"Apakah sudah punya pacar? Kita jadian sekarang?" ungkapnya.
Aku tak bisa menolak saat dia mengatakan hal itu. Kebahagiaan memenuhi bejana hatiku. Aku melewati Maret penuh sukacita. Saat itu dia selalu memberi perhatian di tengah kesibukkan kerja. Perasaan cintaku padanya semakin besar. Setiap hari kukirim pesan cinta untuknya. Berharap aku tak pernah hilang dari benak dan hatinya.
April mulai mekar. Tepat di puncak 19 April aku bahagia. Saat itu aku malu ketika dia mengucapkan ulang tahun bersama teman-teman. Rasa cintaku akan dirinya semakin mendalam. Waktu terus berputar. April membawaku bertualang di hatinya. Rasa sayangku berlebihan. Aku pun mulai mencintainya tanpa pertimbangan.
"Mengapa dulu aku harus seperti ini?" tanyaku.
Tanganku terus menggenggam rosario kudus. Bunda Maria mendengar curahan hati ini. Airmata menumpuk di pelupuk mata. Sakit jika dikenang kembali. Aku menarik napas dalam-dalam. Dia sungguh hebat membawaku pada kesepian yang tak berujung.
"Belum tidurkah? Jangan lupa makan. Ingat selalu senyum," pesan masuk yang kedua darinya malam ini.
Dalam hati ada protes, "Mengapa dia selalu tak pernah mengerti denganku. Setiap kesalahannya, aku selalu yang pertama meminta maaf. Kesalahannya hilang dalam lima menit."
Aku tahu cinta yang tulus selalu menjaga satu hati. Sayangnya, dia tidak memiliki ketulusan cinta. Dia juga tidak mampu menjaga satu hati untukku. Aku selalu menyimpan kesalahan dalam hati. Dua wajah baru hadir dalam hidupnya. Aku takut bertanya siapakah mereka. Jawaban tanpa pertanyaan itu mustahil. Dia pasti menjawab bahwa mereka bukan siapa-siapa bagiku. Aku percaya kata-katanya dalam seribu keraguan.
Keraguanku semakin kuat. Dia mengontakku seminggu sekali. Tidak seperti biasa dia selalu memberi perhatian. Aku rindu akan semuanya. Perasaan sakit terus menikam hati. Namun semuanya lenyap saat dia kembali memberi perhatian. Aku luluh di hadapannya. Aku merasa kakuh dan tak mampu marah padanya.
Di penghujung Desembar dia menanyakan kabar. Saat itu aku sudah selesai wisuda. Aku berharap kehadirannya tidak hanya mengisi ruang cinta ini. Selepas sapaan manja di ujung Desember, dia hilang kabar. Maret bersemi aku menerima kontak darinya. Tuntutan kerja membuatnya rindu padaku.
Aku mengikuti setiap permintaannya. Semua karena cinta. Rasa cintaku semakin memuncak saat dia ingin bertemu. Aku lupa diri. Segala cara kulakukan agar bisa bertemu dengannya. Awalnya dia cuek dan tak mau berbicara denganku. Namun, perasaan cemburu mulai merambat ke hatinya saat ada yang memberi perhatian padaku. Sapaan manjanya menghayutkan. Aku seperti mengidap penyakit cinta yang luar biasa. Aku lupa diri. Aku hilang dalam batas kewajaran dan kesadaran. Aku berharap pandanya.