Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Era Digital, Sudah Tak Zaman Siaran TV Bureng

17 Agustus 2021   15:19 Diperbarui: 17 Agustus 2021   17:47 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi siaran tv digital. Sumber gambar: detik.net.id

Siapa yang punya mengalaman memutar-putar arah antena saat sedang menyaksikan televisi? Sebagian kita tentu pernah terbiasa dengan pengalaman ini. Bukan hanya mengurangi kenyamanan, gambar saluran tv yang bureng tidak jarang membuat kita emosi. 

Bahkan kita mungkin pernah menyaksikan adegan film di mana salah satu pemain membanting tv hanya gara-gara kualitas gambarnya yang buruk. Apalagi kalau sudah berkaitan dengan program tv favorit, sepak bola misalnya. 

Bagaimana tak kesal, saat tim kesayangan kita sedang asyik menyerang dan menguasai area kotak penalty lawan,  mendadak gambar di layar tv bureng dan perlahan menghilang. Tahu-tahu, "Gooooooolll...", hanya suara komentator yag kita dengar, tanpa didukung gambar. Menyebalkan bukan.

Ya, urusan kualitas siaran gambar yang bureng, bintik-bintik atau mungkin berbayang memang bukan hal baru di Indonesia, terlebih bagi masyarakat yang tinggal di area yang jauh dari tower pemancar tv. 

Bahkan untuk sekadar televisi kita menangkap satu saluran tertentu,  antena harus kita putar ke segala penjuru mata angin. Mencari posisi hadap yang mantap. Belum lagi kalau tiba-tiba hujan lebat atau angin sedang berhembus kencang, maka siap-siap bolak-balik dari ruang tv ke luar rumah.

Itulah contoh risiko paling sering terjadi dari teknologi siaran tv yang masih berbasis analog. Selain jumlah saluran siaran tv yang tidak bisa dikatakan banyak, dari yang sedikit itu pun masyarakat masih dihadapkan dengan kemungkinan kualitas siaran gambar yang tak bagus. 

Kulitas gambar di layar kaca mudah sekali terganggu dengan cuaca. Maka kalau anak-anak generasi Z saat ini tak banyak yang menonton tv, bisa jadi salah satu alasannya karena kualitas siaran yang tak stabil itu, di luar bahwa di era digital ini mereka lebih asyik mengakses banyak hal dari perangkat gadgetnya. 

Tetapi apapun itu, rasanya sudah tidak zamannya di era digital masyarakat dihadapkan dengan tontonan televisi dengan kualitas gambar yang tak bagus. Mending nonton chanel Youtube kan?

Tetapi tenang saja, tidak lama lagi masyarakat Indonesia akan mengucapkan selamat tinggal pada siaran gambar tv yang bureng. Ya, Indonesia sedang dalam proses migrasi dari siaran berbasis teknologi analog menuju tv digital. 

Secara bertahap siaran tv analog akan disuntik mati atau dikenal dengan istilah Analog Switch Off (ASO). Bahkan kalau saja tak dibatalkan, sedianya tahapan pertama ASO telah dmulai pada bulan ini, bertepatan dengan HUT Kemerdekaan RI ke-16, 17 Agustus 2021.

Dari Regulasi Sampai Tuntutan Zaman

Wacana dan realisasi peralihan tv analog ke digital sebetulnya telah mendunia sejak lama. Indonesia bahkan relatif terlambat memulai tahapan ASO ini. 

Sebagai gambaran, mengutip kompaspedia.kompas.id (30 Juli 2021), beberapa negara Jerman misalnya, telah mengadopsi teknologi tv digital sejak tahun 2009, Amerika Serikat telah secara total bermigrasi ke tv digital sejak 2009, lalu Inggris mulai 2010. 

Negara tetangga, Malaysia juga telah sejak 1997 menerapkan tv digital, Singapura sejak 2004, sementara Jepang terhitung 2011.  Tentu banyak lagi negara yang sudah menerapkannya, sehingga penggunaan siaran tv berbasis teknologi digital bisa dikatakan menjadi tuntutan zaman seiring perkembangan teknologi yang semakin maju dan menuntut efisiensi. Maka Indonesia juga mau tak mau harus bermigrasi dari tv analog ke digital.

Sebagai proses, upaya migrasi ke tv digital sebetulnya dimulai Indonesia sejak 1997, meski kajiannya baru dilaksanakan pada 2004. Uji coba pun dilakukan oleh pemrintah di tahun 2007 dan hasilnya dinilai baik, sehingga saat itu pemerintah menetapkan penyiaran digital sebagai standar penyiaran di Indonesia. 

Berikutnya, di tahun 2009 Presiden SBY melakukan grand launching siaran digital, lalu di tahun 2018 dilaksanakan soft launching. Tetapi sayang seribu sayang,  tahapan ini harus kandas lantaran belum ada payung hukum yang menaunginya.

Namun demikian, ketiadaan payung hukum yang mendorong penyiaran digital ini akhirnya teratasi dengan terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Kalau UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 hanya mengatur tentang penyiaran tv analog, maka UU No. 11 Tahun 2020 melakukan revisi terbatas atasnya, terutama melalui pasal 72 dan ditambahkan pasal 60A, yang mengamanatkan sebagai berikut;

"Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analod ke teknologi digital". UU No. 11 Tahun 2020 inilah yang menjadi dasar hukum bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melaksanakan migrasi penyiaran ke tknologi digital di seluruh Indonesia paling lambat pada November tahun 2022.

Dari UU Cipta kerja inilah tuntutan zaman bertemu dengan tuntutan regulasi, mengingat Indonesia relatif terlambat melakukan migrasi ke penyiaran tv digital dibandingkan banyak negara lainnya. 

Untuk memudahkan kesiapan daya dukungnya, sedianya proses Analog Switch Off (ASO) akan dilaksanakan dalam lima tahap mulai 17 Agustus 2021 dan tuntas pada November 2022. Namun karena pertimbangan dinamika kekinian, agenda migrasi penyiaran tv digital ini diundur dengan pelaksanaan tahap pertama mulai April 2022.

Dilansir dari bisnis.com (11 Agustus 2021, pukul 13.52 WIB), mundurnya jadwal ASO ini dikatakan Menteri Kominfo Johnny G Plate mengacu pada dua pertimbangan utama, yakni luasnya wilayah Indonesia yang membuat proses penyiapan migrasi membutuhkan waktu, serta kondisi pandemi covid-19 yang masih melanda Indonesia.  

Tetapi apapun itu, keputusan pemerintah menunda tahapan ASO semestinya tidak menghalangi ikhtiar seluruh stakeholder penyiaran, khususnya lembaga penyiaran swasta untuk menyiapkan segala daya dukung mewujudkan penyiaran digital. 

Sekali lagi, kalaupun bukan karena aturan perundangan, paling tidak proses ASO ini untuk memenuhi tuntutan zaman yang tengah mengalami digitalisasi masif di segala aspek kehidupan.

Manfaat dan Kemudahan untuk Masyarakat

Yang pertama-tama harus dipahami oleh masyarakat adalah bahwa penyiaran tv digital ini bukanlah tv streaming yang berbasis internet, menggunakan pulsa atau dengan demikian berbayar. 

Penyiaran digital sebetulnya hampir sama dengan penyiaran televisi selama ini, hanya saja teknologinya menggunakan modulasi digital yang menawarkaan gambar dan suara lebih jernih (high definition). Karena itu, masyarakat tak perlu khawatir, karena siaran tv digital tidaklah berbayar alias gratis (free to air).

Untuk bisa mengakses siaran digital, pun tidaklah sulit. Jika tv kita sudah compatible dengan siaran digital, maka cukup dengan bantuan antenna tv biasa seperti UHF. 

Lalu bagaimana dengaan perangkat televisi lama, tenang saja, karena masyarakat cukup menambahkan perangkat Set Top Box (STB) yang bisa dibeli di banyak situs toko online. Yang jelas, proses peralihan dari siaran analog ke digital cukuplah mudah dan murah bagi masyarakat. 

Murah, karena harga satu unit perangkat STB hanya di kisaran Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Sementara khusus bagi masyarakat miskin, Kementerian Kominfo rencananya siap membagikan STB gratis.  Gampang, bukan?

Nah, sekarang manfaat apa yang didapat masyarakat dari siaran tv digital? Tentu saja banyak yang bisa diperoleh. Yang pasti, penyiaran dengan teknologi modulasi digital jauh lebih canggih dari modulasi analog yang selama ini diakses masyarakat. 

Mengacu Permen Kominfo No. 05 Tahun 2012, maka Indonesia mengadopsi standar penyiaran televisi digital terrestrial Digital Video Broadcasting -- Terrestrial second generation (DVB-T2) yang notabene pengembangan dari standar digital DVB-T yang sebelumnya ditetapkan pada 2007.

Mengutip laman kominfo.go.id, penyiaran televisi digital terrestrial adalah penyiaran yang menggunakan frekuensi radio VHF/UHF sebagaimana penyiaran analog, hanya saja dengan format konten digital. 

Hasilnya, pada penyiaran analog kualitas gambar akan berbanding lurus dengan jauh dekatnya dari stasiun pemancar televisi. Di mana semakin jauh signal akan makin melemah dengan konsekuensi kualitas gambar yang diterima juga semakin buruk, bisa bintik-bintik, bureng, berbayang, atau sejenisnya. 

Sementara pada penyiaran digital, sejauh apapun jarak dari stasiun pemancar asalkan signal masih tertangkap maka kualitas gambar akan tetap bening dan jernih suaranya, kualitas gambar dengan resolusi tinggi yang mendukung High Definition Televison (HDTV).

Penggunaan teknologi siaran digital akan menghemat pita frekuensi yang amat dibutuhkan untuk peningkatan kualitas internet di Indonesia. Pasalnya, selama ini siaran tv analog menempati pita frekuensi yang sama.

Sehingga dengaan migrasi ke teknologi penyiaran digital ada pita freksuensi yang kosong dan bisa digunakan untuk meningkatkan kecepatan internet sekaligus mendukung percepatan realisasi jaringan internet 5G. Artinya, masyarakat pula yang akan menikmati efek samping berupa peningkatan kecepatan internet.

Soal efisiensi, teknologi siaran digital terbukti jauh lebih efisien dari siaran analog. Sebagai gambaran, dengan bandwith yang sama, 1 frekuensi tv analog hanya mampu menampung 1 program, sementara pada siaran digital bisa menampung hingga 12 program. 

Hal ini memungkinkan masyarakat bisa menikmati banyak saluran program yang beragam dan kreatif (kompaspedia.kompas.id, ibid).

Selain itu, pada sisi aplikasi juga siaran tv digital memberikan fleksibilitas aplikasi interaktif, sehingga akan mendukung kebutuhan interaksi antara penyedia jasa program dengan penggunanya, baik komersial maupun nonkomersial (Hary Budiarto, dkk, 2007).

Tv digital menawarkan kualitas siaran yang jauh lebih baik. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa siaran tv digital bisa terbebas dari gangguan (noise), sehingga kualitas gambar dan suara akan lebih baik disbanding siaran tv analog yang rentan dengan gangguan (Hary Budiarto, ibid). 

Saat terjadi hujan lebat disertai angina kencang misalnya, kualitas gambar dari siaran tv digital akan tetap stabil. 

Hal ini berbeda dengan siaran tv analog yang mudah terganggu cuaca, kualitas gambar bisa mendadak semutan atau berbayang saat hujan. Kestabilan ini juga bisa dinikmati saat di dalam mobil, guncangan tidak akan menurunkan kualitas gambar siaran tv digital.

Tentu masih banyak manfaat yang bisa didapat masyarakat dari migrasi siaran tv analog ke digital. Selain bahwa kualitas siaran yang banyak dan beragam (karena efisiensi frekuensi), lalu kualitas gambar yang yang lebih bening dan bersuara jernih (HD), layanan interaktif dari penyedia jasa program, hingga multiplier effect semisal realisasi kualitas layanan internet yang lebih cepat. 

Semua ini tentu sejalan dengan tuntutan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang berlangsung cepat dan masif.  Sudah era digital, masa iya masyarakat masih disuguhi dengan kualitas siaran tv yang bureng? Selamat tinggal siaran analog, selamat datang siaran tv digital. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun