Mohon tunggu...
Savana Raniola
Savana Raniola Mohon Tunggu...

sekedar menikmati, tanpa harus menghakimi

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Abdi Dalem Sebuah Pekerjaan Menggunakan Hati

26 November 2018   13:39 Diperbarui: 26 November 2018   13:50 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdi Dalem (Sumber : yukepo.com)

Kesultanan Mataram Yogyakarta Hadiningrat merupakan salah satu kerajaan yang masih hidup dan bertahan seiring dengan perkembangan zaman. Fakta tersebut dapat terjadi akibat langkah besar yang diambil Sultan Hamengkeubuwono IX ketika meleburkan Kasultanan sebagai bagian dari NKRI. Yogyakarta terus bertahan dalam proses pembangunan Negara Indonesia. Tidak hanya berhenti disitu, namun Yogyakarta selalu muncul sebagai garda terdepan pertahanan Negara ketika dibutuhkan. 

Keselarasan yang terbangun menjadi wujud toleransi kerajaan yang mau menerima kenyataan untuk menjadi bagian dari Negara agar terus bisa bertahan. Peran seluruh elemen kerajaan dan masyarakat sangatlah penting dalam proses tersebut. Lampu sorot selalu terarah kepada seorang Sultan, namun banyak yang tidak menyadari tentang keberadaan para abdi dalem. 

Mereka adalah instrument penting dari gerak keseharian Kesultanan Mataram Yogyakarta Hadiningrat. Abdi dalem merupakan gabungan dua buah kata, yaitu abdi dan dalem. Abdi dapat diartikan sebagian pelayan atau pekerja, dan dalem memiliki arti sebagai lingkungan Keraton (tempat tinggal Sultan) atau ndalem yang berarti Raja yaitu Sultan. Secara sederhana abdi dalem dapat diartikan sebagai para pegawai sipil kerajaan yang bertugas untuk melayani Sultan dan Keraton. Tanpa keberadaan para abdi dalem tentu akan timbul permasalahan bagi kerajaan.

Abdi dalem merupakan orang-orang yang membaktikan diri untuk menjadi bagian dari pelayanan terhadap Sultan dan Keraton. Uniknya pihak Keraton tidak pernah membuka lowongan atau pendaftaran untuk bekerja sebaga abdi dalem. Keraton malah selalu mendapatkan permohonan dan pengajuan diri dari rakyat. 

Hal tersebut menjadi bukti bahwa profesi abdi dalem merupakan panggilan hati seseorang untuk melayani Sultan. Perjalanan abdi dalem cukup panjang untuk mendapatkan pengakuan, yaitu melalui lima buah tahapan. Tahapan pertama adalah sowan bekti, yaitu fase untuk melatih kesiapan dan keikhlasan. 

Setelah empat tahun menjalani fase sowan bekti maka baru dapat menuju tahapan berikutnya, yaitu magang. Calon abdi dalem selanjutnya akan memasuki tahapan sawek jajar, dimana Sultan akan memberi nama baru dan gaji sebesar Rp. 5.000 setiap bulan. Setelah menerima nama baru, maka tahapan keempatnya adalah bekel enom. 

Pada tahapan ini Keraton telah memberikan kepercayaan dan diberi hak berupa keris. Saat dirasa sudah layak maka masuk pada tahapan terakhir, yaitu bekel sepuh. Gaji yang diterima bertambah besar menjadi Rp. 15.000 per bulan. Gaji abdi dalem diterima dari alokasi dana keistimewaan yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta  pemberian Negara. 

Para abdi dalem yang sudah ditunjuk oleh kerajaan akan menggunakan seragam khusus saat bertugas. Seragam pertama adalah sikep alit, yaitu pakaian untuk dinas harian. Seragam tersebut merupakan busana yang terdiri dari kain batik sawitan, baju hitam berbahan laken, selop hitam, keris, dan blangkon. Seragam yang kedua adalah langeran yang dipakai ketika terdapat hajatan khusus. 

Terdapat kesamaan dengan sikep alit, yaitu kain batik, keris, selop, dan blangkon, namun perbedaanya adalah baju bukakan dengan bahan laken, kemeja putih, serta dasi kupu-kupu putih. Seragam ini menunjukan kemewahan dan mewakili tampilan yang formal.

Bambang Soepijanto (Dokpri)
Bambang Soepijanto (Dokpri)
Profesi seorang abdi dalem bukan lagi memandang besaran materi yang diterima. Para abdi dalem merasa pengabdian mereka akan dibalas dengan berkah. Gelar yang diterima para abdi dalem tidaklah seberapa jikalau dibandingkan dengan pendidikan mengenai adat dan peraturan keraton yang mereka serapi. Abdi dalem adalah bentuk panggilan jiwa untuk mendapatkan kebahagian lahir, dan utamanya batin. Filosofi abdi dalem seharusnya menjadi tauladan bagi banyak tokoh di Indonesia, terutama yang bertugas sebagai aparatur Negara. Mereka para calon pemimpin Negara yang akan berkompetisi pada tahun 2019 juga harus meresapi nilai-nilai ini. 

Mereka harus menyadari bahwa kepercayaan yang diberikan oleh rakyat akan mendujdukan mereka sebagai pelayan masyarakat serta Negara. Sayang sekali kebanyakan dari calon anggota legislatif maupun eksekutif tidak memiliki pemahaman tersebut. Khusus di Yogyakarta, terdapat salah satu calon anggota DPD RI yang menungkan pemahaman dan prinsip kerjanya sebagai seorang abdi. Sosok tersebut bernama Bambang Soepijanto, seorang tokoh yang sudah berpetualang dalam dunia kerja Negara. 

Bambang Soepijanto menuliskan bahwa tujuanya mencalonkan diri sebagai  anggota DPD RI adalah menjadi abdi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menyalurkan aspirasi dan merealisasikan program-program pembangunan wilayah yang realistis sesuai karakteristik wilayah serta local spesifik. Bambang Soepijanto menjadi sebuah contoh bagi generasi penerus bangsa yang dapat memahami filosofi pengabdian dari seorang abdi dalem.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun