Hari Minggu siang kemarin (06/07/2013), saya terpaksa menegur dengan keras 2 orang anak tetangga rumah saya (laki-laki dan perempuan), karena mereka sudah mengucapkan kata-kata yang tidak pantas untuk mereka ucapkan sebagai anak-anak.
Semua berawal dari ucapan anak perempuan yang tidak senang karena sudah dilecehkan oleh teman prianya itu. Katanya, "Dasar jelek loe". Tidak terima dikatakan jelek, teman laki-lakinya itu langsung membalasnya, "Elo tuh, mukanya kayak monyet".
Perang kata-kata diantara mereka semakin memanas dan terus berlanjut, meskipun anak perempuan itu menangis. Saling ejek diantara mereka baru berhenti saat saya datang menghampiri mereka untuk melerai serta menegur keduanya.
Waktu itu, saya memang tidak membela salah satu dari antara mereka karena saya menganggap, perkataan mereka sudah diluar batas. Belajar dari kasus-kasus yang pernah ada, kalau seseorang sejak masih kanak-kanak sudah terbiasa untuk menghina orang lain dengan kata-kata kasar atau terbiasa mendapat hinaan, akan mengganggu kualitas kepribadiannya di masa yang akan datang.
Mungkin maksudnya becanda. Akan tetapi konsep pemikirannya akan terasa berbeda apabila pengucapan kata-kata hinaan itu dilakukan secara berulang-ulang (bahasa kerennya, brain wash), sehingga hati dan pikiran orang yang menjadi 'korban' hinaan, menangkap atau menerimanya secara berbeda pula.
Hampir semua kasus 'bully' bermula dari adanya kata-kata hinaan. Padahal, semakin sering seseorang mendapat olok-olok atau hinaan (tanpa punya kesempatan untuk memberikan sanggahan) atas kondisi fisik atau rupa wajahnya, dapat menyebabkan seseorang memiliki perasaan minder karena mentalnya sudah down.
Seseorang dengan kondisi fisik yang tidak proporsional, memang lebih sering mendapatkan pelecehan. Namun, tampang yang pas-pasan, yang terlihat culun, yang memiliki suatu bentuk tidak alamiah, atau yang agak-agak menyeramkan, sering kali pula menjadi 'korban' ejekan/olok-olok dari orang-orang disekitarnya. Perasaan minder juga menjadi bagian dari hidup orang-orang yang dibilang tidak ganteng atau tidak cantik itu.
Perasaan minder tercipta karena kata-kata hinaan menghadirkan perasaan tertekan, dimana peluang untuk bisa memberikan 'perlawanan' yang cukup berarti untuk menolak adanya anggapan atau penilaian negatif yang sengaja dilekatkan kepadanya, seakan sirna oleh karenanya.
Tindakan yang bisa dilakukan hanyalah bermimpi dan menyendiri dalam kamar. Bermimpi menjadi ruang kebebasan yang paling diminati oleh orang-orang yang mempunyai minder, karena dapat menyenangkan hati tanpa harus takut mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan lewat rupa-rupa anggapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
"Ingin rasanya wajah ini mengalami 'metamorfosis' menjadi ganteng seperti wajah para pangeran di negeri impian tanpa harus melakukan operasi".
Rasa minder memang bisa membuat seseorang menarik diri dari lingkungan pergaulan karena tidak ingin selalu merasakan adanya perasaan tertekan, ditolak atau mendapat cibiran dari orang lain.