Mohon tunggu...
Satrio Anugrah
Satrio Anugrah Mohon Tunggu... Lainnya - Football Coach, Football Writer

Menulis untuk menyenangkan diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangis di pinggir kuburan

27 Januari 2021   17:58 Diperbarui: 28 Januari 2021   11:59 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengangguk, berusaha menunjukan wajah antusias walau sudah kudengar cerita ini berkali-kali

"Ibumu seperti lelaki. tapi dari rambut panjang dan senyumnya, bapak tau bahwa dia perempuan. di pinggir sawah, Bapak duduk dan memerhatikan. Kemudian, biasa saja ia mengajak bapak bergabung dan mulai hari itu, hari pertama bapak mengenal ibumu. Kami berteman."

"walau tomboy bukan main, ia tidak ingin anak laki-lakinya jadi keras. Ia malah merawatmu dengan nilai-nilai kelembutan. kalau kamu bertanya kenapa bapak tidak pernah marah? Ibumu-lah alasannya."

yang ini aku baru tau

"Ia punya masa kecil yang pahit. Di pahanya, ada bekas luka yang kalau ditunjukan padamu, mungkin kau tidak akan pernah mau bertemu eyang lagi"

"ia selalu ingin kamu disirami kasih sayang setiap hari. Sekarang nak, jawab lah bapak." Bapak mendekatkan wajah ke arahku

"sudah cukupkah kasih sayang ibumu selama ini?" 

Aku menunduk, serasa segala pedih yang kutumpuk pecah detik itu juga. Air mata mengalir deras. 

"Aku telah mencintai ibumu" lanjut bapak

"dan kini aku melanjutkan hidup tanpa dia, seperti berjalan di tanah yang bergoyang nak."

Bapak ikut menangis sesaat, memegang lengan kursi, kemudian minum seteguk teh hangat yang ia bawa ke atas meja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun