Mohon tunggu...
asfar mahbub
asfar mahbub Mohon Tunggu... influencer

seorang santri, NU tulen, sedang membangun masyarakat lewat Madin dan TPQ

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Love language dan Red Flags di era gen Z

2 Oktober 2025   09:25 Diperbarui: 1 Oktober 2025   15:30 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hands Heart Finger - Free photo on Pixabay 

Love Language & Red Flags di era gen z

Di tengah derasnya arus digital, Gen Z tidak hanya sibuk dengan karier dan konten media sosial, tetapi juga dengan urusan cinta yang sering kali lebih rumit daripada algoritma TikTok. Love language dan red flags kini jadi topik hangat, seakan-akan semua orang harus menguasainya biar nggak ketinggalan tren hubungan sehat. Pertanyaannya, apakah kamu sudah benar-benar paham keduanya, atau hanya ikut-ikutan biar nggak FOMO?

Apa Itu Love Language dan Mengapa Penting?

Setiap orang punya cara unik untuk memberi dan menerima cinta. Konsep love language yang diperkenalkan Dr. Gary Chapman membagi ekspresi cinta ke dalam lima kategori:


1. Words of Affirmation (kata-kata positif & dukungan)
2. Quality Time (kebersamaan berkualitas)
3. Receiving Gifts (hadiah bermakna, bukan sekadar harga)
4. Acts of Service (tindakan nyata yang membantu)
5. Physical Touch (sentuhan fisik penuh kasih)


Bagi Gen Z, memahami love language itu ibarat punya peta GPS dalam hubungan. Tanpa itu, bisa saja kamu ngasih hadiah mahal, tapi pasanganmu sebenarnya lebih butuh waktu luangmu. Akhirnya, yang ada bukan makin romantis, malah bikin salah paham.

Mengenali Red Flags dalam Hubungan

Kalau love language adalah peta, maka red flags adalah rambu-rambu bahaya di jalan. Masalahnya, banyak Gen Z yang paham teorinya tapi pura-pura buta ketika red flags muncul. Contoh red flags yang sering dianggap "biasa" padahal berbahaya:
- Ghosting: menghilang tanpa penjelasan, bikin bingung dan insecure.
- Gaslighting: memanipulasi hingga kamu merasa semua salahmu.
- Posesif berlebihan: perhatian berubah jadi kontrol yang melelahkan.
- Hubungan tanpa kejelasan (situationship): nyaman tapi nggak jelas arahnya.

Kalau tanda-tanda ini muncul, jangan pura-pura kuat hanya karena takut disebut "jomblo forever". Bertahan di hubungan beracun justru lebih melelahkan daripada sendirian.

FOMO dalam Cinta: Gen Z Takut Sendiri?

Generasi Z dikenal percaya diri dan kritis. Ironisnya, banyak yang tetap terjebak dalam hubungan tidak sehat hanya karena FOMO (Fear of Missing Out). Takut sendirian, takut dilabeli "nggak laku", atau takut nggak punya bahan update di media sosial.

Padahal, hubungan sehat itu bukan sekadar status di bio Instagram, melainkan tempat pulang yang aman, penuh dukungan, dan bisa bikin kamu berkembang. Kalau hubunganmu bikin stres setiap hari, itu bukan cinta, tapi jebakan.

Tips Gen Z Membangun Hubungan Sehat

1. Kenali Love Language: cari tahu kebutuhanmu dan pasangan, komunikasikan dengan jujur.
2. Berani Bicara: jangan diam ketika ada red flags, komunikasikan sejak awal.
3. Prioritaskan Self-Love: jangan rela kehilangan diri sendiri hanya demi cinta.
4. Jangan Takut Sendiri: lebih baik single bahagia daripada couple sengsara.
5. Evaluasi Secara Rutin: tanyakan pada diri sendiri, "apakah hubungan ini bikin aku berkembang atau justru terkuras?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun