Jenewa - Ketua Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan HAM (Working Group on Business and Human Rights) mengapresiasi Indonesia dalam penggunaan Aplikasi PRISMA dan Penyusunan Regulasi Uji Tuntas Bisnis dan HAM yang mengarah kepada mandatory. PRISMA merupakan salah satu tools yang dapat digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mengukur potensi risiko usahanya berdasarkan beberapa indikator hak asasi manusia.Jenewa. 03 Oktober 2025.
Sebagai salah satu bagian aktivitas Kementerian Hak Asasi Manusia di Jenewa untuk mendorong P5 HAM adalah bertemu dan berdialog dengan Working Group on Business and Human Rights. Dalam pertemuan ini, Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, bertemu langsung dengan Chairperson of Working Group on BHR, Pichamon Yeophantong yang berasal dari Thailand.
Working Group on BHR memiliki beberapa mandat, antara lain:
Mempromosikan mengenai Guiding Principles on Business and Human Rights, termasuk praktik baik dan hal-hal yang dapat dipelajari dalam pengembangan bisnis dan HAM. Melakukan capacity building terutama dalam penerapan Guiding Principles on Business and Human Rights. Mendampingi dan berdialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dalam memastikan penerapan prinsip-prinsip bisnis dan HAM
Dalam pertemuan tersebut, Wamen HAM menjelaskan beberapa hal seperti Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (PRISMA), Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM), dan penyiapan regulasi Uji Tuntas BHAM. Menurut Ketua Pokja, Penggunaan PRISMA sangat mudah dipahami bagi Pelaku Usaha dan bermanfaat.
Ketua Pokja mengapresiasi perkembangan Bisnis dan HAM di Indonesia, terutama arah kebijakan dan regulasi bisnis dan HAM di Indonesia adalah bersifat mandatory. Dalam diskusi ini, juga dijelaskan bahwa Korea Selatan dan Thailand juga telah menyusun regulasi Bisnis dan HAM sebagai mandatory, sedangkan Malaysia mengaturnya dalam Rencana Aksi Nasional dan bersifat voluntary.
Dalam penyusunan regulasi mengenai bisnis dan HAM, Indonesia juga dapat belajar dari peraturan di Jerman (Supply Chain Due Diligence Act), Perancis (Law on the Duty of Vigilance), dan EU Directive. Adapun menurut Ketua Pokja, untuk mengefektifitas due diligence BHAM maka diperlukan kejelasan aturan terutama mengenai sanksi dan tanggung jawab serta insentif bagi perusahaan.
Selain itu, Ketua Pokja juga mengapresiasi Pemerintah Indonesia dalam merespon berbagai Komunikasi/Pengaduan yang diterima oleh Working Group khususnya mengenai isu-isu Bisnis dan HAM, antara lain atas isu pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (Nusa Tenggara Barat), penambangan nikel (Sulawesi) dan Proyek Strategi Nasional di Merauke (Papua Selatan).
Ketua Pokja juga mengapresiasi rencana Pemerintah Indonesia untuk hadir dan berpartisipasi secara aktif dalam UN Forum on Business and Human Rights pada 24 -- 26 November 2025. Partisipasi Indonesia diyakini dapat mengangkat komitmen regional Asia dalam mempromosikan praktik bisnis yang menghormati hak asasi manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI