Mohon tunggu...
Sasty Jemali
Sasty Jemali Mohon Tunggu... Model - Berselubung Doa Sang Bunda

Young business is cool and women deserve to be successful

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Cinta Padamu

5 Desember 2019   02:26 Diperbarui: 11 Desember 2019   13:16 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bintang itu indah di langit gelap malam ini. Terang seorang diri. Di balik jendela kamar aku terbelalak dalam tetesan airmata. Entahlah karena apa dan kuharap bukan karena siapa. Sesekali ayam berkokok. Dia tak tahu waktu masih menyentuh angka 23.00. Dia seolah menawar diri tuk jadi penghibur bagiku.

Pesan WhatsApp yang kukirim padanya tenggelam bersama kokok sang jago. Aku tak tahu apa yang terjadi. Profil WhatsApp-nya berubah menjadi putih.

"Blokir?" ungkapku dalam hati.

Aku berusaha menahan tangis. Sudah seringkali aku mengalami hal yang sama.

"Untuk apa menangis jika itu sudah menjadi kebiasaannya," aku menguatkan diri.

Aku selalu menuruti setiap keinginannya. Disakiti olehnya pun aku tetap bertahan. Aku tahu mata hatiku buta ketika melihat tingkahnya. Dia selalu benar meski salah. Aku tak tahu apa yang merasuki diri ini. Kegelisahan batinku menerobos pertahanan manusiawiku.

Terlelap dalam khayal, aku dikagetkan bunyi pesan masuk. Dengan cekatan kuraih handphone di balik kain panasku.

Aku kesal saat pesan itu bukan darinya, "Sial, mengapa bukan dari dia?"

Di balik rasa sedih, aku merasa dikuatkan. Pemilik pesan yang masuk ke handphone-ku memberi sedikit angin segar. Pesan darinya menarikku kepada terang yang memberi kedamaian dan kehangatan.

"Mengapa setiap kegelisahan itu datang dia selalu mengirim pesan untukku?" ungkapku sebelum membuka pesan.

"Malam. Apa kabar? Sudah makankah? Kenyang?" aku hanya membaca pesan darinya.

***

Drama pergulatan akan dirinya semakin besar. Aku menatap sekeliling kamar. Kesedihan menari-nari di pelupuk mataku. Mengapa waktu selalu mengundang tangis dari bola mataku? Aku berada di ambang penantian.

Aku bangkit dari tidur. Kutatap lekat wajah malangku di depan cermin. Aku asing dengan wajahku sendiri. Pisau penderitaan terus mengiris kenangan yang kulewati bersamanya. Kini aku memulai ziarah airmata. Mungkin dengan begitu aku bisa membebaskan diri.

Aku membuka lemari kamar. Di balik laci kuraih sebuah rosario kudus. Kata mama rosario itu pemberian Kakekku yang adalah seorang Uskup. Selepas meraihnya aku merebahkan badan di atas tempat tidur. Aku bergumul dan bergulat dengan diriku sendiri. Penantian yang tak berkesudahan hilang saat rindu membuatku mati. Hanya airmata yang bisa menerobos daya tahan insaniku. 

Dalam genggaman rosario aku kembali ke masa lalu. Kembali dalam bingkai galeri nostalgia. Terkubur di benakku November 2017. Saat itu aku memulai kisah yang selalu saja terkubur airmata. Aku dan dia saling kontak. Pesan darinya selalu membuatku tersenyum. Aku selalu ingin disapa olehnya.

Kerinduanku akan dirinya selalu bergelombang. Setiap saat aku ingin mengetahui kabarnya. Lewat layar WhatsApp aku menaruh harap padanya. Usai sudah aku mengarungi lorong-lorong pencarianku. Sorot matanya meluluhkan hati. Aku diseret oleh waktu hingga kokok ayam berbunyi. Malam terasa indah saat dia menatap wajah ini.

Tanpa sadar ibu jari dan jari telunjukku menekan rosario kudus. Aku kaget dalam lamunan asmara.

"Ah, Tuhan. Mengapa aku harus mencintainya secara mendalam?" protesku.

Waktu menunjukkan pukul 01.00. Aku menyapa WhatsApp-nya. Dia tetap mengurung rindu ini. Sakit namun harus bertahan. Hati ini akan menjadi ring tarung  antara rasa sakit dan ingin mencintainya.

***

Maret bulan bahagiaku.  Cintaku mulai mekar saat pertanyaan cinta itu muncul.

"Apakah sudah punya pacar? Kita jadian sekarang?" ungkapnya.

Aku tak bisa menolak saat dia mengatakan hal itu. Kebahagiaan memenuhi bejana hatiku. Aku melewati Maret penuh sukacita. Saat itu dia selalu memberi perhatian di tengah kesibukkan kerja. Perasaan cintaku padanya semakin besar. Setiap hari kukirim pesan cinta untuknya. Berharap aku tak pernah hilang dari benak dan hatinya.

April mulai mekar. Tepat di puncak 19 April aku bahagia. Saat itu aku malu ketika dia mengucapkan ulang tahun bersama teman-teman. Rasa cintaku akan dirinya semakin mendalam. Waktu terus berputar. April membawaku bertualang di hatinya. Rasa sayangku berlebihan. Aku pun mulai mencintainya tanpa pertimbangan.

"Mengapa dulu aku harus seperti ini?" tanyaku.

Tanganku terus menggenggam rosario kudus. Bunda Maria mendengar curahan hati ini. Airmata menumpuk di pelupuk mata. Sakit jika dikenang kembali. Aku menarik napas dalam-dalam. Dia sungguh hebat membawaku pada kesepian yang tak berujung.

"Belum tidurkah? Jangan lupa makan. Ingat selalu senyum," pesan masuk yang kedua darinya malam ini.

Dalam hati ada protes, "Mengapa dia selalu tak pernah mengerti denganku. Setiap kesalahannya, aku selalu yang pertama meminta maaf. Kesalahannya hilang dalam lima menit."

Aku tahu cinta yang tulus selalu menjaga satu hati. Sayangnya, dia tidak memiliki ketulusan cinta. Dia juga tidak mampu menjaga satu hati untukku. Aku selalu menyimpan kesalahan dalam hati. Dua wajah baru hadir dalam hidupnya. Aku takut bertanya siapakah mereka. Jawaban tanpa pertanyaan itu mustahil. Dia pasti menjawab bahwa mereka bukan siapa-siapa bagiku. Aku percaya kata-katanya dalam seribu keraguan.

Keraguanku semakin kuat. Dia mengontakku seminggu sekali. Tidak seperti biasa dia selalu memberi perhatian. Aku rindu akan semuanya. Perasaan sakit terus menikam hati. Namun semuanya lenyap saat dia kembali memberi perhatian. Aku luluh di hadapannya. Aku merasa kakuh dan tak mampu marah padanya.

Di penghujung Desembar dia menanyakan kabar. Saat itu aku sudah selesai wisuda. Aku berharap kehadirannya tidak hanya mengisi ruang cinta ini. Selepas sapaan manja di ujung Desember, dia hilang kabar. Maret bersemi aku menerima kontak darinya. Tuntutan kerja membuatnya rindu padaku.

Aku mengikuti setiap permintaannya. Semua karena cinta. Rasa cintaku semakin memuncak saat dia ingin bertemu. Aku lupa diri. Segala cara kulakukan agar bisa bertemu dengannya. Awalnya dia cuek dan tak mau berbicara denganku. Namun, perasaan cemburu mulai merambat ke hatinya saat ada yang memberi perhatian padaku. Sapaan manjanya menghayutkan. Aku seperti mengidap penyakit cinta yang luar biasa. Aku lupa diri. Aku hilang dalam batas kewajaran dan kesadaran. Aku berharap pandanya.

***

Kokok ayam mengagetkanku. Tampak pipiku memerah. Aku hanyut dalam bahasa cinta. Dia datang memberi luka dan meninggalkan sakit. Di layar handphone waktu menunjukkan pukul 03.00. Tanganku menggenggam Corpus Cristi rosario.

"Apakah aku tadi berdoa rosario? Mengapa aku tiba pada akhir dari peristiwa-peristiwa rosario? Siapakah yang berdoa bersamaku?" aku bergumam.

Rasa sakit karena cinta seketika itu hilang saat doa mengagetkanku. Apakah ini pertanda bahwa aku harus selalu berdoa rosario? Bersyukur dalam doa saat masalah datang silih berganti. Curhat pada Bunda Maria ketika airmata tak mampu memikul semua beban hidup.

Aku kembali masuk dalam lamunan. Dalam hati ada niat tuk mengakhiri semuanya dengan mengenang kembali. Bukan untuk kembali kepadanya. Aku hanya ingin kisah ini menjadi alas kaki bagiku tuk berjalan agar jangan tersesat lagi. Dengan mengenang semuanya bisa tenang.

Waktu menunjukkan pukul 04.00. Sebuah pesan WhastApp muncul di layar handphone.

"Halo. Kenapa belum tidur? Ada pekerjaan kah? Ingat jaga kesehatan. Nanti sakit baru rasa. Kesehatan lebih penting dari semuanya," pesannya.

Ketika membaca pesan itu aku keluar dari egoku sendiri. Ternyata selama ini ada orang lain yang diam-diam mencintaiku. Aku terlalu naif pada satu hati yang selalu membuatku menangis. Perasaan bersalah itu muncul. Namun, aku masih menyayangi dia meski sakit yang kurasa. Dalam hati aku minta maaf untuk satu rasa yang menggantung.   

***

Satu rasa yang menggantung. Aku berpikir tentang rasa yang menggantung itu. Rasa yang mau mencintaiku secara tulus. Aku mulai sadar bahwa aku sedang berada dalam rasa yang sama. Rasa yang digantong oleh orang yang sangat kusayangi. Selepas pertemuan dengannya banyak airmata yang terbuang. Berkali-kali aku menangis karenanya. Seribu cara kubuktikan kepada dua wajah baru di hidupnya kalau aku adalah miliknya. Namun, usahaku tidak diimbangi oleh dia yang kucintai.

"Mengapa Tuhan?" tanyaku.

Aku mengarungi samudra cinta seorang diri. Aku kering di atas sukacitanya. Apakah ini namanya cinta? Cinta selalu punya hati yang mampu mengimbangi pikiran. Tidak dengan hatinya. Aku selalu tersakiti. Di hadapannya aku sengaja kuat.

Waktu tak pernah bohong tentang rasa. Airmata tak pernah berhenti memberi kesegaran hati. Aku tahu luka yang kurasakan akan memberi kebahagiaan. Setelah sekian lama terkubur dalam luka, aku kini bisa bangkit kembali. Hatiku yang tersakiti telah menemukan titik pijak yang baik.

Berbagai cara kulakukan untuk meramal masa depan. Semuanya sia-sia. Aku lebih percaya pada Tuhan. Apa yang digariskan Tuhan tidak bisa dibatalkan oleh manusia. Percuma jika kakiku kuat mengejarnya namun hatinya bukan untukku. Aku telah mengorbankan satu hati demi mencintai dia. Kini aku sadar semuanya harus dimulai dari awal.

Aku memohon maaf pada malam. Bersamamu aku mengejar cinta yang sia-sia. Malam rela bergulat denganku, mendengar curhatku namun semuanya hilang. Aku tidak menyesal karena tidak mampu mengejarmu terus. Aku tetap setia pada rasa cintaku sendiri. Rasa yang tidak mungkin lagi ada untukmu. Rasa yang tersakiti saat engkau menebarkan sakit untuk keluargaku. Rasa yang selalu menggangguku saat janjimu sebatas ucapan mulut.

Aku berjanji pada malam tuk mengisi kebahagiaan yang jatuh ke hatiku selama ini. Aku sibuk membuang cinta. Namun, ada mereka yang selalu memberi cinta tanpa kusadari hal itu. Aku mau memberi cinta pada hati yang selalu ada untukku.

Pada dia yang pernah mengatakan 'Cinta yang datangnya dari hati akan kembali ke hati,' Aku Cinta Padamu. Wahai kamu penyair cinta ini kujanjikan hati yang tulus mencintai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun