Mohon tunggu...
Sehabuddin Abdul Aziz
Sehabuddin Abdul Aziz Mohon Tunggu... wiraswasta -

Blogger buku dan founder booktiin.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dialog dengan Tuhan (2-selesai)

10 Juli 2011   10:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:47 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13102949371497557854

ISLAM juga bukan hanya sebuah nama dari model keumatan di jagat raya. Islam adalah model peradaban yang sangat agung, dan semua generasi harus tahu tentang itu.

Dakwah para ulama, mungkin tak pernah menyentuh hakikat keumatan yang bisa dipahami sebagai trend oleh kebanyak orang. Dakwah para kiai mungkin tak pernah mengajak dan menyebarkan sebuah undangan untuk memikirkan Tuhan dalam konteks yang utuh dan sempurna.

Ustazd kami mengajarkan bagaimana agar tidak masuk neraka, dan bagaimana kami harus masuk surga. Bagaimana baju kami bisa suci. Alat dan hamparan sajadah bisa suci. Bagaimana shalat kami bisa khusyu. Hanya sedikit saat ini yang menjelaskan itu.

UmatMu kini masih bergelut dalam perbedaan paham tak sudah. Hari-hari keumatan hanya memikirkan bagaimana umat ini, umat itu, dan umat-umat lainnya untuk saling belajar mendikte kebenaran dalam perspektif yang sempit. Padahal, Engkau mengajarkan agar setiap manusia memiliki sipat seperti sipat-sipat yang Engkau miliki.

Tuhan, nilai-nilai ketaqwaan hanya terhampar dalam buku-buku yang mahal. Nilai-nilai keislaman hanya tersimpan dalam file-file para kiai yang bagi masyarakat kecil harus mengundangnya dengan harga mahal.

♦♦♦

TUHAN, aku bukan terma’sum dari khilap. Tapi izinkah aku bisa lebih leluasa menilai sebuah pandangan hidup baru yang lebih bermakna. Aku ingin dan generasi setelahku, paham bahwa engkau ada. Engkau tetap lestari. Engkau tetap terjaga dengan Kemahaanmu.

Izinkan aku bisa menebar bacaan bagi mereka yang tengah membutuhkan. Mudahkanlah jalan untuk itu. Memang, tak bisa dalam sekejap, mata kami merindukan rembulan yang selalu terang. Menatap langit membiru sebagai penghias dan penawar rindu akan AsmaMu. Mendengarkan dawai dedaunan yang selalu berzikir atas namaMU.

Tuhan, dunia ini sudah hampir tua. Sudah batuk-batuk. Sudah lama peradaban di dunia ini mengisi ruang-ruang tanah MU yang agung. Disini banyak hamparan kehidupan. Hamparan satu dan yang lainnya sangat berbeda.

Ada kutukan, ada kebencian, ada ketulusan, ada kesabaran. Semuanya bersatu padu dalam tanahmu yang teramat angat luas. Jangan siksa manusia yang tengah bersalah dan hidup dalam penyakit lupa. Jangan gemparkan bumi ini dengan goncangan hebat yang bisa merusak seluruh tanan hidup dan kehidupan.

♦♦♦

TUHAN dialog ini tak akan pernah berakhir. Hari ini, esok, lusa dan seterusnya masih ada dialog-dialog baru. Sebuah dialog tanpa batas yang dicerna oleh nurani kehidupan yang kini dan akan datang.

Dialog dengan MU tak pernah jemu. Sebagaimana dialog dengan manusia yang hanya bersandar dengan logika ritual dan logika virtual. Dialog dengan MU selalu hangat.

Bukan seperti hangatnya hidangan teh dan kopi dipagi hari. Atau kehangatan dan kemesraan yang hanya bertukar badan atau bertukar gagasan dengan penuh kegenitan. Benar-benar hangat, karena Engkau selalu mendengar, pun itu hanya bahasa hati. Wallahu’alam

Baca juga fiksi lainnya:

1.Dialog dengan Tuhan (1)

2.Mawar Ajaib

3.Tukang Sihir di Blackberry Messanger

4.Baca seluruh tulisan saya di kompasiana


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun