. Sumber daya alam Indonesia tidak lagi hanya ‘dedemit’ bagi rakyat. Sang presiden akan melakukan renegosiasi atau bahkan membuang siapapun pejabat, konglomerat dan oknum yang sudah membabi buta merampas dan menodong tanah ibu pertiwi hanya untuk kekayaan pribadi dan golongan.

Indonesia hampir sepuluh tahun harus menunggu sang presiden dari rakyat sejak Indonesia melakukan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Dulu sang presiden lahir dari rahim pencitraan, kini justru media yang setia, tulus, dan sukarela memberitakan sang presiden kemananpun ia pergi. Media tahu orang baik harus menjadi isu media.

Sang presiden itu, entah siapa. Tapi saya yakin dan percaya sang presiden untuk lima tahun kedepan adalah sosok yang benar-benar legitimid dan mendapatkan mandat rakyat Indonesia. Sang presiden yang tak hanya memikirkan perutnya kenyang, tetapi sang pemimpin yang membumikan mimpi bagi rakyatnya. Semoga 22 Juli 2014, menjadi rahim lahirnya sang presiden baru Indonesia. Semoga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun