Mohon tunggu...
Satrio Anindito
Satrio Anindito Mohon Tunggu... -

Biasa saja.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama featured

“You are What You Eat”: Sebuah Ungkapan dan Harapan

12 April 2010   17:47 Diperbarui: 14 Oktober 2021   06:34 16758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi makan. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Keunikan pola konsumsi masyarakat Indonesia tersebut seringkali diartikan sebagai gejala kemiskinan yang mengakar.

“Karena tidak ada makanan yang bisa dimakan lagi, maka makan saja makanan yang tersedia”, pendapat yang muncul dalam menanggapi keunikan tersebut.

Tetapi bila disadari lebih lanjut, terdapat suatu unsur lain yang telah membudaya dalam masyarakat Indonesia, sehingga tanpa disadari budaya tersebut berjalan sendirinya mengikuti perkembangan zaman.

Sebagai gambaran, akhir tahun 2009 lalu, saya mengadakan bakti desa di Desa Cikembang, Kecamatan Kertasari, Jawa Barat.

Desa tersebut merupakan salah satu area yang terkena dampak bencana gempa tektonik di Tasikmalaya pada tanggal 2 September 2009.

Setiap kali berkunjung ke desa tersebut, saya melihat makanan seperti pisang goreng, tempe goreng, dan berbagai macam makanan dengan kadar minyak yang cukup tinggi tersebut selalu disajikan.

Makanan tersebut disajikan pada saat sedang bercengkerama, pada saat melepas lelah setelah seharian bekerja di ladang ataupun setelah membereskan puing-puing reruntuhan rumah paska gempa.

Ketika melihat beberapa dapur yang dipakai untuk memasak makanan tersebut, saya melihat minyak goreng yang telah dipakai berulang-ulang kali.

Menurut beberapa penelitian, minyak goreng tidak boleh digunakan berulang kali dalam memasak, karena hal tersebut dapat membahayakan tubuh manusia.

Melihat gambaran di atas, masyarakat Indonesia tampaknya bukan tidak mempedulikan kesehatan mereka, tetapi mereka mempercayai apa yang diberikan oleh orang lain. Itulah yang dihasilkan oleh salah satu kebudayaan kita, yaitu gotong royong.

Budaya gotong royong yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam jumlah besar tersebut mendasari artinya kepercayaan satu sama lain. Dan itulah ciri khas masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun