Mohon tunggu...
Samsul Bahri Sembiring
Samsul Bahri Sembiring Mohon Tunggu... Buruh - apa adanya

Dari Perbulan-Karo, besar di Medan, tinggal di Pekanbaru. Ayah dua putri| IPB | twitter @SBSembiring | WA 081361585019 | sbkembaren@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banyak yang Hebat, Tapi Menjadi Dungu Bila di Indonesia

16 Agustus 2019   16:28 Diperbarui: 16 Agustus 2019   16:30 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sindonews.com

Bila sebagian besar rakyat Indonesia masih terbelenggu kedungguan, maka hanya politisi busuk dan pengusaha licik yang berkuasa, intelektual dan inovator  tidak dibutuhkan, bangsa ini tetap terjajah. 

Pada akhir tahun 80-an, pernah menjadi berita hangat di surat kabar, ketika seorang doktor ahli nuklir Indonesia yang hebat, mengeluh tentang pekerjaannya di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)  sekembalinya dari tugas belajar luar negeri. Dia diberi tugas mengajar kursus bahasa Inggris bagi anak-anak pegawai di lembaga tempatnya bekerja. Saya lupa nama dan detail ceritanya, saya coba cari di jagat maya, ternyata kisah itu tidak terekam. Ketika itu, orang takut mengkritisi pemerintah,  kisah tersebut hangat kami perbincangkan sesama mahasiswa karena menyangkut hakekat semangat kami menuntut ilmu.

Meskipun dari sisi jumlah sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang bergelar akademik semakin banyak, tetapi dari sisi kualitas patut dipertanyakan. Oleh sebab itu tidak ada korelasi perbandingan lurus antara peningkatan jumlah SDM bergelar akademik yang selalu dibangga-banggakan Pemerintah dengan tingkat kemajuan bangsa Indonesia. Bahkan, bila kita bandingkan dengan negara lain, katakanlah Malaysia, yang serumpun dan berkebudayaan serupa, kejayaannya kini semakin jauh meninggalkan kita.

Saya, hingga saat ini masih ngak habis pikir, ketika menyaksikan banyak orang Indonesia dengan bangganya memamerkan melanjutkan pendidikan ke Malaysia, Singapore, atau Thailand. Soalnya saya masih meyaksikan hingga sekitar tahun 80-an, rakyat Malaysia banyak kuliah di Medan, kota tempat saya dibesarkan. Mereka menganggap Indonesia lebih baik pendidikannya, dan kesadaran berpikirnya lebih maju dari Malaysia. Kita dianggap saudara tua, dihormati, dicontoh, dan tempat berguru. Tapi ternyata roda pedati berputar, hari ini kita belajar ke Malaysia dan TKI diusir  seperti pengemis tanpa kehormatan.

Demikian juga dibidang olah raga, disemua cabang olah raga level Asia Tenggara, seingat saya, hingga era 90-an, masyarakat Indonesia tidak begitu antusias menonton pertandingannya. Bukan karena masyarakat dulu tidak gemar menyaksikan pertandingan olah raga,  tetapi dianggap kurang seru, karena sudah dapat diperkirakan siapa juaranya, hampir pasti Indonesia. Kini menjadi seru, ketika Indonesia lebih sering kalah, menikmati perjuangan keras pemain Indonesia melawan negara-negara Asia Tenggara. Mengapa ini bisa terjadi?

Setelah lama saya merenung-renung, saya berpikir semua ini ada kaitannya dengan kesadaran berpikir manusia Indonesia yang terbelenggu kedunguan dan dimanfaatkan oleh politisi busuk dan pengusaha licik. Politik busuk oportunis dan pengusaha licik serakah yang selalu membodoh-bodohi rakyat Indonesia. Melalui tangan-tangan gurita birokrasinya, mencengkeram rakyat yang dunggu sehingga mudah dikendalikan untuk dihisap berkelanjutan.

Dari sejak mula saya mengenal birokrasi, hingga hari ini, memahami pekerjaan birokrasi adalah mengerjakan surat pertanggung jawaban (spj) pekerjaan itu sendiri. Tidaklah terlalu  penting  mencapai hakekat tujuan berbangsa, melainkan sebagai retorika belaka. Bagi birokrat,  yang perlu proses kerjanya mereka dapat dibuktikan dengan kertas-kertas SPJ. Moralitas dan integritas birokrat cukup dibuktikan dengan selembar kertas diteken diatas materai 6000.

Kembali ke bidang ilmu dan teknologi, sedikit cerita pengalaman pribadi. Saya sejak SMP gemar mempelajari sejarah dan filsafat tetapi bercita-cita menguasai ilmu kebumian. Saat di perguruan tinggi, memutuskan memilih program studi ilmu dan teknologi kelautan, yang saat itu hal baru di Indonesia. Ketika tamat, saya melamar ke Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), yang memang memiliki tugas memantau lautan dengan teknologi satelit, seperti yang kami pelajari saat kuliah.

Hampir  dua tahun kemudian baru lamaran saya ditanggapi, tapi ketika itu saya sudah bekerja ditempat lain yang tidak berhubungan dengan ilmu dan teknologi kelautan. Hampir semua kawan-kawan saya senasib dengan saya, tidak bekerja pada bidang kelautan.  Di kemudian hari baru menyadari, bahwa saya dan kawan-kawan program studi ilmu dan teknologi kelautan di seluruh Indonesia, merupakan proyek besar pemerintah saat itu dengan pendanaan pinjaman Bank Pembangunan Asia (ADB).

Di antara manusia-manusia Indonesia yang kebanyakan masih berkesadaran berpikir primitif, banyak yang berkualitas, bahkan kelas dunia, khusunya dibidang sains dan teknologi. Di jagat maya, mudah kita menelusuri orang-orang hebat Indonesia  yang berkarir di korporasi multinasional luar negeri. Sebagian diantara mereka memang profesional liberal, di era pasar global maka sumber daya manusia layaknya seperti modal, bergerak sesuai mekanisme pasar. Dikutip dari sindonews.com (26/11/2015), jumlah diaspora Indonesia saat ini diperkirakan hampir 8 juta orang di seluruh dunia.

Tapi, yang perlu mendapat perhatian kita adalah orang-orang Indonesia yang berprestasi kualitas internasional, yang semestinya dapat memajukan bangsa, akan tetapi tidak diberdayakan Pemerintah.. Sejak Indonesia merdeka, mungkin sudah ratusan ribu orang Indonesia menuntut Ilmu ke luar negeri yang ditugaskan Pemerintah, dari uang pajak rakyat yang tidak sedikit.  

Pada zaman Soeharto saja, BJ Habibie mempersiapkan sebanyak 48 ribu tenaga ahli berbagai bidang. "15 Tahun lalu, sebanyak 48 ribu insinyur berbagai bidang seperti ahli penerbangan, kapal yang kita sekolahkan ke luar negeri itu, kemana? Tidak banyak yang diketahui sekarang ini," kata Habibie saat menyampaikan orasi budaya di Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) tahun 2011. "Kita yang menyekolahkan mereka lima belas tahun lalu, tapi negara lain yang panen. Mereka banyak yang bekerja sebagai tenaga ahli di Eropa, Amerika bahkan di Brazil," kata mantan presiden ketiga Indonesia itu. (www.kaskus.co.id)

PARA PELARIAN POLITIK DI EROPA TIMUR REUNI BERSAMA MENTERI KKP SUSI PUDJIASTUTI. Sumber: vice.com
PARA PELARIAN POLITIK DI EROPA TIMUR REUNI BERSAMA MENTERI KKP SUSI PUDJIASTUTI. Sumber: vice.com

Yang lebih menyedihkan lagi adalah kisah-kisah mahasiswa yang disekolahkan negara pada zaman Soekarno, umumya ke negara-negara blok timur seperti Uni Sovyet, Ceko, Bulgaria,dan sebagainya.  Ketika terjadi pergolakan G.30 S/PKI tahun 1965, ribuan mahasiwa Indonesia tidak berani pulang ke tanah air, sebagian besar tidak diizinkan pulang.

Soekarno kala itu mempersiapkan kaum intelektual Indonesia agar bisa membangun Indonesia pasca-kolonial. Banyak diantara mereka  bekerja sebagai ahli di industri strategis teknologi tinggi; elektronika, nuklir, perminyakan, dan senjata di berbagai negara Eropa. Bahkan ada yang menjadi Wakil Direktur sebuah pabrik persenjataan terbesar di Swedia, dimana TNI juga banyak menggunakan senjata Swedia.

Ketika Gus Dur Presiden, terbuka peluang mereka kembali ke Indonesia, tapi nasi sudah menjadi bubur,  mereka terlanjur beranak pinak di luar negeri. Sebagian sukses bekerja dan memiliki kewarganegaraan lain di negara Eropa yang relatif lebih maju, yang lainnya telah tutup usia atau bahkan harus bertahan hidup tanpa punya status kewarganegaraan (www.vice.com).

Mereka bukan tidak cinta tanah air, mereka sangat ingin berkerja dan berkarir di tanah air karena keluarga mereka ada disini, tapi apa daya.  Memang, seandainyapun orang-orang Indonesia yang berprestasi di manca negara  kembali ke Tanah Air, tidak ada jaminan Republik ini menjadi lebih maju, ketika politisi busuk dan pengusaha licik mempertahankan sebagian besar rakyat Indonesia tetap terbelenggu kedungguan, agar langgeng kekuasaanya menghisap kekayaan alam dan rakyat Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun