Jauh sebelum itu, upaya memecah kekuatan pendukung Prabowo sebetulnya sudah berlangsung sejak awal. Kisruh berkepanjangan di internal Golkar dan PPP pada antiklimaksnya sukses dimanfaatkakn kubu Jokowi. Dua partai itu pun kini menjadi rekan koalisi yang manis. Bahkan, sejak era Setnov --jauh sebelum viralnya #2019 gantipresiden- , selalu ada backdrop besar di setiap agenda Golkar: Jokowi for 2019.
Skema itu masih terus berlangsung sampai paska Pilgub DKI, di mana kelompok-kelompok yang sebelumnya menantang Ahok dan memenangkan Anies-Sandi juga tak luput dari sasaran atrakski-atraksi defence kubu Jokowi. Salah satu korbanya mungkin HTI.
Melihat berbagai dinamika politik itu, maka situasinya boleh jadi sangat berbeda dengan pertarungan Jokowi vs Prabowo di 2014. Saat itu, kubu Jokowi relatif amat percaya diri mampu menumbangkan Prabowo, karena pamornya tengah di puncak: dari Walikota Solo menjadi Gubernur DKI, dan akhirnya meroket pamornya sebagai kandidat capres, mengalahkan semua stok yang ada di PDIP dan parpol lainnya. Di Pilpres 2014 itu sampai-sampai muncul selentingan, siapapun cawapresnya Jokowi pasti melenggang. Langkah Jokowi saat itu terasa lenggang dan minim beban, meski pada akhirnya hasil perolehan suara tak terpaut jauh-jauh amat dengan Prabowo.
Pilpres 2019 nanti, Jokowi justru memikul beban yang tak ringan. Trauma Pilgub DKI tentu masih membayangi. Belum lagi isu-isu negatif yang terus digulirkan pihak lawan untuk mendegradasi pamor kepemimpinan Jokowi, dari mahalnya harga BBM, TDL, sampai isu tenaga kerja asal Tiongkok.
Berbagai isu itu sebetulnya tak terlampau signifikan dampaknya sejauh tak direspon dengan strategi defence kubu incumbent. Toh, nyatanya Jokowi sukses meredam gejolak kenaikan harga BBM dan TDL, media mainstream juga relatif kondusif. Termasuk bagaimana merespon tagar ganti presiden, opsi terbaik bisa jadi adalah diam. Biarkan barisan pendukung berinisiatif menangkal isu dengan isu, tagar dengan tagar, kaos dengan kasos.
Sebaliknya, jika kubu Jokowi terlalu banyak bermanuver, publik akan membacanya sebagai bentuk kepanikan. Bandingkan dengan sikap diamnya Prabowo, bahkan menghadapi gelombang keraguan soal pencapresannya. Kalau sudah seperti ini, siapa sebetulnya yang tengah menghadapi jalan terjal menuju Pilpres 2019, Prabowo atau Jokowi? ***