Mohon tunggu...
Sabrina Azmi Shafa Az Zahro
Sabrina Azmi Shafa Az Zahro Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Seorang pelajar dengan dunia nya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makan Beling sambil Melihat Masa Depan

28 Februari 2024   12:04 Diperbarui: 28 Februari 2024   12:32 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sabrina Azmi Shafa Az Zahro

12 IPS 4, SMA Negeri 3 Kabupaten Tangerang

            “Oh, yang makan beling itu?” Sering menjadi pernyataan yang diucap ketika mendengar tentang Debus. Debus adalah kesenian khas Provinsi Banten yang dikenal dengan atraksi-atraksi yang berkesan sadis. Atraksi tersebut dapat berupa menusuk diri, membakar diri, dan tentu saja, memakan (mengunyah) beling. Atraksi-atraksi yang ditampilkan berkaitan dengan nama Debus itu sendiri. Secara bahasa, kata “debus” memiliki dua arti. Dalam Bahasa Sunda, debus berarti tembus dan dalam Bahasa Arab, debus (dabbus) berarti jarum tusuk.

            Berbeda dari sekarang, Debus berawal dari Kesultanan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin yang dimana seorang tokoh penyebar agama Islam bernama Nurrudin ar-Raniry menggunakan Debus sebagai media untuk menyebarkan agama Islam di Banten. Debus berubah menjadi sarana ilmu kekebalan untuk melawan penjajah pada masa kolonial Belanda. Dengan merdeka nya Indonesia, Debus sekarang menjadi kearifan lokal khas Banten yang digunakan untuk upacara adat atau seni hiburan.

            Globalisasi tentu memberi pengaruh terhadap Debus. Banyak kearifan lokal berupa seni budaya Indonesia yang mulai luntur dan hilang karena ada nya globalisasi, termasuk Debus. Hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja, karena banyak seni budaya menjadi ciri khas Indonesia yang paling mencolok.

Globalisasi, Pedang Bermata Dua bagi Kesenian Debus

           Ada nya globalisasi membuat orang-orang lebih tertarik ke hal-hal yang modern. Banyak seni tradisional Indonesia yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat Indonesia, terutama generasi muda. Debus yang juga merupakan seni tradisional sering terkena dampak tersebut.

            Walaupun begitu, globalisasi justru dapat digunakan untuk melawan dampak negatif dari globalisasi itu sendiri. Debus memiliki potensi yang dapat digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk memutarbalikkan globalisasi menjadi sarana untuk mempertahankan Debus. Potensi tersebut adalah menjadikan Debus sebagai tempat wisata. Globalisasi dapat digunakan untuk mengunggulkan Debus sebagai ciri khas Banten yang dapat menarik wisatawan luar negeri maupun dalam negeri sehingga kesenian Debus dapat terus bertahan di era globalisasi.

Masa Depan Debus

             Masih ada harapan untuk masa depan kesenian Debus. Dengan upaya yang dilakukan saat ini, ada kemungkinan untuk Debus sebagai seni tradisional khas Banten meluas ke berbagai kalangan, termasuk generasi muda. Ketika generasi muda mengenal lebih tentang Debus, akan muncul kepedulian terhadap kearifan lokal Banten.

            Kepedulian generasi muda sangat berpengaruh bagi masa depan kearifan lokal Banten. Sudah banyak orang dari generasi muda yang tertarik untuk mempertahankan tidak hanya Debus, tetapi berbagai seni budaya Indonesia lain nya. Hal ini menjadi harapan bagi Debus untuk terus ada sebagai kearifan lokal Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun