Kerja Terus Tapi Nggak Bahagia? Gen Z Wajib Tahu Bahaya Toxic Productivity
pernah merasa sudah kerja, belajar, dan produktif seharian, tapi tetap merasa kosong? Itu bisa jadi tanda kamu terjebak toxic productivity -- kondisi di mana kita merasa harus terus produktif 24/7, bahkan ketika tubuh dan pikiran sedang lelah.
Gen Z dikenal ambisius, kreatif, dan cepat beradaptasi. Tapi justru karena itu, banyak yang terjebak hustle culture: kerja, kuliah, side hustle, bikin konten, bahkan ikut webinar demi "upgrade diri". Masalahnya, tanpa sadar kamu bisa merasa bersalah kalau tidak melakukan apa-apa.
Efeknya bisa serius. Stres, kecemasan, insomnia, hingga burnout adalah dampak umum toxic productivity. Alih-alih membuat hidupmu maju, kondisi ini malah bikin mental drop dan motivasi hilang.
Cara keluar dari lingkaran ini?
1 Kenali batas diri. Dengarkan sinyal tubuh dan pikiran. Capek itu normal, istirahat bukan berarti malas.
2 Stop membandingkan diri. Ingat, media sosial hanya menunjukkan highlight hidup orang lain, bukan kenyataan lengkap.
3 adwalkan me time. Luangkan waktu untuk hal yang bikin bahagia tanpa rasa bersalah -- baca buku, nonton film, atau sekadar rebahan.
4 Rayakan pencapaian kecil. Kamu nggak harus mencapai semua target sekaligus.
Ingat, hidup bukan sekadar mencentang to-do list. Kadang, langkah paling produktif adalah berhenti sejenak untuk mengisi ulang energi. Jadi, sebelum kamu makin capek dan kehilangan arah, coba tarik napas, nikmati jeda, dan biarkan dirimu bernapas bebas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI