Mohon tunggu...
Sayid Ali Rahmatulloh
Sayid Ali Rahmatulloh Mohon Tunggu... Sarjana Seni Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta || Penulis Naskah || Kampus Mengajar || Pertukaran Mahasiswa Merdeka ||

Menulis adalah salah satu jalan membuat dunia damai. Seorang yang menyukai dunia teater dan seisinya

Selanjutnya

Tutup

Seni

Ketidakpastian yang Terus Berputar dalam Negeri Punakawan (Teater Koma Pentas di Sanggar - Wabah Seri Punakawan. Karya: Budi Ros)

5 Juli 2025   13:44 Diperbarui: 5 Juli 2025   14:34 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pementasan Teater Koma Pentas di Sanggar - Wabah Seri Punakawan (Karya: Budi Ros). Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=kdnom5R0xTI&t=3s

Kritik sesuatu yang sungguh menakutkan bagi sebagain orang, namun menurut Sudarmaji kritik adalah komentar atau ulasan yang bersifat normatif terhadap sesuatu prestasi dan hal ikhwal dengan tujuan apresiasi (Jazuli, 2001: 80). Maka dari itu Apresiasi bukan hanya sekedar hal yang haha hihi (membawakan bunga setelah menonton pertunjukan, dll), namun lebih dari itu. Kritik juga bisa menjadi sebuah hadiah untuk pencipta agar ia dapat menemukan gagasan-gagasan baru yang mungkin tidak disadari olehnya. Pada tulisan ini, penulis mencoba melihat dari sudut pandang sebagai pengamat dalam seni pertunjukan teater yang muncul pada tahun Pandemi Covid 19. Masa itu merupakan masa panceklik dalam berbagai bidang seni, kita semua yang hadir disana membutuhkan sebuah hiburan, namun dipaksa tidak membahayakan satu sama lain.

Pada masa Covid 19, dimulai dari tahun 2020 semua bentuk seni mengalami pergeseran, begitu juga teater. Teater dipaksa diubah media nya menjadi teater virtual. Dari sebutan yang tersemat sudah menjadi paradoks sendiri dengan teater, teater yang umumnya diharuskan merasakan energi penonton, interaksi, saling bertukar gagasan dengan intens, namun saat itu sudah hilang. Tapi, dikesempatan ini penulis tidak membahas pergeseran makna konvensional teater, di tulisan ini penulis akan membahas isi dari Pertunjukan Teater Koma Pentas di Sanggar dengan judul Wabah Seri Punokawan, Karya: Budi Ros.

Jangan lah mengantuk, ambil secangkir kopi, mari kita bahas bersama!

Dalam pertunjukan dengan durasi sekitar 25 menit, pertunjukan ini menceritakan sebuah negeri yang sedang dilanda wabah, Gareng dan Petruk sedang sibuk menghadapi pandemi tersebut. Alih-alih bersiap mempersiapkan bekal untuk bertahan hidup, justru mereka ingin memanfaatkan keadaan. Diawal pertunjukan diperlihatkan Semar datang menyapa kedua anaknya, dimulai dari Gareng menjelaskan usaha yang ia lakukan, Gareng ingin menjual harga sabun, hand sanitizer, dan alat kebersihan lainnya dengan harga yang lebih tinggi agar mendapat keuntungan berkali-kali lipat. Selanjutnya Petruk juga menjelaskan usaha yang diperbuat, ia ingin menyewakan sepeda Romo Semar, penyewaan sepeda saat masa pandemi sedang banyak diminati, namun berbeda dengan penyewaan lainnya, keadaan sepeda Semar sudah rusak. Gareng dan Petruk melakukan perbuatan yang aji mumpung, Semar selaku yang dituakan memberi nasihat kepada mereka, perbuatan seperti itu tidaklah sopan. Tidak lama Bagong terbangun dari tidurnya, ia menceritakan perjalanannya selama dalam mimpi. Dengan harapan didukung oleh Semar karena tidak memanfaatkan keadaan wabah, justru ia juga dimarahi karena terlalu banyak tidur, tidak banyak usaha yang Bagong perbuat. Gareng, Petruk, dan Bagong kebingungan apa yang harus dilakukan saat pandemi seperti ini, Semar pun menasihati mereka "Janganlah mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dalam keadaan seperti ini, seperti orang-orang diluar sana". Pertunjukan ditutup dengan Semar menguatkan anak-anaknya dan menghimbau untuk pergi ke ladang dan sawah menyiapkan bekal bertahan hidup.

Pertunjukan dengan tema "Wabah" selalu menjadi penarik perhatian, karena ini adalah bentuk arsip diri bahwa kita semua pernah melalui masa yang suram dan tragis. Dari pertunjukan Teater Koma "Wabah" dengan seri Punakawan, mereka mengangkat latar saat itu. Maka pementasannya menyesuaikan, begitu juga pemilihan setiap katanya. Salah satu kalimatnya adalah dengan mencampur bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti: "What wrong doing business, demi masa depan yang lebih baik, apapun harus kita lakukan". Di setiap kata yang diucapkannya selalu diimbangi dengan mimik wajah yang jelas. Saat ditolak usahanya oleh Semar, Petruk menggunakan mimik yang pas. Disadur dari pewayangan punakawan, Petruk memiliki tangan yang panjang dan badan yang tinggi. Dalam pementasan ini Petruk sangat merepresentasikan yang ada di dalam pewayangan dengan badan yang lebih tinggi dari
aktor-aktor yang lain, lalu gesture tangan yang selalu menunjuk keatas membuat tanda bahwa tangannya lebih panjang dari yang lain. Dari mengadaptasi naskah wayang, tata busananya pun menyesuaikan seperti layaknya wayang, teater Koma berhasil mewujudkannya, dengan nilai lebih di setiap tokohnya menggunakan kalung dengan inisial tokoh masing-masing. Lighting sangat ciamik dengan menyesuaikan kamera, terlebih saat tokoh Gareng meniru gaya Semar, lampu kerlap-kerlip dan berakhir di spotlight tokoh Gareng.

 

Dibalik kelebihannya, ada beberapa kekurangan yang dimiliki dalam pertunjukan ini. mengambil dari history pewayangan jawa, Petruk merupakan tokoh yang lantang dalam berbicara dan tidak cempreng. Namun, dalam pementasan ini tokoh Petruk bersuara cempreng, jadi bertolak belakang dengan fisiologis dalam pewayangan. Meskipun teater Koma menggandeng brand makeup PAC, namun dalam makeup sedikit kurang mengacu pada kebutuhan setiap aktor, karena tidak ada kontur di hidungnya. Petruk merupakan tokoh pewayangan yang memiliki hidung mancung, di dalam pertunjukan wabah tidak terlihat ciri fisiologis tersebut Petruk, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa makeupnya bagus dan totalitas dengan menggunakan body painting. Lagi-lagi di bagian artistik properti yang dimainkan oleh Petruk adalah sepeda ontel. Saat Romo Semar berbicara "Jangan macam-macam dengan sepeda Romo, karena sepeda ini rantainya sudah putus berkali-kali sampai belum diganti. Dan rangkanya sudah patah". Namun, di dalam visualisasinya sepeda itu dalam kondisi yang sangat bagus tidak ada rusak sama sekali.

Foto Pementasan Teater Koma Pentas di Sanggar - Wabah Seri Punakawan (Karya: Budi Ros). Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=kdnom5R0xTI&t=3s
Foto Pementasan Teater Koma Pentas di Sanggar - Wabah Seri Punakawan (Karya: Budi Ros). Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=kdnom5R0xTI&t=3s

Akhir kata dari pertunjukan Teater Koma Pentas di Sanggar - Wabah Seri Punakawan (Karya: Budi Ros), berhasil untuk menjadi hiburan di masa pandemi, Teater Koma berhasil mewujudkan satir politik, budaya, dan sosial dalam negeri yang alih-alih dihadirkan dalam pertunjukan tersebut. Penonton tidak ada yang terganggu dengan penyelipan-penyelipan isu tersebut, justru menjadi refleksi dari setiap individu. Teater Koma pun berani dalam menghadirkan isu yang masih hangat pada masanya dengan effort cukup besar disaat pembatasan dimana-mana, jadi karya ini bukan hanya sekedar merefleksikan masa pandemi, namun merefleksikan setiap seniman yang ikut terlibat bahwa mereka dengan tersirat ingin menyampaikan pada negeri ini "Mau sampai kapan seperti ini?".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun