Mohon tunggu...
Claudia Larassati
Claudia Larassati Mohon Tunggu... Freelancer - Blog

medium.com/@satiisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dinamika Gender dalam Dunia Milenial

6 November 2019   19:40 Diperbarui: 6 November 2019   20:05 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berbeda di setiap budaya

Berbeda dari waktu ke waktu

Konsep jender masih terus berkembang dan berubah. Jender memungkinkan adanya perubahan definisi jika masyarakat memiliki kacamata yang berbeda pula dalam memandang seksualitas itu sendiri. Lalu, bagaimanakah perjalanan jender dalam dunia milenial masa kini?

Jender dalam Manuskrip 

Kita seringkali mengulik tentang perjalanan studi jender yang erat dengan pergerakan feminisme. Wacana feminisme datang dari belahan dunia barat. Namun, kita tidak pernah membaca perjalanan jender dalam negeri sendiri. Kita lupa bahwa manuskrip-manuskrip Jawa turut merekam bagaimana masyarakat jawa di zaman kerajaan melakukan konstruksi tentang peran dan posisi perempuan.

Dalam manuskrip-manuskrip Jawa, kita akan menemukan dharma yang harus dipegang oleh setiap perempuan. Kitab Kakawin, dalam cerita epos Ramayana menunjukkan bahwa perempuan hendaklah mengurung diri di rumah. Perempuan haruslah patuh dan memegang dharma sebagai istri dengan mengurus urusan rumah. Kita akan sering melihat ilustrasi penuh tentang perempuan berada di dalam tandu ketika bepergian. Ilustrasi lainnya merupakan gambar-gambar yang menunjukkan bagaimana perempuan memiliki peran dan posisi sebagai ibu yang dihormati, istri yang taat, dan banyak lainnya yang menunjukkan bagaiamana perempuan digambarkan dalam posisi domestik. Di lain sisi, kita akan melihat ilustrasi yang berbeda tentang dunia laki-laki. Laki-laki digambarkan secara aktif dan dapat keluar dengan bebas. Laki-laki keluar dengan berkuda dan tidak harus menutupi dirinya. Urusan laki-laki juga identik dengan urusan publik. Ilustrasi laki-laki seringkali digambarkan sebagai laki-laki yang gagah, memiliki tugas untuk melindungi wilayah, dan dapat berperang.


Ada perbedaan dalam posisi dan peran antara perempuan dan laki-laki yang digambarkan dalam manuskrip Jawa. Meskipun beberapa tokoh perempuan juga dihormati sebagaimana ilustrasi tentang Ratu Kidul yang begitu dihormati oleh Panembahan Senapati, tetapi secara garis besar dapat disimpulkan bahwa masyarakat jawa di kerajaan menganggap perempuan sebagai perhiasan dan bertugas mengurus urusan domestic, tidak keluar rumah, serta tidak untuk dilihat oleh sembarang orang---dalam kasus perempuan bangsawan. Di lain sisi, laki-laki digambarkan memiliki peran aktif dalam masyarakat dan menduduki jabatan penting.

Jender dalam Pertarungan Intelektual

Dinamika jender dalam era milenial rupanya membawa pengaruh dalam banyak hal. Perkembangan ilmu jender saat ini juga seringkali dihubungkan dengan peran dan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam dunia akademik. Kita mulai mengukur tentang seberapa banyak akademisi perempuan dan laki-laki. Dunia intelektual seolah menjadi pertarungan baru bagi para peneliti jender. Meskipun meta summary yang dilakukan berfokus pada kuantitas, tetapi tentu saja penemuan ini dapat berguna untuk menentukan bagaimana menciptakan dunia pendidikan yang responsif gender dalam ruang-ruang kelas.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perkembangan intelektual dan berpikir anak laki-laki dan perempuan selama di bangku sekolah dan perguruan tinggi itu sama. Baik perempuan maupun laki-laki memiliki perkembangan yang sama dalam berpikir kritis. Namun, penemuan selanjutnya menunjukkan bahwa adanya perubahan yang sangat signifikan ketika perempuan dan laki-laki lulus dari masa-masa sekolah atau kuliah. Umumnya, daya intelektual laki-laki lebih berkembang pesat dibandingkan perempuan. Lalu, apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?

Lingkungan rupanya memilih pengaruh yang besar terhadap produktifitas intelektual dan daya berpikir perempuan. Lingkungan yang mendukung dan memfasilitasi para perempuan untuk berpikir kritis akan menghasilkan para akademisi perempuan yang juga produktif. Tidak benar adanya pendapat bahwa berkeluarga menghambat para ibu untuk tidak produktif dalam menulis artikel atau makalah ilmiah. Selama lingkungan keluarga mendukung dan menyediakan lahan bagi para ibu untuk terus mengembangkan kemampuan berpikirnya, maka perempuan-perempuan yang berkeluarga---secara mengejutkan, menghasilkan tulisan (paper) lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yang belum menikah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun