Mohon tunggu...
Sari Shantih
Sari Shantih Mohon Tunggu... Penulis - Bersuara melalui tulisan

Writer & Kompasianer

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Isu Pekerja di Perkebunan Kelapa Sawit

5 Mei 2019   04:35 Diperbarui: 5 Mei 2019   04:50 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada habisnya bicara kelapa sawit. Dari soal deforestasi, pengunaan air yang boros, ketidak ramahan terhadap lingkungan, kepemilikan lahan, penolakan Uni Eropa, dan saat ini muncul  "pekerja" di perkebunan sawit. 

Ada yang bilang dunia ini kelam dan tragis, manusia yang mendulang uang, manusia juga yang kebagian penderitaan. Sayangnya manusia kelompok yang menderita hanya mampu menerima nasib,  sebab kondisi ekonomi yang mencekik leher mereka terlalu kuat untuk dikalahkan.

Bukan hal baru di dunia industri yang menanggap manusia hanyalah korporasi, yang bukan korporasi bukan manusia. Mungkin kalimat tadi terlalu skeptis bahkan sadis, namun itulah kenyataan yang tragis. Orang-orang yang bekerja keras memungut buah tidak mendapatkan kelayakan sebagai manusia. Sedangkan orang-orang yang levelnya di atas mereka mendapatkan surga sebagai raja yang berkuasa dan berhak melakukan apa pun. 

Pekerja di bawah umur pernah ditemukan sedang bekerja di lahan perkebunan sawit oleh pihak NGO asing maupun lokal. Tidak jarang menemukan fakta pekerja perempuan yang hamil mengalami keguguran akibat pakaian terkena semburan semprotan herbisida tanaman sawit. Jika mereka mengambil cuti, maka mereka tidak mendapatkan upah. 

Pekerja pria pun tidak akan menerima upah standar yang dijanjikan jika tidak sesuai target, bahkan mereka bisa menerima hanya separuhnya. Dan banyak dari mereka tidak mendapatkan upah overtime dan tunjangan yang kecil. Sedangkan pekerja lepas selain tidak mendapatkan kepastian kerja, mereka menerima upah lebih rendah daripada pekerja regular.  Dan sepertinya pekerja tetap maupun harian belum mendapatkan asuransi kesehatan. 

Penolakan Uni Eropa pun menjalar pada perkara pekerja di lahan kelapa sawit. Sementara itu pihak-pihak yang melawan diskriminatif Uni Eropa menganggap semua isu yang dilontarkan merupakan persaingan dagang! Benar atau tidak soal persaingan dagang, anak-anak di bawah umur dan perempuan memang ditemukan di perkebunan sawit. 

Target pengumpulan buah sawit kepada setiap buruh memaksa mereka meminta bantuan keluarga agar mencapai target per harinya. Semua itu hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Menariknya  ditemukan keluarga yang membantu suami bekerja di perkebunan sawit merupakan turun menurun sampai generasi keempat.

Jika melihat dari sisi perusahaan, semestinya mempunyai SOP yang melarang anak-anak dan istri bekerja di lahan perkebunan sawit. Tapi perusahaan tidak peduli, ada atau tidak ada keluarga buruh, yang terutama adalah target jumlah  sawit terpenuhi. Setiap harinya pun kebutuhan Nasional dan Global terhadap sawit semakin meningkat. 

Sejak pekerja kelapa sawit hidup terisolasi dari dunia luar, negara masih memiliki peran penting dalam pengawasan dan melindungi pekerja sebagai warga negara. Apalagi sebesar 16,2 juta pekerja sawit mengantungkan hidupnya pada komoditas ini. Namun Indonesia belum mempunyai hukum dan regulasi yang mengatur secara spesifik tentang pekerja di perkebunan, termasuk perkebunan sawit. 

Kasus-kasus itulah yang melatarbelakangi "International Labour on Palm Oil Conference" 26 April 2019, Menara 165, Jakarta Selatan, yang diselenggarakan Media Perkebunan dari Kementerian Pertanian. KBS (Koalisi Buruh Sawit Indonesia) yang hadir dalam acara ini, mengungkapkan kasus-kasus yang telah disebut di atas. 

Pemaparan tersebut otomatis direspon berbagai pelaku sawit, ada yang membandingkan dengan perusahaan tempat di mana ia bekerja, ada yang bilang anak-anak di perkebunan sawit untuk bermain-main, ada yang mengatakan jika perusahaan sudah mempunyai ISPO tidak mungkin melakukan itu. Pada kenyataannya sejak tahun 2010 sampai 2018, pemerintah mencabut sertifikasi yang dimiliki 7 perusahaan sawit karena tidak bisa menjaga suitainability. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun