Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bijak Belanja Bluechips: Menakar Kelayakan Optimisme Pasar Saham Hari Ini

27 November 2020   09:57 Diperbarui: 28 November 2020   08:37 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IBM, salah satu penghuni Nifty Fifty di Amerika Serikat pada masanya Sumber Gambar: https://www.forbes.com/

Tingginya harga saham Nifty Fifty berdasarkan PER dapat Anda lihat pada perusahaan seperti Coca Cola dan Disney yang dibanderol dengan PER 80 – 90. Artinya, investor pada saat itu rela menunggu 80 – 90 tahun hingga balik modal dengan asumsi keuntungan dan harga saham perusahaan senantiasa stagnan.

Ekspektasi ini tentu saja di luar nalar investasi. Jika hari ini Anda mendapati saham dengan PER yang sedemikian besarnya, maka tentu Anda akan berputar balik dan mencari peluang investasi di tempat lain.

Ironisnya, tingginya ekspektasi inilah yang menciptakan epilog antiklimaks bagi kelompok Nifty Fifty. Seiring dengan krisis yang mendera Amerika Serikat kala itu akibat skandal Watergate dan embargo minyak bumi dari Timur Tengah, serta perkembangan teknologi yang mendorong lahirnya kompetitor bagi perusahaan dalam kelompok Nifty Fifty, sebagian besar perusahaan dalam kelompok ini kehilangan 50 – 90% kapitalisasinya dalam sekejap.

Xerox dan Kodak, misalnya, bukan hanya mengalami kerontokan harga saham hingga 90%, melainkan juga tenggelam dalam persaingan bisnis di sektornya sebagai akibat dari enggannya kedua perusahaan ini untuk terus berinovasi. Praktis, lenyaplah status bluechips yang selama ini erat dengan keduanya. Bersamaan dengan itu, tidak sedikit investor pada kedua perusahaan tersebut yang mengalami kerugian signifikan.

Nasib kelompok Nifty Fifty tidak semuanya berakhir tragis. Coca Cola dan Disney, misalnya, kendati sempat mengalami koreksi besar-besaran, mampu kembali bangkit karena ditunjang oleh bisnis yang solid. Selain itu, sebagian saham Nifty Fifty jika diamati dengan rentang waktu yang lebih panjang hingga masuk ke tahun 2000-an awal tetap mencatatkan performa kumulatif dan tahunan yang gemilang dengan rentang pertumbuhan investasi tahunan berkisar antara 10 – 18%.

Pada akhirnya, kita perlu menyadari bahwa saham bukan hanya harus dinilai berdasarkan sisi bisnisnya, melainkan juga kemasukakalan harganya. Membeli dengan harga yang salah sama fatalnya dengan membeli saham dari emiten yang bisnisnya bobrok.

Hari-hari ini, pasar saham Indonesia dan beberapa negara di dunia tengah dirundung optimisme yang hampir tidak pernah sekuat ini sebelumnya di tahun ini. Ada harapan bahwa semuanya akan segera kembali normal dan oleh sebab itu banyak investor yang enggan ketinggalan kereta dan memilih untuk segera terjun ke medan laga.

Kendati pada satu sisi kalangan investor yang lebih pandai sudah lebih berani untuk terjun di saham-saham receh, di sisi lain masih banyak investor awam yang lebih memilih bluechips sebagai pilihan instrumen investasinya karena anggapan terkait risiko yang rendah dan pertumbuhan yang memuaskan.

Apabila anggapan ini terbukti keliru, kita mungkin akan menjumpai saham-saham Nifty Fifty lainnya di Indonesia seperti bank BUMN yang sempat penulis singgung di awal atau perusahaan telekomunikasi BUMN lainnya yang sempat dikeluhkan analis lain karena harganya masih saja bertengger di posisi yang sama seperti lima tahun yang lalu.

Pada akhirnya, keberhasilan investasi saham dapat dikerucutkan pada aspek harga dan kinerja perusahaan. Dengan sikap yang lebih bijak dalam menyikapi euforia yang terjadi belakangan di pasar saham, semoga kita dapat menghindarkan diri dari kerugian permanen yang signifikan.

Referensi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun