Mohon tunggu...
Money

Menjunjung Tinggi Asas Sanctity of Contract

22 September 2015   13:41 Diperbarui: 22 September 2015   13:41 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Antusiasme pemerintah untuk mengkaji ulang kontrak-kontrak pertambangan nasional tidak serta merta bisa dilakukan secara gegabah dan sewenang-wenang. Itu harus dilakukan dengan mengedepankan asas kesakralan kontrak (sanctity of contract).

Ini penting dilakukan agar iklim bisnis di sektor pertambangan dalam negeri tetap bergairah dan ramah bagi investor. Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (1 Juni 2011) yang lalu secara eksplisit menegaskan niat pemerintah untuk merenegosiasi kontrak-kontrak pertambangan sebagai upaya mengembalikan kedaulatan negara.Selama ini sudah bukan rahasia umum lagi bahwa kontrak pertambangan 90% dalam penguasaan perusahaan asing.

Bahkan, pemerintah sudah memasukkan renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan tersebut dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Renegosiasi kontrak menjadi pilihan supaya tercipta pembagian yang adil antara pemerintah dan perusahaan asing di masa mendatang. Bisa dipahami,betapa kegelisahan Presiden atas dominasi sektor pertambangan oleh bangsa lain di atas bumi Indonesia sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan.

Sebagai bangsa yang memiliki kandungan sumber daya alam berlimpah, pada kenyataannya belum mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.Meski relatif agak terlambat Kepala Negara menyikapi isu sensitif kontrak pertambangan tersebut, sinyal untuk mengembalikan harkat dan martabat sebagai bangsa yang merdeka dari bangsa asing patut diapresiasi.

Bahkan,tindak lanjut sinyal positif yang digulirkan Presiden SBY itu kemudian direalisasikan dengan membentuk tim khusus renegosiasi di bawah komando menteri koordinator perekonomian dengan melibatkan kementerian teknis, yakni Kementerian ESDM serta Kementerian Keuangan. Yang lebih penting bukanlah koordinasi antar-departemen dalam tim khusus tersebut.Melainkan hasil konkret pencapaian renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan dengan perusahaan asing di Indonesia yang menghasilkan win-win solution.

Jadi, tolok ukurnya adalah seberapabesarrakyatbangsaini bisa menikmati kemakmuran dari hasil sumber daya alamnya yang berlimpah.Konstitusi sudah jelas-jelas mengamanatkan hal itu. Pasal 33 Undang- Undang Dasar 1945 menyebutkan, sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar- besarnya bagi ke-makmuran rakyat. Nilai tambah yang dihasilkan dari kontrak-kontrak pertambangan dengan perusahaan asing harus benar-benar mengangkat tingkat kesejahteraan bangsa ini.

Dalam catatan yang dirilis Bappenas,113 kontrak pertambangan yang akan dikaji ulang sesuai perintah Presiden SBY. Sebanyak 37 kontrak karya (KK) di sektor pertambangan logam dan mineral, dan 76 PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara) yang bergerak dalam produksi batu bara. Hanya 11 KK yang telah menyatakan kesepakatannya atas amendemen kontraknya.

Sementara, lima KK menolak. Untuk PKP2B, ada 13 perusahaan asing yang menolak mentah-mentah renegosiasi. Kendati begitu, bagaimanapun pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menggeneralisasi semua kontrak investasi pertambangan untuk direnegosiasi. Harus ada syarat yang dipenuhi sebelum kontrak dikaji ulang. Payung hukum harus kuat, sehingga pemerintah tidak akan melakukan blunder, di mana kemudian hari bisa berbuah gugatan arbitrase internasional.

Harus diingat bahwa tidak semua kontrak pertambangan yang sudah berjalan selama ini bisa diamendemen pasal bagi hasilnya. Kontrak yang sudah diteken harus dijaga kesuciannya. Sebab, pemerintah harus menjunjung tinggi asassanctity of contract. Jika pemerintah ingin mengubah kontrak, bukan persoalan jangka waktunya.Tapi, harus dicari celah yang bisa direvisi secara adil. Karena itu, pemerintah perlu lebih selektif untuk melakukan peninjauan ulang kontrak- kontrak dengan swasta asing di sektor pertambangan.

Jangan sampai dilihat secara umum,akan tetapi harus dikaji kasus per kasus. Tidak bisa misalnya pemerintah memutus di tengah jalan kontrak yang sudah ditandatangani.Pemerintah bisa melakukan renegosiasi terhadap kontrakkontrak yang sudah habis. Dalam renegosiasi, pemerintah bisa memasukkan klausul untuk menghentikan perpanjangan. Ada pula klausul yang mensyaratkan penggunaan teknologi yang lebih baik. Langkah ini berpotensi meningkatkan produksi minyak.

Tentu, kondisi ini sangat meresahkan kalangan pemegang kontrak yang berasal dari asing. Ketidakpastian bisa mengganggu aktivitas investor. Dampaknya bisa merugikan pemerintah sendiri.Apalagi saat ini iklim investasi sektor migas dan pertambangan nasional sedang menurun.Saat ini posisi Indonesia cuma sedikit di atas Timor Leste di kawasan Asia Pasifik untuk investasi sektor migas berdasarkan riset Fraser Institute Canada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun