"Minum araknya, malam ini kita ke tempat biasa saja ya, di jembatan itu", jelas kang igor sambil tangannya menunjuk ke arah yang dimaksud.
Hampir tiap malam minggu, selesai kerja si Igor selalu mampir di warung Mak Yah, tempat nongkrong favorit sehabis gajian. Bukan saja harga makanan yang terjangkau buat seorang pekerja buruh pabrik seperti dia, Mak Yah sendiri punya paras cantik putih meski umur sudah lewat empat dekade.
Dengan lantang dan gaya khasnya, semua kawan di tempat ia bekerja tak luput dari ajakan mautnya yang sok superlente ketika kantong tebal terisi gaji selama seminggu terbayarkan.
"Mon, pin,....eeehhh...jang...ikut yuk, kita mampir dulu ke warung biasa, Mak Yah.... Yuuukkkk, aku yang bayar dehhh...", ajakan maut si Igor kepada keempat kawannya si Momon, Lipin dan Kajang.
Karena, mereka tau gimana karakter Igor yang apabila diikuti, bakal lupa dan endingnya mereka suruh bayar sendiri-sendiri, mereka pun serempak kasih jawab...
"Yaaaaaaa...", jawab mereka sambil keluarin sepeda onthel dari parkiran samping pabrik mereka bereempat mengais rejeki.
Demi arti sebuah persahabatan, kadang mereka berempat rela menyisihkan waktu buat ketemu. Padahal mereka sudah pada punya keluarga di rumah, kecuali si Igor yang masih perjaka.
Tempat tinggalnya pun berdekatan. Igor satu kampung dengan Lipin dan Kajang. Sedangkan si Momon beda jarak 2 km ke arah selatan berdekatan dengan warung Mak Yah, ikuti istri serumah dengan mertuanya.
(bersambung)