Mohon tunggu...
Satya Rizki
Satya Rizki Mohon Tunggu... Mahasiswa

Satya Rizki, lahir di kota madiun, 19 februari 2004, saat ini tengah menempuh pendidikan S1 komunikasi dan penyiaran Islam di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh

Selanjutnya

Tutup

Diary

Harapan Dibalik Gelar Sarjana

21 September 2025   00:10 Diperbarui: 21 September 2025   00:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Wisuda bagi banyak orang adalah salah satu momen paling bersejarah dalam perjalanan akademis seseorang. Bukan hanya sekedar upacara formal memakai baju toga dan berfoto memegang ijazah, wisuda juga merupakan simbol dari dedikasi, kerja keras, dan pencapaian membanggakan dari perjalanan panjang yang penuh tantangan.

Bagi saya, wisuda mempunyai arti lebih dari sekedar titik akhir jenjang pendidikan. Akan tetapi, ia juga merupakan puncak keberhasilan yang tidak semua orang bisa merasakannya. Kita sedang bicara tentang "wisuda" setelah menjalani masa perkuliahan, Loh, ya... Bukan "wisuda" Sekolah Menengah apalagi Sekolah Dasar atau bahkan Taman Kanak-kanak. Tulisan ini saya buat bukan untuk menyinggung pihak manapun, tetapi hanya untuk berbagi tentang apa itu "arti" wisuda bagi saya.

Sedikit bercerita, nama saya Satya Rizki. Saya adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Kakak laki-laki saya sudah menikah dan saat ini telah dikaruniai seorang putri yang berusia 2 tahun. Ayah saya hanya seorang kuli bangunan yang pekerjaannya tidak menentu, kadang ada, kadang tidak. Ibu saya juga hanya seorang IRT.

Untuk pendidikan, Ayah saya hanya lulusan SD, Ibu sempat merasakan bangku kuliah namun tak sampai satu semester terpaksa harus berhenti karena masalah ekonomi, kakak laki-laki saya berhasil lulus jalur undangan di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, namun lagi-lagi karena keterbatasan ekonomi ia tidak bisa melanjutkan mimpinya untuk berkuliah. Dan kini, tinggallah saya yang akan mewujudkan mimpi mereka.

Saat saya lulus SMA pada tahun 2022 lalu, saya tidak punya keinginan untuk melanjutkan kuliah. Saya berfikir "untuk apa kuliah kalau bisa kerja dari sekarang, sarjana juga banyak yang pengangguran", pemikiran yang sangat dangkal. Keluarga saya terus membujuk saya untuk kuliah dan saya juga sempat mencoba mendaftar di Universitas Teuku Umar, namun karena saat itu saya masih di asrama, juga karena minimnya informasi pendaftaran kuliah dari para guru, akhirnya waktu pendaftarannya sudah terlewat. Hal ini membuat saya semakin yakin untuk tidak usah berkuliah karena saya tahu keadaan ekonomi keluarga saya jika harus tetap memaksakan kuliah lewat jalur mandiri.

Pada akhirnya, saya mulai mencari pekerjaan setelah lulus SMA. Awalnya saya bekerja di konter hp dan warung sembako. Setelah 6 bulan, saya berhenti dan mencoba bekerja lagi di toko pakaian selama 5 bulan. Setelah hampir setahun saya hanya bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan, saya mulai merasa bosan. Terlebih lagi ketika melihat story di media sosial teman-teman saya yang berkuliah, mulai timbul rasa minder dalam diri saya. Teringat kata-kata para motivator gadungan yang berkata bahwa "orang-orang yang saat sekolah dulu selalu peringkat 1, belum tentu ia akan sukses". Saya tidak mau menjadi seperti itu.

Kemudian, saya mulai mencari-cari informasi tentang perkuliahan. Dari kampus daerah, hingga luar daerah. Namun tentu saja sambil tetap mempertimbangkan kemampuan ekonomi keluarga saya. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk berkuliah di STAIN Teungku Dirundeng Meulaboh. Kampus yang dulu paling saya hindari dan remehkan. Saya memilih Jurusan Dakwah dan Komunikasi Islam, Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Saat saya sampaikan niat saya untuk berkuliah ini, keluarga saya tentu senang sekaligus bingung kenapa saya tiba-tiba saja ingin kuliah padahal selama setahun  terakhir sama sekali tidak tertarik untuk kuliah. Saya hanya menjawab, "sayang sekali selama sekolah saya selalu ranking satu tetapi ujung-ujungnya hanya duduk jagain toko orang". Kakak laki-laki saya pun sangat senang dengan keputusan saya. "Gapapa mas gak kuliah, tapi mas bakal usahain adek harus bisa jadi sarjana". Sampai sekarang saya masih menangis jika teringat kata-katanya, bahkan saya menulis ini pun sambil menangis. Keluarga saya, menaruh harapan besar kepada saya.

Saat ini saya sudah semester lima, dan saya merupakan salah satu mahasiswa penerima beasiswa KIP. Perjalanan saya masih panjang, tapi semangat saya tak akan pernah pudar. Gelar itu, pasti akan saya dapatkan. Momen wisuda esok akan saya jadikan sebagai momen paling indah bagi keluarga saya. Tak pernah ada tuntutan apapun untuk saya, tapi saya tak akan pernah mengecewakan mereka.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun