Mohon tunggu...
Rochani Sastra Adiguna
Rochani Sastra Adiguna Mohon Tunggu... wiraswasta -

sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Suluk Wujil [4]

3 Januari 2013   02:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:36 1255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

1.Tujuan orang beribadah

“ guru, apakah yang dimaksud dengan manunggaling kawula lan Gusti, itu?” Wujil bertanya.

‘ wahai Wujil dalam kehidupan ini sukar untuk mati, selagi orang tersebut masih hidup jarang orang yang mencapainya. Mati merupakan tujuan orang yang beribadah, orang yang berbakti. tiada lagi hitung menghitung, sebab kembali kepada asalnya.”

“Bilamana masih memperhitungkan sesuatu tentu engkau tidak akan menemukan apa yang kau idamkan. Bilamana engkau ingin menemukannya, maka hilangkan dahulu nafsu-nafsumu. “

“Bilamana engkau sudah menemukannya, maka engkau akan menemukan kesamaan, kemauan manunggal dengan kehendak. Tunggal wujud beda nama, tunggal kehendak berlainan wujud, segalanya manunggal.”

“Setelah manunggal serta setia dalam mati dan hidup, tiada larangan perihal sandang pangan. Semua kehendaknya manunggal dengan kehendakNya.”

“ orang yang dikasihi tidak boleh memilih atau membagi, itulah tanda kehendak-Nya. Orang yang masih memilih dan membagi adalah orang yang berada di luar, tidak akan tahu apa yang ada di dalamnya.”

“Sembahnya hanya disebarkan tanpa arah, sebab tidak tahu yang ada di dalam Puri. Hanya mendengar saja, maka yang diperhatikan keratonnya, janganlah engkau hanya mendengar beritanya saja, berita itu sesungguhnya menyesatkan, bila engkau salah mengerti.”

Niken Satpada kemudian diperintahkan untuk mengambil cermin,  setelah cermin dibawa menghadap Guru kemudian di sandarkan pada pohon kayu ‘wungu’.

“ Wujil dan Satpada, kalian bercerminlah disitu.” Kedua orang itu bergegas ada di ddepan cermin, yang tinggi dan lebarnya melebihi badan ke duanya. Setelah Wujil berada di depan cermin, WUjil kelihatan seperti anak-anak yang berwajah jeruk wangi, karena sudah tua.

“ wahai Wujil kau yang berdiri, aku bersila saja “ kata si Satpada.

“ kalian berdua, lihat baik-baik, disitu ada  dua bayangan yang selalu bersatu kehendak.” Kata sang Panembahan Wahdat.

“ Wujil, kehendakku dan kehendakmu, dimana bersatunya” sela satpada .

“ Engkau dan aku adlah laki-laki dan wanita , dimana bersatunya” sahut Wujil.

“ tidak ada bedanya antara laki-laki dan perempuan bersatu di dalam cermin, seperti layaknya laki-laki dan perempuan yang dipeprsatukan diatas ranjang.” Jawab sang Panembahan.

Satpada masih belum dapat menangkap arti dari manunggalnya Gusti dan kawula.

Wujil juga keliru pendapatnya “laki-laki dan wanita tidak ada bedanya yang ada dalam cermin, wujudnya satu. Laki-laki dan wanita kalau sudah ada dalam cermin , tidak lagi dikatakan laki-laki atau wanita, karena itu adalah rasa tunggal.”

Satpada menyahut” perkataan Wujil mulai menyerempet-serempet tentang hal asmara.”

Wujil cepat menyahut” aku tidak bermaksud seperti itu. engkau salah paham Satpada.”

Panembahan Wahdat tersenyum dan menjelaskan;” Wujil, kau diamlah dan perhatikan wujud yang ada dalam cermin itu, datang dan perginya wujud itu. wujud yang di dalam cermin itu, bilamana datang dari mana tempatnya, dan ketika wujud itu pergi, kemana arah perginya. Nah coba Wujil, kau pergilah ke belakang cermin. “ Wujil mengikuti perintah Gurunya.

“Satpada, perhatikan dua rupa itu. sekarang pertanyaanku, dimana rupa sang Wujil yang tadi ada di dalam cermin itu?” kata sang Guru.

“ yang ditanya kebingungan, dan berkata “ Betul Guru, hanya ada satu wujud, yaitu rupaku saja. Meskipun Wujil ada dibelakang cermin, tidak kelihatan rupanya.”

“ Satpada, sekarang kau pergilah ke tempat sang Wujil  Kinasih. Wujil ka, kesinilah dan berdiri di depan cermin.!” Perintah sang Guru.

Wujil pun segera bertukar tempat dengan Niken Satpada.

“ nah sekaranga da tidak rupa si Satpada, dalam cermin itu?” tanya sang Guru.

“ tidak ada rupa wanita, Guru, yang ada hanyalah wajahku. Menurut pendapat hamba yang bodoh, manunggalnya dua kehendak itu ; tiadanya adalah ada, dan adanya adalah tiada.” Jawab Wujil.

“ bagaimana penjelasannya pernyataanmu itu, Wujil ?” tanya sang Guru.

“ tidak ada penjelasannya Guru.”


sumber:

1. Suluk Wujil Sunan Bonang

2. Suluk Seh Melaya

3. Serat Pustaka Raja Purwa, 2006, Pura Pustaka Yogyakarta

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun