Mohon tunggu...
Saris D Pamungki
Saris D Pamungki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis Dan Merekam Lewat Visual

Beda Tapi Tak Sama dan sendiri nyali teruji, dua kata buat penyulut semangat diri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Destinasi Kesejahteraan Itu Ada di Negeri Harapan

2 Maret 2019   15:27 Diperbarui: 2 Maret 2019   16:06 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemiskinan adalah masalah klasik bangsa ini. Ibaratnya, saat kita berlaga di medan pertempuran. Walau berganti wajah pemimpin berkali-kali dilakukan, tetaplah menjadi wilayah yang menakutkan dan sulit untuk ditaklukkan. Ironisnya, malah dijadikan makanan empuk oleh sebagian elit di negeri ini. Jika selamanya cara berpikir dan bertindaknya seperti itu dan berulang-ulang dilakukan, maka hingga lebaran monyet pun, tak dapat dipungkiri, kemiskinan akan tetap ada. Namun hal itu justru menjadi energi baru bagi Pemerintah hari ini.

Flashback setahun lalu, laman Kompas.com menampilkan Grafik angka kemiskinan era Soeharto hingga Jokowi yang menjadi sorotan publik dan lihat grafik (di bawah). Era Jokowi adalah yang paling rendah angka kemiskinannya. Hal ini membuktikan keseriusan penanganan masalah kemiskinan di bawah tampuk kepemimpinannya, Salah satunya melalui Program keluarga Harapan (PKH).

Sumber: Kompas.com
Sumber: Kompas.com

Sebenarnya PKH sudah dulu diluncurkan mulai jaman SBY, dan Jokowi hari ini tinggal melanjutkan saja dengan meramu dan mencari terobosan baru lewat Kementrian Sosial sebagai jawatan yang dinaungi oleh PKH. Dan tidak bisa berdiri sendiri mengentaskan kemiskinan ini, PKH melalui Kementrian Sosial harus didukung juga oleh Badan atau Kementrian yang lain (lintas kementrian), agar proteksi sosial benar-benar dirasakan oleh rakyat miskin.

PKH memberikan sumbangsih besar dalam perubahan penurunan angka kemiskinan. Patut dipertanyakan jika program yang cukup lama bergelut dengan masalah sosial di masyarakat ini belum mampu merubah angka. Keutamaan PKH ada pada merubah mindset penerima manfaat, kemudian mengembangkannya pada tahapan meraih keluarga yang sejahtera. Karena Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH hanya diberi bantuan sosial berupa uang, butuh pola pendampingan sosial agar uang bantuan tersebut benar-benar dimanfaatkan dengan baik.

Nyawa Program ini sebenarnya terletak pada Sesi Pertemuan Kelompok yang diadakan setiap bulan oleh tenaga sosial pendamping. Dalam perkumpulan sederhana itulah muncul aduan-aduan, kendala, testimoni keberhasilan keluarga, pemecahan masalah bersama dan solidnya rasa kebersamaan diantara sesama penerima program. 

Cukup leluasa pendamping sosial menularkan ilmu yang dimilikianya demi perbaikan masa depan KPM PKH dalam pertemuan kelompok tersebut. Apalagi, Kementrian Sosial sendiri telah menyiapkan dengan pasti tenaga pendamping yang Santun, Integritas, Profesional (SIP). Sudah barang tentu mengandung arti, kesiap siagaan tenaga sosial di lapangan sangat diharapkan memiliki keterbukaan pikiran dan tenaga (24 jam), menjadi pendamping, memotivasi, mengadvokasi dan mencari jalan tengah penyelesaian masalah yang dihadapi.

Graduasi, istilah keren yang dinyanyikan para tenaga sosial PKH hari ini, karena dengan menyertakan label "sudah bisa mandiri", berarti KPM tidak layak lagi menjadi peserta PKH. Acuan penilaian Kemandirian KPM ditentukan masing-masing wilayah dampingan PKH. Penyadaran diri KPM untuk keluar dari PKH atas kondisi Mampu itupun butuh koordinasi lintas sektor. Maka tak heran jika di beberapa daerah masih terkendala keberhasilan program hanya gara-gara banyak rakyat yang memperoleh PKH tidak sadar diri melihat kemampuan ekonomi yang dimilikinya.

Sementara itu, data yang dipakai untuk PKH adalah data kemiskinan dari BPS. Jika pemutakhiran data  tidak dilakukan dengan sesegera mungkin, pada saat muncul atau tidaknya masalah di lapangan, sangat sulit juga bagi PKH untuk meneguhkan diri sebagai Destinasi Kesejahteraan Ada Di Negeri Harapan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun