Mohon tunggu...
Satria Widiatiaga
Satria Widiatiaga Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam

Guru di Sekolah Alam Aminah Sukoharjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Santri Sang Pengantin Ilmu

21 Oktober 2023   05:20 Diperbarui: 21 Oktober 2023   05:48 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pesantren Jaman Dulu

Suatu hari selepas shalat dhuha bersama para siswa di mushola sekolah, salah satu murid mengajak saya berbicara tentang kelanjutan sekolahnya. Dia menuturkan bahwa selepas lulus sekolah dasar, dia ingin melanjutkan studinya di pondok pesantren. Saya pun memujinya, karena keputusan melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren bukanlah keputusan yang mudah.

Saya pun menanyakan apa alasannya melanjutkan jenjang pendidikan dengan mondok jauh dari orang tua. Dengan spontan dia menjawab santai hanya 'kepengen aja', tanpa ada embel-embel alasan bermacam-macam. Sepintas saya pun memahami, karena kebetulan beberapa saudaranya yang lebih tua, juga mengenyam pendidikan di pondok pesantren, jadi besar kemungkinan dia ingin 'mondok' hanya karena melihat di sekitarnya.

Kisah salah satu murid saya ini bisa dikatakan cukup langka diantara para peserta didik muslim, karena saya meyakini bahwa sebagian besar motivasi peserta didik yang melanjutkan studinya ke pesantren, tak lepas dari keinginan dari para orangtuanya yang benar-benar ingin anaknya belajar dengan fokus baik keilmuan akademis dan agama.

Tidak dipungkiri, sebagian besar anak-anak tentunya selalu ingin bebas menjalani hari-harinya, sehingga mengambil keputusan mengenyam pendidikan di pondok pesantren adalah sesuatu keputusan luar biasa apabila itu murni keinginan dari si anak. Lantas, apa sebenarnya yang menjadi daya tarik utama institusi Pesantren,  dimana hingga kini masih menjadi salah satu jalur pendidikan yang diminati masyarakat, mengingat sejarahnya cukup panjang.

Pada tulisan ini kita tidak akan mengupas cukup jauh tentang variabel-variabel apa saja yang menjadi daya tarik pesantren di mata masyarakat. Tetapi mencoba mengkaji secara kesejarahan umum Pesantren atau mencari 'khittah'-nya tempat mondoknya para santri ini, sehingga kita bisa tahu esensi dasar pembelajaran yang berlangsung di sana.

Sejarah Awal

Pesantren intinya terbagi dari tiga elemen utama, yaitu santri, kyai atau ustadz dan pondok. Konsep pembelajaran ini boleh dibilang orisinil asli Indonesia dan merupakan salah satu khasanah warisan bangsa. Ada beberapa sejarawan, menyatakan konsep pesantren juga bisa ditelusuri jauh sebelum masa Islam datang, yaitu masa Hindu-Buddha. Konsep seperti padepokan atau tempat tinggal para penuntut ilmu di sekitar kuil atau vihara kuno.

Pada mulanya, pesantren tidak terbentuk begitu saja dalam bentuk kompleks pendidikan atau kampus. Ketika Islam datang ke Nusantara, para ulama yang datang diberikan tempat oleh penguasa setempat untuk bermukim dan berdakwah. Awalnya, hanyalah tempat tinggal sang ulama saja, lalu berdatangan para masyarakat setempat untuk belajar agama.

Lalu muncul masalah, ketika ada penuntut ilmu yang datang dari tempat yang jauh membutuhkan tempat tinggal sementara selama belajar. Akhirnya sang Kyai bersama muridnya itu mendirikan tempat tinggal sekadarnya di dekat sang Kyai bermukim. Dari proses ini lama kelamaan memunculkan frase kata kerja yaitu 'nyantrik' atau 'nyantri' dimana dalam istilah jawa artinya adalah 'bermalam' yang bukan di tempat tinggal aslinya.

Istilah 'nyantrik', sebenarnya dipakai dalam tradisi jawa dimana seorang calon pengantin jawa yang menginap semalam di rumah calon mertua sehari sebelum upacara pernikahan (midodareni : red). Namun istilah ini dipakai dalam konteks pendidikan agama Islam pada awal masa penyebarannya, sungguh menjadi proses yang sarat makna yang mendalam. Karena diibaratkan si penuntut ilmu ini adalan calon pengantin yang ingin mempersunting 'ilmu' kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun