Mohon tunggu...
Satria Zulfikar Rasyid
Satria Zulfikar Rasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang mahasiswa juara bertahan di kampus! Bertahan gak wisuda-wisuda.. mau wisuda malah didepak!! pindah lagi ke kampus lain.. Saat ini bekerja di Pers Kampus. Jabatan Pemred Justibelen 2015-2016 Forjust FH-Unram Blog pribadi: https://satriazr.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pengadilan, Sudah Betul-betul Adilkah?

12 Februari 2016   23:57 Diperbarui: 13 Februari 2016   00:11 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi: fajar.co.id"][/caption]

Pengadilan merupakan suatu badan atau instansi resmi yang bertugas untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara, sehingga perspektif para pencari keadilan (justiciabelen) bahwa pengadilan adalah harapan untuk memutuskan suatu perkara atas nama keadilan, bahkan ada adigium yang mengatakan “fiat justitia ruat caelum” yang artinya tegakanlah keadilan walau langit runtuh. Namun kini masyarakat menaruh sikap pesimis pada pengadilan, terbukti dengan perbuatan-perbuatan merendahkan martabat peradilan atau dikenal dengan istilah contempt of court, misalnya membuat kegaduhan di pengadilan pasca vonis hakim, memaki-maki hakim dan bahkan mengejar hakim seperti yang terjadi pada hakim Mahkamah Konstitusi.

Jika kita melihat fenomena contempt of court tersebut, semuanya tentu memiliki hubungan kausalitas, bisa saja karena rendahnya kepercayaan masyarakat dikarenakan putusan hakim yang dirasakan tidak adil, seperti contoh putusan hakim Parlas Nababan yang dalam amar putusannya mengatakan membakar hutan tidak merusak hutan, karena masih bisa ditanam lagi. Hal tersebut sangat jelas dirasakan tidak adil, bagaimana bisa membakar hutan tidak merusak hutan, sedangkan menebang satu pohon saja dikategorikan merusak hutan dan terancam pidana.

Kedua, masyarakat juga semakin pesimis dalam beracara di pengadilan bisa saja karena banyak hakim yang tertangkap akibat melakukan tindak pidana korupsi, bahkan hakim pengadilan agama pernah disidangkan oleh Majelis Kehormatan Hakim karena berbuat mesum di pengadilan, tentu saja hal ini membuat sikap pesimistis masyarakat terhadap lembaga peradilan tersebut.

Sudah Adilkah Pengadilan?

Saya tidak ingin mengkritisi putusan hakim pada artikel ini, karena itu ranah eksaminasi publik yang membutuhkan ketelitian terkait dasar-dasar hukum, simpel saja, saya ingin menghadirkan suatu gambaran yang sering kita jumpai di pengadilan, karena jika saya mengkritisi putusan hakim tentu akan berbicara panjang lebar terkait dasar-dasar hukum, sumber hukum dan yang lainnya, hal itu tidak jarang membuat masyarakat yang tidak bergelut dalam bidang hukum cukup rumit dalam memahaminya, saya akan memberikan tiga contoh yang menggambarkan bahwa pengadilan harus evaluasikan metode dalam ruang peradilan itu sendiri.

Pertama, persoalan baju tahanan saat di ruang sidang. Seringkali saya menemukan suatu disparitas dalam penggunaan baju tahanan di ruang sidang, disparitas atau perbedaan ini saya amati ketika saya ditugaskan dari kampus untuk melakukan peninjauan persidangan, dimana di pengadilan tempat saya berada, wajib bagi si terdakwa diluar terdakwa korupsi  menggunakan baju tahanan.

Sebut saja contohnya pengedar narkoba, pencuri atau kasus lainnya selain korupsi, wajib bagi mereka menggunakan baju tahanan berwarna merah, sedangkan di sidang tipikor, saya tidak pernah menemukan terdakwa korupsi pernah menggunakan baju tahanan, padahal jika kita berbicara extra ordinary crime justru aktor atau koruptor yang seharusnya diprioritaskan untuk mengenakan baju tahanan, karena suatu kejahatan luar biasa harus ditindak dengan cara yang luar biasa pula. Namun justru terdakwa diluar kasus korupsi yang menggunakan rompi tahanan, ini sangat dilema.

Coba bandingkan antara dua foto di bawah ini, di satu sisi terdakwa korupsi bebas menggunakan baju apa saja, yang penting tetap dalam koridor kesopanan, namun disisi lain terdakwa di luar kasus korupsi justru menggunakan baju tahanan atau baju bertuliskan terdakwa, seharusnya pengadilan bisa bersikap adil dengan hal ini, efek jera dari penggunaan baju yang diyakini bisa menimbulkan rasa malu dan kapok seharusnya diterapkan untuk semua atau tidak diterapkan untuk semua, disana dapat dinilai pengadilan betul-betul lembaga yang adil.

[caption caption="Terdakwa kasus korupsi wisma altet, M Nazaruddin menjalani sidang vonis di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jumat (20/4/2012). Majelis hakim menjatuhi hukuman penjara empat tahun sepuluh bulan, denda 200 juta, dan subsider empat bulan. (sumber: http://lipsus.kompas.com/ )"]

[/caption]

[caption caption="Foto: Terdakwa Helmi Muhammad Alamudi, Kasus Anggota ISIS di PN Jakbar Selasa (9/2/2016) (Rini/detikcom)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun