Mohon tunggu...
Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/KBM/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Simpan untuk Dirimu Saja!

5 Maret 2023   20:55 Diperbarui: 7 Maret 2023   11:46 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bel tanda berakhirnya kelas hari itu berbunyi. Farah --mahasiswi yang sedang praktik mengajar di sekolah itu-- segera mengemasi buku-buku teks setebal 659 halaman beserta buku daftar kehadiran dan buku jurnal harian  sebelum meninggalkan ruangan.

Dia mengetuk pintu sebelum mengucapkan salam dan melewati pintu itu. Beberapa pasang mata menatapnya. Dia memberi senyum dengan anggukan kecil ke arah mereka yang menatapnya. Dia beberapa kali menjatuhkan barang miliknya. 

Bolpoin, kotak pensil bahkan buku catatan miliknya. Keringat mulai membasahi kerudung cokelat --lebih muda dari kental manis cokelat yang biasa diminumnya di pagi hari-- yang dipakainya. 

Tangannya sedikit bergetar. Dia segera mengemasi barang miliknya sebelum melangkah tergesa-gesa hingga bunyi ujung sepatunya membuat beberapa pasang mata kembali mengikuti langkahnya.

Farah berhasil melewati gerbang dan jalan di antara padi yang mulai menguning itu. Di depannya, lalu-lalang kendaraan dan beberapa anak berseragam putih-biru sedang berbincang, beberapa di antaranya menyebut namanya dengan sapaan ibu di depan namanya. Dia hanya tersenyum.

Bunyi knalpot memekakkan telinga membuat mereka gaduh. Beberapa anak bersorak ke arahnya, Farah tak sempat mengarahkan pandangannya apalagi menyadari ketika seember potongan es yang sebagiannya telah kembali cair mendarat di atas kepalanya. 

Dia menatap wajah itu tersenyum puas, sebelum kembali menggeber motor dengan knalpot racing memekakkan telinga.

Farah memijat pelipisnya. Beberapa anak memberinya tisu dan menanyakan keadaannya. Satu di antaranya menghentikan motor matic berwarna merah di depannya.

"Bu, mari saya antar ke Puskesmas di depan sana. Saya khawatir Ibu kenapa-napa," katanya.

Farah mengangguk dan melangkahkan kakinya ke jok belakang motor itu. Syukurlah masih ada anak baik, batinnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun