Mohon tunggu...
Akhmad Saefudin
Akhmad Saefudin Mohon Tunggu... Editor - An Amateur Writer

Penikmat tulisan bagus yang masih saja malas belajar menulis bagus......

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Having or Being, Gontor dan Puasa Ramadhan

21 Maret 2021   15:29 Diperbarui: 21 Maret 2021   15:40 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena dengan hasrat itulah manusia bisa berkreativitas dan berinovasi untuk berkembang dan maju sebagai pengelola bumi (khalifatullahu fil ardhi). Sebut saja, praktis semua capaian peradaban modern yang maju sekarang ini, semuanya bermula dari mimpi dan ambisi manusia. Dalam batas ini, keinginan dan angan-angan adalah sesuatu yang wajar dan manusiawi.

Tetapi patut juga diperhatikan bahwa nafsu, keinginan, dan angan-angan ini selalu berpotensi liar, karena ia tak pernah habis diburu. Ibarat lorong labirin tak berujung, pun unstoppable.

Maka jangan heran, pejabat ataupun politisi yang sudah kaya raya masih saja ada yang korupsi, bahkan meski nilai korupsinya terbilang kecil dibandingkan aset yang sudah dipunyainya. Keinginan yang tak dikendalikan, berpotensi melahirkan ketamakan.

Seperti nenek moyang kita, Adam As dan istrinya, yang meski telah dianugerahi berjuta kenikmatan di surga, tetap saja gagal  mematuhi satu-satunya larangan dari Allah, yakni mendekati sebuah pohon. 

Jadi dengan potensi nafsunya, manusia punya kecenderungan memikirkan apa yang tak ada hingga gagal mensyukuri apa yang ada. Potensi serakah ini juga disebut Rasulullah dalam haditsnya, bahwa seandainya manusia diberikan satu jurang emas, maka dia akan meminta jurang kedua dan ketiga, dan yang bisa mengakhiri hanyalah tanah (kematian).

Karena kecenderungan nafsunya yang liar itulah, Allah menurunkan syariat puasa. Sejak dulu, manusia dilatih untuk mengontrol nafsunya melalui puasa. Puasa adalah salah satu ritus ibadah tertua yang tidak khas untuk umat Muhammad Saw, melainkan juga dijumpai di masa Nabi Nuh, Nabi Musa, Daud, hingga Isa. Bahkan sampai kini sekalipun, umat Yahudi dan Kristiani masih mengenal ibadah puasa.


Dengan puasa inilah kita dididik untuk mengendalikan keinginan dan angan-angan, sehingga ia tidak menjadikan kita tamak dan eksploitatif. Gambarannya bukan hanya saat berlapar dan berdahaga ria di siang hari, melainkan justru menjelang waktu berbuka puasa. 

Menjelang berbuka, bahkan mungkin direkam sejak siang, banyak angan-angan soal makanan dan minuman yang ingin kita hadirkan di meja makan untuk berbuka nanti. Padahal, saat waktu itu tiba, segelas teh manis dan tiga biji kurma atau sepotong roti atau mungkin gorengan, itu sudah amat cukup membuat kita bahagia.  

Maka dengan ibadah puasa, semestinya kesadaran kita tak melulu terjebak pada modus to have, melainkan justru to be. Karena dari laku puasa, menahan keinginan, kita menjadi belajar skala prioritas tentang apa yang sesungguhnya kita butuhkan untuk bahagia. Ya seperti saat berbuka itu. 

Kalau kebutuhan itu telah terpenuhi, maka kita bisa mengalokasikan kelebihan yang kita punya untuk para tetangga atau orang-orang yang selama ini terbiasa lapar karena memang kekurangan. Dan lagi-lagi, di setiap kesempatan kita memberi dan berbagi, kita juga akan merasakan kebahagiaan tertentu, seperti saat berbuka puasa.

Lalu, kenapa pikiran Erich Fromm sejalan dengan apa yang telah dilakukan Gontor? Kenapa pula keprihatinannya soal masyarakat modern yang didominasi oleh modus memiliki juga senafas dengan nilai-nilai puasa. Apakah Erich Fromm seorang Muslim, apakah ia juga berpuasa? Pertanyaan ini jelas tidak penting. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun