Mohon tunggu...
Satya Rizki
Satya Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa

Satya Rizki, lahir di kota madiun, 19 februari 2004, saat ini tengah menempuh pendidikan S1 komunikasi dan penyiaran Islam di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hedonisme, Dampak FOMO bagi Remaja

9 Oktober 2025   15:10 Diperbarui: 9 Oktober 2025   16:17 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hedonisme adalah filosofi yang menempatkan kesenangan sebagai tujuan utama hidup. Dalam konteks remaja modern, hedonisme sering diartikan sebagai perilaku mengutamakan konsumsi, belanja, dan gaya hidup mewah untuk mendapatkan kepuasan sesaat. Di era digital yang terus berkembang seperti saat ini, remaja adalah salah satu kelompok yang paling rentan terpengaruh dengan trend-trend yang tidak ada habisnya.

Salah satu fenomena yang semakin mendominasi kehidupan hedonis remaja saat ini adalah FOMO atau Fear of Missing Out, yang dapat diterjemahkan sebagai "ketakutan ketinggalan." Fenomena ini berkaitan erat dengan kecemasan dan ketidaknyamanan yang dirasakan seseorang ketika merasa bahwa mereka sedang melewatkan pengalaman, informasi, atau aktivitas yang sedang terjadi di sekitar mereka.

Kurangnya keterampilan mengelola keuangan bagi remaja yang cenderung hedonis, yang  suka membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan hanya karena takut ketinggalan trend bisa jadi berdampak negatif. Mereka rela menghabiskan uang untuk membeli pakaian, aksesoris, produk kecantikan, makanan dan minuman yang sedang "viral" yang banyak di review oleh para influencer, gadget keluaran terbaru, atau nongkrong bareng teman di tempat fancy. Namun, yang menjadi masalah utama adalah kebanyakan dari remaja yang FOMO tersebut tak semuanya berasal dari keluarga kalangan atas.

Banyak dari mereka yang masih bergantung pada uang orang tua, akan tetapi mereka tidak ingat bahwa orang tua mereka harus membanting tulang  siang dan malam demi memenuhi keinginan mereka, bahkan kadang sampai harus berhutang kesana kemari, atau malah lebih parahnya lagi sebagian dari para remaja itu sendiri yang berhutang kepada teman-temannya semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan akan pujian atau pengakuan orang lain bahwa mereka adalah orang-orang yang trendy dan fashionable.

Salah satu pemicu terbesar dari fenomena FOMO ini adalah media sosial. Banyak para influencer, konten kreator, dan juga selebriti yang membagikan keseharian dan gaya hidup mereka ke media sosial. Mereka mendapat banyak endorse-an dari berbagai macam brand baik itu barang hingga makanan. Konten review mereka yang memang bertujuan untuk mempromosikan produk yang dijual oleh suatu brand tersebut tentu saja akan viral karena bukan hanya mereka yang mendapatkan endorse. Konten serupa juga di upload bersamaan agar fyp di semua pengguna media sosial. Nah, konten-konten tersebut tentu saja akan muncul di beranda media sosial para remaja yang tak pernah lepas dari gadgetnya. Hal inilah yang menarik mereka untuk membeli setiap barang yang sedang trending, walaupun barang tersebut tidak ia butuhkan.

Apalagi jika ada beberapa teman yang sudah membeli barang-barang tersebut dan memamerkannya, hati mereka langsung tersulut untuk harus membelinya juga. Penasaran lalu ikut-ikutan, walau ekonomi sulit tetapi gaya harus tetap elit. Apa yang orang lain punya ia juga harus punya. Tak peduli dompet semakin menipis yang penting kehidupannya tetap eksis. Tak masalah jika harus menuntut uang lebih dari orang tua, atau berhutang kesana kemari untuk tampil  "berkelas" di kehidupannya sehari-hari dan juga dunia maya. Begitulah kira-kira pemikiran orang yang ingin mengejar kesenangan sesaat dan tidak memikirkan konsekuensi kesulitan finansial di masa depan.

Jadi, para remaja perlu memahami dan menghindari kebiasaan FOMO dan hedonis. Dengan meningkatkan kesadaran, empati, dan keterampilan finansial, remaja bisa lebih bijak dalam mengelola gaya hidup dan keuangan mereka, serta membangun hubungan yang lebih sehat dengan lingkungan sekitarnya, tidak menyulitkan orang tua untuk memenuhi setiap keinginannya, mampu memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan, serta tidak mudah terpengaruh konten-konten di media sosial dan membeli barang-barang yang tidak bermanfaat. Bergayalah sesuai kemampuan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun