Mohon tunggu...
Satrina Sinambela
Satrina Sinambela Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya mahasiswa STT Ekumene Medan

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Dari Hutan Parsoburan ke Kampus Ibukota: Kemenyan yang Mengubah Nasib

10 Juli 2025   09:32 Diperbarui: 10 Juli 2025   09:32 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Pohon Kemenyan  (Sumber: Freepik/Kredit Foto))

Saya sendiri lahir dan besar di Desa Panamparan, salah satu desa di Kecamatan Parsoburan, Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Di desa kecil ini, kami tidak punya kilang minyak,pabrik besar, atau akses internet yang tidak cepat.

Tapi ada satu hal yang selama ini yang menjadi sumber hidup yaitu: Kemenyan. Kemenyan getah harum yang mungkin dikenal orang sebagai bahan hidup atau keperluan ibadah. Tapi bagi kami di Panamparan kemenyan adalah harapan.


Saya melihat sendiri bagaimana orang tua di kampung itu, menyadap kemenyan sejak pagi buta. Mereka naik ke bukit, menembus hutan, dan mendaki jalur curam hanya untuk menyayat batang pohon kemenyan. Mereka tidak mengeluh, meski hujan turun atau kaki tergelincir.


Menyadap kemenyan bukan pekerjaan yang mudah, butuh ketekunan, kesabaran, dan keberanian. Tapi dari keringat mereka, anak-anak bisa bersekolah. banyak orang yang kuliah dari desa ini itu berkat kemenyan.


Walaupun kadang harga kemenyan tidak sebanding dengan jerih payah petani, tapi mereka tetap bertahan. karena bagi orang tua di Panamparan, menjual kemenyan berarti merajut cita-cita anak-anak mereka.


Setiap kali musim panen kemenyan tiba, orang tua pasti sedikit lebih cerah dan legah. Bukan karena kaya, tetapi karena bisa menyekolahkan anak-anak mereka. Bisa membayar uang semester di Universitas.


Desa Panamparan memang terpencil. Tapi dari tempat yang sederhana ini, lahir anak-anak yang bermimpi besar. Mereka yang kini menjadi sarjana, bahkan ada yang kuliah ke luar daerah, itu berkat hasil tetesan getah dari pohon kemenyan.


Kami sadar, dunia tidak banyak yang tahu tentang kami. Tapi saya bangga, karena saya tahu, di balik aroma harum kemenyan itu, ada doa dan air mata orang tua. Ada perjuangan panjang yang sunyi tanpa bermakna.

Kemenyan bukan hanya hasil bumi. Bagi kami, itu adalah bagian dari hidup. Kemenyan adalah sunyi yang membawah terang bagi masa depan.


Saya menulis ini bukan untuk memamerkan, tapi untuk mengingatkan bahwa masih ada desa-desa di pelosok Toba yang hidup dari alam, dari kerja keras, dari kesetiaan. Dan Panamparan adalah salah satunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun