Mohon tunggu...
Politik

Menyikapi Debat Kandidat Gubernur DKI Jakarta

12 April 2017   22:26 Diperbarui: 14 April 2017   17:00 1732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MENYIKAPI ADU-DEBAT KANDIDAT GUBERNUR DKI JAKARTA

Oleh

Saut Maruli Siregar

Bertempat di Hotel Bidakara, Jakarta(12/3), debat pasangan kandidat gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, putarankedua, kembali digelar tadi malam dan dipandu Ira Koesno sebagai moderator.

Adu-Debat ini membantu kita para pemilih untuk mengetahui kualitas calon gubernur dan wakil gubernur. Selain itu, kita tak ragu lagi menentukan pilihan Pemilihan Gubernur (PILGUB) DKI Jakarta di TPS-TPS pada hari Rabu, 19 April 2017, Pukul 07.00-13.00 (WIB).

Sekalipun Anies Baswedan pernah menjabat mantan menteri pendidikan, tapi dalam penyampaian gagasannya jauh lebih emosional ketimbang Basuki Cahaya Purnama yang tenang, percaya diri, lantang, tidak terlihat gugup. Anies tak mampu mengendalikan emosinya dan tidak santun. Seharusnya tak perlu tersulut emosi saat debat, karena lawan debat atau diskusi harus dianggap teman berpikir.

Selain santun, Cagub Basuki Cahaya Purnama jauh lebih menguasai substansi materi atau masalah yang diperdebatkan. Hal ini disebabkan Basuki-Djarot memiliki lebih banyak pengalaman di birokrasi dan kemampuan intelektual, terkait reformasi birokrasi di DKI Jakarta dan penguasaan data mutakhir.

Apa yang diinginkan Anies-Sandiaga sejujurnya adalah perubahan kepemimpinan, yaitu menggantikan Petahana (Basuki-Djarot), bukannya perubahan kondisi Jakarta melalui adu program. Sementara kita memilih pasangan kandidat terpilih, adalah berdasarkan kualitas program mereka dan tentunya dapat mengusung perubahan ke arah lebih baik, sekali lagi perubahan ke arah lebih baik.

Kepemimpinan yang efektif yang disinggung Anies Baswedan dalam beberapa kesempatan, justru Basuki Cahaya Purnama yang telah terbukti memiliki kepemimpinan yang efektif, dibandingkan dengan kepemimpinan Anies Baswedan. Efektif atau tidaknya kepemimpinan sangat bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi. Gaya kepemimpnan Basuki Cahaya Purnama yang anti-korupsi dan ternyata santun, justru paling efektif untuk mereformasi birokrasi yang korup dan rendahnya pelayanan masyarakat. Ada baiknya Anies Baswedan membaca kembali buku Pemimpin dan Kepemimpnan yang Efektif oleh Charles C. Manz.

Anies-Sandiaga bersifat kesatria, yaitu mengakui bukti-bukti perubahan yang telah dikerjakan Basuki –Djarot untuk DKI Jakarta. Antara lain, Pembebasan PBB dengan NJOP dibawah Rp 1 miliar, atau luas tanah - bangunan di bawah 100m², asalkan tak di area perumahan/cluster. Kebijakan ini mencerminkan keadilan sosial dan mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin di DKI Jakarta.

Nilai-nilai keadilan itu pengukur kemajuan bangsa kita. Keadilan membebaskan manusia dari penderitaan, kemiskinan dan kebodohan. “Selama ada kesenjangan antara asas keadilan dan praktiknya, konflik selalu terjadi dalam politikoleh Aristoteles/filsuf klasik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun