Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Merasa Gagal? Ini yang Harus Anda Lakukan!

19 November 2019   06:53 Diperbarui: 22 November 2019   11:50 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: sohu.com

Tulisan ini terinspirasi dari dua kejadian. Kejadian pertama, kemarin, orang yang baru saya kenal, sebut saja Ibu Ani, bercerita tentang kehidupannya. Entah ada motif apa sehingga Ibu Ani menceritakan kehidupannya pada saya. Saya hanya berpositive thinking saja, mungkin ibu Ani membutuhkan teman ngobrol. Berikut cerita Ibu Ani.

Saya sudah 8 kali gagal ikut CPNS mbak. Sekarang adalah kesempatan terakhir bagi saya. Rasanya saya sudah bosan ikut CPNS itu. Tapi, ya mumpung masih ada kesempatan, saya ikuti saja.

Kejadian kedua terinspirasi dari cerita teman saya, sebut saja namanya Ina. Ina kuliah jurusan Kesehatan Masyarakat (Kesmas). Tetapi setelah kuliah, dia memilih bekerja di sebuah perusahaan sebagai penulis content media sosial dan design. Ina bercerita kepadaku, katanya dia merasa gagal setelah dua tahun bekerja di perusahaan tersebut, dia merasa keahliannya baru setengah-setengah. Dia menyesal, kenapa dulu dia tidak mengambil jurusan Dekave waktu kuliah. Tetapi, menurut saya pribadi, Ina tidak gagal, dia melangkah lebih maju ke depan, menemukan bakatnya yang lain, meskipun tidak sesuai bidang kuliahnya.

Dari dua kejadian tersebut, kisah Ibu Ani dan teman saya Ina, kerap terjadi di sekeliling kita, merasa gagal, sampai mereka lupa bahwa mereka pernah berjuang, meski gagal.

Tentang kegagalan dan keberhasilan, apakah keberhasilan hanya di ukur melalui dunia karir? Ketika kita lolos CPNS di usia 25 tahun, misalnya, lalu kita menganggap kita berhasil? Mungkin sebagian orang memandang seperti itu, sehingga mereka lupa bahwa dulu kita pernah berhasil juga meski bukan dalam bidang karir.

Contoh sederhananya adalah, di usia satu tahunan kita berhasil berjalan dengan lancar, bahkan berlari, bahkan meski kita jatuh, kita masih bisa berdiri. Dan lihat, siapa orang yang sangat bangga saat kita mampu berdiri lagi ketika kita jatuh itu? Orang tua. Mereka tertawa, bahkan memuji kita,

Anak ibu hebat.

Lalu, andaikata kita dulu pernah menjadi juara kelas, bahkan contoh kecil saja, kita mendapat nilai 100 dalam ujian matematika, bukankah kita juga sudah berhasil menyelesaikan ujian. Guru-guru memuji kita, orang tua membangga-banggakan kita, bahkan tetangga kita pun ikut mengapresiasi kita.

Kemudian ketika kita kuliah, kita berhasil menyelesaikan sidang Skripsi, tampak wajah kedua orang tua kita berbinar-binar mendapatkan undangan wisuda anaknya. Mereka bahkan mulai menuai harapan bahwa kita akan segera mendapatkan pekerjaan. Serasa lepas beban di pundak kedua orang tua kita.

Mungkin di antara kita, sudah pernah mendapatkan pekerjaan pertama. Tentu hari itu kita merasa bahagia, dan bangga. Kita berhasil melewati tes-tes yang diadakan perusahaan tempat kita diterima kerja. 

Hidup kita tidak akan pernah berhenti meskipun kesuksesan-kesuksesan itu pernah kita alami. Hidup kita tetap terus bergerak ke depan. Meninggalkan hal-hal yang telah lalu. Hingga saat ini, hingga saat dimana kita merasa gagal. Mungkin sekarang kita merasa khawatir dengan masa depan. Gaji yang tidak naik-naik.

Tabungan yang tidak bertambah, malah berkurang. Keinginan segera menikah yang belum tercapai. Keinginan membahagiakan kedua orang tua yang belum merasa dilakukan. Keinginan memiliki rumah yang terasa seperti kemustahilan. Hidup kita hanya dipenuhi beban-benan kekhawatiran, hingga kita setress. Bahkan ingin rasanya kita mati saja. Lelah menjalani hidup.

Saat kegagalan itu merasa menghantui kita, bahkan membuat kita berada di titik terendah kehidupan. Yang harus kita ingat adalah, kita masih memiliki Tuhan, pengatur kehidupan. Kalau Tuhan mengijinkan kita sukses dengan memiliki gaji bermiliar-miliar, menikah di usia 25an, memiliki rumah di usia 30an, bisa membuat kedua orang tua bangga setiap hari, tentu itu mudah bagi Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun