Mohon tunggu...
MUHAMMAD KHOIRUL IMRON
MUHAMMAD KHOIRUL IMRON Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN KH. Achmad Siddiq Jember

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lika-liku UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren

11 Juni 2022   10:36 Diperbarui: 11 Juni 2022   10:48 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
group of men in white uniform photo -- Free Image on Unsplash 

Pada tahun 2016, PKB mengajukan sebuah RUU yang berjudul "Pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren" karena PKB, NU, dan pendukungnya melihat bahwa UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 belum menunjang adanya potensi dan peran pesantren dalam pengembangan masyarakat. Beberapa program yang mendukung komunitas pesantren muncul pada saat masa jabatan Presiden Joko Widodo yang mana PKB dan NU memberikan dukungan kuat terhadap pencalonan Joko Widodo pada saat pemilihan presiden 2014 yang lalu.

Pada 2019, Presiden Jokowi berkampanye lagi dengan KH. Ma'ruf Amin selaku Ketua Dewan Pimpinan Tertinggi NU sebagai kandidat wakil presidennya yang berakhir dengan kemenangan. Situasi tersebut menguatkan lagi posisi NU dan PKB untuk mendorong pembuatan dan pemberlakuan UU Pendidikan Madrasah dan Pesantren.

Pendidikan Pesantren pada umumnya diselenggarakan olehmasyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Jauh sebelum Indonesia merdeka, pendidikan yang

diselenggarakan oleh Pesantren sudah lebih dahulu berkembang. Nilai agama telah menjadi akar budaya bangsa dan tanpa disadari, juga merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pendidikan. Pendidikan Pesantren juga berkembang karena mata pelajaran/kuliah pendidikan agama yang dinilai menghadapi berbagai keterbatasan. Keberadaan Pesantren secara historis sangat penting dalam upaya pembangunan masyarakat, terlebih lagi karena Pesantren bersumber dari aspirasi masyarakat yang sekaligus mencerminkan kebutuhan masyarakat sesungguhnya akan jenis layanan pendidikan dan layanan lainnya.

UU Pendidikan Madrasah dan Pesantren dibuat dengan tuntutan dasar kepada pemerintah untuk mengakui peran historis pesantren sebagai bagian otentik dari kebudayaan Indonesia yang telah ada sejak lama di tengah masyarakat dan telah berkontribusi terhadap perkembangan negara. Tuntutan mereka yaitu meminta ijazah kelulusan pesantren disetarakan dengan ijazah sekolah formal, sehingga memberikan lulusan pesantren kesempatan yang sama untuk masuk ke dunia kerja.

Selain itu, UU Pesantren ini dibuat untuk memberikan dasar hukum bagi pesantren untuk menerima bantuan keuangan tambahan dari pemerintah pusat dan daerah.

Lebih jauh dibuatnya UU ini  untuk menjawab kekhawatiran tentang radikalisme yang berkembang di lingkungan pesantren. Mengingat beberapa pesantren dianggap menjadi sarang tempat teroris. UU ini meminta pemerintah untuk meregulasi pesantren. Termasuk di dalam UU ini komitmen pesantren yang dibutuhkan untuk menjalankan praktik-praktik Islam yang sesuai dengan filosofi bangsa Indonesia, Pancasila, dan konstitusi Indonesia. Hal tersebut akan berfungsi juga sebagai penyaring pesantren dan lembaga lainnya yang mengajarkan nilai-nilai radikal.

Meskipun dengan alasan-alasan itu para tokoh-tokoh NU tetap khawatir tentang adanya beberapa pasal yang mengizinkan pemerintah untuk mengintervensi kebijakan pesantren dengan mengacu pada pasal-pasal tertentu tentang panduan dan penjaminan kualitas pesantren. sementara Muhammadiyah secara umum menolak RUU tersebut. Permohonan penundaan pengesahan RUU tersebut dikemukakan oleh Muhammadiyah, Persis, Al-Waliyah, dan yang lainnya.

Meskipun terdapat banyak kontroversi dan pembahasan yang belum selesai dengan ormas-ormas Islam, RUU Pesantren secara resmi disahkan menjadi UU pada Rapat Pleno DPR tanggal 24 September 2019. Pada versi akhirnya, UU Pesantren Nomor 18 Tahun 2019 hanya terdiri dari 9 bagian dan 55 pasal, jauh lebih sedikit daripada rancangan sebelumnya yang terdiri dari 169 pasal dan 10 bagian.

Peraturan Kementerian Agama (Kemenag) Nomor 13 Tahun 2018 mewajibkan badan, institusi, dan organisasi mendaftar sebagai badan hukum untuk dapat menerima dana pemerintah tidak terkecuali Pesantren. Akan tetapi, peraturan ini menyebabkan kekhawatiran bagi NU kekhawatiran tersebut terjadi karena banyaknya pesantren yang terafiliasi dengan NU adalah pesantren informal dan belum mendaftarkan institusinya sebagai badan hukum. Sama halnya dengan Persis yang khawatir dengan sebagian kecil pesantren informal mereka yang kebanyakan terletak di Jawa Barat.

Rendahnya kesadaran publik untuk mendaftarkan lembaga atau yayasannya sebagai badan hukum sangatlah minim, selain itu banyak pengurus pesantren yang tidak paham tentang prosedur mendaftarkan institusi mereka sebagai badan hukum secara resmi. Lebih lanjut lagi, sebagian dari mereka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk membiayai proses administratif yang menyebabkan menyebabkan tidak terjangkaunya mereka untuk menerima bantuan dana pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun