Dan jika ditelisik lagi dan lagi, ternyata Gamelan Jawa yang terdiri dari Kendhang, Saron, Peking, demung, bonang, kenong, kempul, gong serta wayang kulit, adalah hadiah dari Kraton Yogyakarta di tahun 1855. Alat musik itu diberikan sebagai simbol perdamaian guna mempererat hubungan dua entitas Jawa dan Kutai,untuk mampu berkolaborasi berkehidupan.
Pembelajaran seperti ini bisalah akan menjadi efektif dalam mengurai akar konflik kebudayaan kita dan menjalar pada sikap toleransi generasi selanjutnya, menyikapi pada hal perbedaan di sekitar kita.
Dan muaranya, entitas alat musik tadi bisalah menjadi akar untuk menjadikan kebudayaan komunitas baru yang kolaboratif, dengan kesamaan dalam berperilaku dalam kehidupan kita ini kan?
Dan dari situ, kita bisa memahami alur penyebaran kebudayaan Nusantara yang terang-bederang ternyata memiliki kesamaan dari sisi berkeseniannya. Dimana alat musik yang mereka dan kita gunakan ternyata memiliki fisik yang --hampir- sama pulak. Meski irama menggerakan tarian dan lengkukan nyanyian lagunya bisalah berbeda.
Nah, dari kesamaan kebudayaan Nusantara tadi, bisalah menjadi menu wonderful indonesia selanjutnya, yang mampu dikembangankan di masa depan?
Meresapi Sound of Borobudur, sabagai pusat musik dunia!
Tak dipungkiri, Borobudur sudah menjelma menjadi Wonderful Indonesia, dan warisan dunia. Dan merekam banyak hal peradaban Nusantara yang dimulai pada abad ke-8. Candi yang terbangun pada masa Syailendara ini jua meninggalkan jejak kehidupan, yang bisa mudah diungkap Dunia, untuk disesapi.
Setelah berkunjung ke Museum Mulawarman, menjelajahi peradaban Hindu pada abad ke-4, dan peradaban islam di abad ke-12 lalu, bisalah kita lantas terbang lagi ke Borobudur. Di sana, Kita bisa menyaksikan terdapat 1460 panil relief cerita dan 1212 panil relief dekoratif.