Kartini dan tulisannya selalu menjadi inspirasi untuk sebuah kesetaraan..
Pola pikirannya tertuang dalam surat-surat yang ditulis kepada sahabatnya di negeri Belanda..
Pemikirannya yang terang benderang, caranya menggugat dan kelugasannya sangat mengagumkan.
Namun.. Â Apakah begitu juga dalam kehidupannya?
Ternyata tidak. Dia tetap harus menjadi seorang perempuan yang harus  tunduk pada aturan. Menikah tanpa hak memilih seorang suami, menjadi istri kesekian dari seorang Bupati dan meninggal saat melahirkan..
Sebagai perempuan, sebagai manusia yang seharusnya punya hak memilih dan  hak kesehatan reproduksi ternyata Nihil..
Ambigu..
Sampai hari ini, Â masih marak terdengar doktrin yang di ulang-ulang ditanamkan pada anak perempuan : untuk apa sekolah tinggi kalau nanti akhirnya di dapur juga..
Sebuah doktrin kebodohan luarbiasa.
Musti disadari bahwa mendidik seorang perempuan adalah mendidik sebuah generasi bangsa..
Bagaimana mungkin seorang ibu yang bodoh bisa mengajarkan banyak hal ke anak-anaknya?
Bagaimana bisa seorang ibu memberikan rasa aman pd anak-anaknya kalau dirinya diliputi rasa takut.
Bagaimana bisa seorang perempuan bisa mengajarkan keberanian pd anaknya bila hidupnya selalu dipenuhi dgn deretan hukuman dan penganiayaan..
Menjadi seorang Perempuan seharusnya mampu :
1. Memberi harga pada dirinya sendiri..
2. Menempelkan kebanggaan pada pekerjaan yang dilakukan..
3. Menaruh keberanian pada sikapnya..
4. Memiliki integritas yang tinggi..
5. Berani berkata TIDAK pada ketidakadilan..
Perempuan pada perempuan lain : memiliki semangat saling mengajarkan kemandirian bukannya malah menyebarkan benih iri dengki.
Perempuan,
Diciptakan untuk menjadi suluh bagi dunia yang makin kisruh..
Dan untuk perempuan..
Mari kita memberdayakan diri.. Â
Menyadari keberadaan kita sebagai perempuan adalah bukan sebagai objek dari gender lain..
Selamat Hari Perempuan!
Ibu adalah pusat kehidupan rumah tangga. Kepada mereka dibebankan tugas besar mendidik anak-anaknya, pendidikan akan membentuk budi pekertinya.