Mohon tunggu...
Satria
Satria Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Perjalanan Makna

Catatan Perjalanan Makna

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menerima dan Melepaskan - Kakek Seo (Miracle In Cell No.7)

28 Oktober 2022   11:49 Diperbarui: 28 Oktober 2022   12:01 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

"Dalam hidup sangat mudah menerima hal apapun, tapi sulit untuk melepaskannya."

( Kakek Seo - Miracle In Cell No.7 )

Kita itu paham semua yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan, tapi kenapa yah kita masih sering ngga ikhlas saat kita kehilangan sesuatu ?

---------

Takdir Sebagai Penerima

Seperti yang di katakan John Locke dalam teorinya tentang Tabula Rasa, kita lahir ke dunia itu ibarat kertas kosong yang suci tanpa coretan apapun. Kemudian kita tumbuh dan kertas itu di isi oleh banyak hal seperti pengalaman, wawasan, ideologi atau faktor lainnya yang pada akhirnya akan membentuk seperti apa kita nanti. Hingga akhirnya kita sampai pada titik dimana kita menerima dan merasakan banyak hal seperti penderitaan, rasa bahagia, kekecewaan dan lainnya. 

Kita ini hidup sebagai konsumen dimana Tuhan adalah produsen terbaik yang akan mensuplai apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan. Cinta, kasih sayang, rasa sakit atau penderitaan adalah bagian dari produk yang Tuhan berikan agar kertas kosong yang sudah kita pegang sejak lahir menjadi sebuah coretan warna baik itu menjadi warna yang abstrak ataupun konkret. Sehingga identitas kita terbentuk menjadi sesuatu yang bisa di deskripsikan oleh orang lain dan diri kita sendiri. 

Paradigma Tentang Kepemilikan

Kita tuh sering menganggap bahwa semua yang kita dapatkan dengan usaha kita yah itu udah milik kita pribadi tanpa berpikir dua kali bahwa ini semua itu hasil acc dari Tuhan, terlepas apakah kita punya andil yang besar dalam berjuang untuk mendapatkan semua itu. Dan umumnya sebuah produk itu yah pasti punya tanggal kadaluarsa. Yang berarti kita ngga akan selamanya bisa menikmati apa yang sudah kita dapatkan. Akan ada waktunya hal itu pasti hilang atau habis.

Saat kita menyayangi seseorang dan merasakan kasih sayang, mungkin kita akan secara naluriah beranggapan bahwa ini adalah hal yang kita butuhkan seumur hidup. Sebaliknya saat kecewa dan merasakan sakit, kita akan beranggapan bahwa kita tidak membutuhkan ini. Yah sah - sah aja sih, tapi kalo kita membeli suatu produk, sebanyak apa kita memberikan uang yah sebanyak itu juga kita akan dapat berdasarkan nilai tukarnya dan suatu saat produk itu akan habis. Artinya kalo kita mau menyayangi seseorang yah kita harus siap bahwa suatu saat nanti akan merasakan kehilangan, kapanpun itu.

Jadi yang sebenarnya terjadi kita mungkin secara sadar mengetahui bahwa semua hal yang kita miliki di dunia ini adalah milik Tuhan dan suatu saat akan kembali. Tapi secara naluriah kebanyakan dari kita menolak konsep itu sendiri. Berarti ada kontradiksi di sini. Kita dengan sangat mudah menerima bahwa sesuatu yang diberikan oleh Tuhan adalah milik kita, seperti harta, kekuasaan dan orang - orang yang kita sayangi. Tapi sangat sulit bagi kita untuk menerima kenyataan bahwa semua itu akan hilang pada waktunya. 

Melepaskan Yang Bukan Milik Kita

Peristiwa kehilangan itu mungkin sudah secara alamiah akan menjadi pemicu rasa kecewa pada diri kita terhadap momen itu sendiri. Yang berarti bahwa sebenarnya kita lebih menyetujui konsep kepemilikan itu bersifat kekal. Tapi kita lupa bahwa kita harus menerima konsep yang sudah kita sepakati di awal sejak kita lahir bahwa, kita hanyalah kertas kosong yang tidak memiliki apapun. Kemudian kita datang ke dunia. Segala sesuatu yang kita dapatkan di dunia ini hanyalah fasilitas dari Tuhan untuk kita menjalani hidup dengan skenario - skenario tertentu. 

Dalam pangung drama kehidupan, kita itu hanya berperan. Terlepas dari apakah kita menjadi seorang giver atau receiver. Itu hanyalah peran yang sudah diberikan oleh Sang Sutradara yaitu Tuhan yang menciptakan semua peran dalam panggung ini. Ketika drama atau peran kita sudah selesai, yaudah properti yang kita gunakan dalam drama akan di kembalikan ke pemilik properti. Dan kita tidak bisa mengklaim bahwa itu adalah milik pribadi. 

Ini memang konsep yang sebetulnya sederhana tapi sangat sulit untuk kita terima. Tapi terlepas dari semua kesimpulan yang ada, pada akhirnya kita pun akan memahami bahwa kesempuraan dalam bersikap untuk menerima kenyataan yang pahit memang tidak semua orang memiliki kapasitas itu atau bahkan mungkin tidak ada kalaupun ada mungkin tidak secara konsisten. Kita hanya bisa berusaha untuk mencapai atau mendekati setidaknya setengah dari kesempurnaan itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun