Mohon tunggu...
jokolelono
jokolelono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fadli Zon, Pembela Negara Bersenjatakan Puisi

24 Oktober 2016   07:55 Diperbarui: 24 Oktober 2016   08:12 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membaca judulnya, pasti banyak orang yang mencak-mencak. Sengaja, ternyata memprovokasi tu sangat gampang. Bahkan kompasioner top sekalipun mudah disulut emosinya. Sudah dites. Maaf, iseng.

Baru mendengar namanya saja, banyak orang yang sebel, gondok dan segala macam perasaan yang tidak mengenakkan lainnya. Apalagi baca ato dengar omongannya. Sumpah serapah langsung berdesingan bak berondongan peluru senapan mesin. Mereka berlomba menghujatnya, membullynya. Mereka begitu muak. Mereka jadi lupa diri. Tak ada ciptaan Tuhan yang buruk. Fadli Zon, dan semua orang, adalah cermin bagi kita, ujian bagi kita. Bila kita menyikapinya dengan negatif, misalnya dengan mengeluarkan kata-kata busuk, berarti kualitas pribadi kita tak lebih baik.

Baru-baru ini, Fadli Zon mempublikasikan sebuah puisi tentang dua tahun pemerintahan Jokowi-JK. Saya baca beritanya di sebuah media. Pasti pusi ini bikin geger. Saya si tidak baca komen pembaca.

Kenapa FZ saya sebut pembela negara? Gak usah sewot lah. Kita ini semua adalah pembela negara kok. Mosok gak tau? Cobalah tanya anak anda yang masih sekolah, ato kalo gak percaya, pinjamlah bukunya. Ato silahkan baca UUD ’45. Bentuk bela negara di masa kini ya jelas tidak mengangkat senjata.

Kita semua adalah prajurit. Presiden adalah panglima perangnya. Tapi sayang, banyak yang tidak menyadari bahwa dirinya adalah prajurit. Liat tu, banyak yang kerjaannya memuja dan memuji sang panglima. Mana ada si, tugas prajurit kok ngasih puja-puji?

Prajurit ya harusnya kaya FZ. Di garis depan kita harusnya kasi laporan ke pak panglima bagaimana kondisinya, musuh ada di mana, musuhnya ada berapa dll. Berhubung ini bukan ancaman militer, ya musuhnya bukan tentara.

Musuh kita sekarang ya seperti yang dikatakan FZ itu: kemiskinan dan konco-konconya, semua persoalan yang dihadapi negri ini. Kalo anda merasa sebagai pembela negara, ayo kita kasi laporan yang bener ke pak panglima biar beliau gak salah sasaran. Kalo dipuji-puji, beliau bisa lengah dikira musuhnya dah mati semua.

Sekatang mari kita adili FZ, laporannya tu bener apa tidak. Dia lapor bahwa hidup makin susah. Harga melambung tinggi, daya beli lumpuh. Hayo siapa yang bisa kasi laporan hidup makin enak, harga serba murah, daya beli meroket? Kalo gue  cek di lapangan, sanak sodara, tetangga kok mereka  pada ngeluh ya? Baca berita di koran katanya ekonomi masih lesu. Secara logika masa harga BBM naik, harga-harga pada naik trus daya beli malah naik? FZ juga bilang utang luar negri menggunung.

Hayo siapa yang bisa kasi data utang kita mengkeret? Bait berikutnya: pengangguran dimana-mana, buruh Cina merajalela, Hayo siapa yang bisa kasi laporan sekarang gak ada pengangguran dan gak ada buruh Cina? FZ juga bilang yang kaya tambah perkasa, hukum menjelma alat kuasa. Baca berita dan liat di sekitar kita, keamanan masih belum terjamin, pencurian dan sejenisnya masih sering terjadi seperti dulu. Hukum masih tumpul ke atas, the untouchables masih tak tersentuh. Keadilan masih subyektif.

Contoh yang paling terkini: Tax Amnesty, cobalah tanya adil ato tidak. Para pengemplang pajak itu pasti bilang adil. Mata pisau Tax Amnesty sekarang mengarah kemana. Harusnya hukum ditegakkan. Para pengemplang pajak itu harusnya diadili, ditagih, dikasi sanksi.

Masih ada lagi isi puisi FZ, dan bias diulas lebih luas dan dalam, tapi dah males ni. Sebagai pembela negara, saya melihat musuh ada di mana-mana, jumlahnya berjuta-juta. Tapi saya ogah lapor ke pak panglima, paling juga gak direwes, ato beliaunya malah marah-marah. Padahal seharusnya seorang panglima perang selalu minta laporan dari prajurit di garis depan: musuh ada di mana, seberapa kekuatannya dll, baru tetapkan strategi perang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun