Kita hidup di era Society 5.0 yang dapat dilihat dari cepatnya perkembangan di bidang teknologi. Teknologi saat ini, sangat terikat dengan kehidupan sehari-hari. Bayangkan, jika telepon genggam Anda tidak ada? Apa yang akan Anda lakukan? Sekarang, semuanya serba digital, mulai dari komunikasi, pekerjaan, hingga hiburan. Selain itu, karena cepatnya perkembangan teknologi, informasi dapat menyebar dalam waktu yang cepat dan dalam skala ruang yang luas. Misalnya, di platform TikTok, seseorang dapat mengunggah sebuah video dan dapat dilihat oleh orang lain dimana pun dan kapan pun.
Â
Pada tahun 2019, aplikasi yang awalnya dikenal sebagai musical.ly telah melakukan rebranding menjadi TikTok dan kembali mendapatkan popularitasnya. Aplikasi ini kembali tenar disebabkan oleh banyaknya konten dance dengan lagu yang seru dan menarik untuk dilakukan oleh audiens. Seiring berjalannya waktu, platform media sosial ini menjadi lebih dominan dan berkembang pesat di seluruh dunia. TikTok telah menjadi pusat tren yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan mulai dari kecantikan, fashion, makanan, teknologi, hingga gaya hidup sehingga dapat membentuk pola pikir dan opini penontonnya. Dengan TikTok yang menjadi pusat tren, platform ini dimanfaatkan sebagai media pemasaran yang efektif. Hal ini dapat mendorong perilaku konsumerisme pada masyarakat.
Â
TikTok memiliki kemampuan untuk membuat suatu produk viral dalam waktu yang singkat dengan adanya fitur "For You Page" atau FYP. Video yang muncul di FYP pengguna akan disajikan sesuai dengan preferensi berkat adanya algoritma yang canggih. Berbagai video menarik akan muncul dan akan dilihat oleh jutaan pengguna aplikasi tersebut. Hal ini dapat menciptakan sebuah fenomena bernama Bandwagon Effect. Bandwagon effect merupakan istilah untuk mendeskripsikan fenomena ketika seseorang cenderung mengikuti suatu tren.
Â
Video-video TikTok pastinya terlihat memukau dan kreatif sehingga dapat menarik konsumen untuk membeli produk yang sama. Seperti hal nya melakukan haul atau outfit check di TikTok yang membuat konsumen menginginkan hal-hal tersebut dan dapat mengarah ke perilaku impulsif dalam berbelanja. Ditambah lagi dengan adanya TikTok Shop yang mempermudah orang-orang untuk mencantumkan dan membeli barang yang dipromosikan. Selain itu, terdapat video edukatif dan inspiratif. Banyak pengguna aplikasi ini yang membuat ulasan produk dengan jujur dan disertai tips pemakaian ataupun perbandingan dengan produk tertentu yang dapat mendorong konsumen untuk membuat keputusan dan membeli barang tersebut. Ada juga video-video yang dikemas dengan hal-hal yang dapat menyentuh hati audiens. Seperti menggunakan cerita inspiratif ataupun musik yang menyentuh. Hal seperti itu dapat menggugah konsumen untuk ikut mau membeli karena ingin merasakan hal positif yang sama.
Â
Influencer juga berperan penting dalam mempengaruhi konsumen. Ada banyak sekali influencer di aplikasi TikTok. Ketika seorang influencer, khususnya influencer favorit, merekomendasikan suatu produk, bahkan jika konsumen awalnya tidak terpikir untuk membeli produk tersebut, konsumen akan merasa cenderung ingin dan termotivasi untuk membeli produk tersebut. Hal ini membuktikan adanya social proof, yaitu suatu fenomena psikologis yang mengasumsikan perilaku seseorang dapat terpengaruh dan mengikuti perilaku orang lain.
Â
Strategi promosi di TikTok juga banyak yang menghubungkan suatu produk terhadap estetika atau gaya hidup tertentu. Biasanya hal-hal seperti ini mencakup bidang fashion, kecantikan, dan kesehatan. Karena banyaknya orang yang mengunggah hal-hal seperti ini, audiens menjadi lebih sadar dan peduli terhadap isu-isu tersebut. Contohnya, seperti produk perawatan yang hanya mengandung bahan-bahan alami yang sekarang menjadi lebih popular. Produk seperti ini menarik dan banyak dibeli bukan hanya karena kualitasnya tetapi juga  karena produk ini dinilai dapat memiliki nilai estetika atau gaya hidup tertentu.
Â
Pemicu konsumerisme yang menurut saya paling utama adalah FOMO atau Fear of Missing Out. Dengan banyaknya tren yang berlalu lalang, muncul rasa takut tertinggal untuk membeli dan mencoba barang atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Hal-hal tersebut dilakukan semata-mata untuk terkesan up-to-date. FOMO dapat memberikan rasa bahagia saat sudah mengikuti tren tersebut. Orang-orang dapat merasa ideal dengan memiliki barang-barang tersebut. Padahal tidak melulu harus seperti itu.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi tren dengan baik agar terhindar dari perilaku konsumerisme:
1. Melakukan edukasi dan meningkatkan kesadaran.
Sebagai seorang konsumen kita harus bisa mencari tahu mengenai produk yang akan kita beli lebih dalam lagi. Kita juga harus bisa menelaah yang mana hal yang timeless dan yang mana yang hanya mengikuti tren. Selain itu, kita juga harus bisa mengetahui teknik pemasaran agar dapat lebih bijaksana dalam bertransaksi.
Â
2. Mendukung produk berkelanjutan
Kita dapat mengupayakan konsumerisme dengan melakukan upcycling. Contohnya, pakaian lama yang sudah tidak disukai dapat di daur ulang menjadi suatu hal yang lebih menarik dan akan digunakan kembali. Bisa juga dengan menggunakan produk daur ulang dan produk yang diproduksi secara lokal dan etis.
Â
3. Mendorong gaya hidup minimalis
Gaya hidup minimalis bukan berarti memiliki barang yang sedikit. Namun, memprioritaskan membeli hal-hal yang bener-benar penting dan dibutuhkan. Gaya hidup ini dapat terwujud dengan melakukan refleksi diri sebelum melakukan pembelian. Bertanya kepada diri sendiri, apakah barang ini benar-benar dibutuhkan atau sekedar karena tren.
Â
4. Menumbuhkan rasa JOMO
JOMO atau Joy Of Missing Out adalah kebalikan dari FOMO. JOMO berarti merasa bahagia dan puas dengan apa yang sudah kita miliki sehingga tidak merasa butuh untuk mengikuti atau memiliki hal-hal yang sedang trending. Sikap ini dapat ditumbuhkan dengan memfokuskan diri pada hal-hal yang penting, seperti eksplorasi diri, mencari tahu minat bakat kita, menumbuhkan rasa nyaman dengan diri sendiri, dan lebih menikmati waktu tanpa teknologi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI