Mohon tunggu...
bebet rusmasari
bebet rusmasari Mohon Tunggu... Guru - Menjadi bermanfaat

Tetaplah hidup dan menjadi berguna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Mendengarnya

15 Januari 2020   11:07 Diperbarui: 15 Januari 2020   11:17 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Enggan bertutur sapa. Kadang diam saat ditanya. Suaranya pun pelan saat keadaan memaksa. Namanya Harsal. Salah satu muridku di kelas 12.

Harsal suka duduk sendiri. Di bangku paling belakang. Dekat tembok.

Dia hampir tidak pernah absen. Selalu hadir. Walau tanpa kontribusi berarti. Datang. Duduk. Diam.

Tulisannya sukar dibaca. Saya sering tidak memberikan skor untuk tugas-tugasnya di kelas. Hanya kasih paraf dan tanggal. Karena saya tidak bisa membaca apa yang dia tulis.

Pernah sekali Harsal tidak hadir. Tidak ada yang tahu apakah dia sakit atau ijin. Saat ditanya, semua teman kelasnya menjawab tidak tahu. Dan saya hanya menuliskan tanda 'titik' di daftar hadir. Bukan 'alfa' atau 'ijin' ataupun 'sakit'.

Setiap tahun pelajaran baru, selalu ada paling tidak satu siswa seperti Harsal. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, saya tetap berada di situ. Berada di kelas dimana Harsal berada. Kelas dimana Harsal-Harsal lain juga berada. Mengajar. Menjalin hubungan guru-murid.

Di awal tahun mengajar saya, mungkin saat masih setahun dua tahun mengajar, saya masih pilih-pilih untuk suka atau tidak suka berada bersama murid seperti Harsal. Murid yang diam. Hampa. Hanya fisiknya saja yang berada di kelas. Jiwanya jauh melanglang buana.

Bahkan terkadang, saya akan mengabaikan kehadirannya. Sudah cukup bagi saya dia mengangkat tangan saat namanya disebut. Bukan hanya saya. Namun teman sejawat lain pun, akan melakukan hal yang sama terhadap Harsal.

Tahun-tahun berlalu. Bersama Harsal lain di kelas saya. Harsal yang diam. Yang duduk di belakang. Dekat tembok. Saya berdiri di dekatnya saat memanggil namanya. Dan dia pun menyahut, "Hadir, Bu," sambil berbisik.

Hari-hari berikutnya, saya dekati dia. Saya bicara. Dia bicara. Saya senyum. Dia juga senyum. Saya bertanya. Dia menjawab. Berbisik. Tak didengar teman-temannya. Tapi saya dengar. Dan dia cuma butuh itu. Saya dengar.

Ini tahun ketiga Harsal di kelas saya. Atau barangkali bisa dibilang saya di kelas Harsal. Saya masih tidak menghitung skor tugas-tugasnya. Saya cuma kasih paraf dan tanggal. Dia tidak pernah bolos. Tidak pula terlambat. Menjawab "Hadir" saat namanya saya panggil. Walau hanya berbisik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun