Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Bijak Belanja Bluechips: Menakar Kelayakan Optimisme Pasar Saham Hari Ini

27 November 2020   09:57 Diperbarui: 28 November 2020   08:37 958
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
IBM, salah satu penghuni Nifty Fifty di Amerika Serikat pada masanya Sumber Gambar: https://www.forbes.com/

Kedua saham di atas memperlihatkan bahwa di tengah rally sekalipun, peluang untuk masuk dan mengoleksi saham masih terbuka lebar, paling tidak dari sudut pandang fundamentalis.

Akan tetapi dalam kebanyakan kasus, peluang biasanya tidak akan lama tersedia. Para pelaku pasar cepat atau lambat akan segera tahu mengenai peluang yang ada dan kemudian berlomba-lomba merengkuh peluang tersebut, kendati sejatinya apa yang mereka lakukan hanyalah sebatas antisipasi terhadap kemungkinan yang ada, sesuatu yang belum pasti akan terjadi.

Itu sebabnya saham-saham receh seperti kedua emiten di atas akan lebih volatile ketimbang sejawatnya yang lebih mahal alias jajaran bluechips. Berita baik dan buruk, seburam apapun sisi benarnya, akan memantik tindakan jual/beli sebagai langkah antisipatif para pelaku pasar.

Bahkan, jika Anda adalah penganut Efficient Market Hypothesis, maka tidak ada peluang bagi Anda untuk menjual/membeli saham di harga yang bagus sebab semuanya sudah diantisipasi oleh para pelaku lain sebelum Anda sadar. Berkembangnya TIK yang memungkinkan trading untuk dilaksanakan secara otomatis semakin memperkuat pandangan ini bagi sebagian kalangan.

Oleh karena volatilitas ini, beberapa orang memandang saham receh sebagai instrumen investasi yang berisiko. Kalangan ini kemudian menyasar saham-saham bluechips yang dipandang sudah lebih mapan, baik dari sisi bisnis maupun harga saham, dengan harapan setidaknya mereka dapat mendulang untung dari dividen dan pertumbuhan berkesinambungan perusahaan secara jangka panjang (yang mudah-mudahan diikuti oleh harga sahamnya).

Beberapa contoh yang cukup populer di Indonesia adalah saham BCA yang saat ini harganya bertengger di Rp. 32,000 (kapitalisasi setara Rp. 790 triliun) dan juga Gudang Garam yang saat ini harganya berkisar di Rp. 44,000 (kapitalisasi setara Rp. 85 triliun).

Saham bluechips, selain dicirikan dengan harga yang mahal, juga biasa dicirikan dengan produk yang cukup populer di masyarakat. BCA misalnya, merupakan bank swasta terbesar di Indonesia dengan aset sebesar Rp. 1,000 triliun, fakta yang menunjukkan betapa dipercayanya BCA oleh masyarakat dalam urusan perbankan.

Gudang Garam? Penulis kira tidak sulit jika kita mencoba jalan-jalan keluar di jam-jam sibuk dan mencari sekumpulan orang yang sedang asyik menikmati rokok keluaran perusahaan tersebut, entah dari kalangan pekerja kasar hingga karyawan berdasi, suatu gambaran yang menunjukkan betapa populernya merek ini di kalangan perokok.

Selain harga dan produk, kesan elit yang dipancarkan oleh bluechips juga dapat Anda lihat pada jumlah saham yang beredar. Bagi perusahaan seperti Gudang Garam, saham yang beredar tidak sampai sebanyak 2 miliar lembar, sehingga jika sewaktu-waktu ingin menerbitkan saham baru, 100 juta lembar mungkin terkesan sangat banyak.

Akan tetapi bagi saham-saham receh yang jumlah sahamnya bisa mencapai ratusan miliar lembar, menerbitkan beberapa miliar lembar saham baru akan sangat nihil dampaknya bagi struktur modal perusahaan.

Keunggulan kualitatif, singkatnya, sering menjadi alasan utama bagi investor, terutama dari kalangan awam, untuk memberi saham-saham bluechips sebagai instrumen investasinya. Tidak jarang, tanpa kita sadari, sebagian dari kita mungkin memiliki anggapan bahwa tidak ada harga yang terlalu tinggi bagi bluechips.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun