Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mari Mengedepankan Etika sebagai Penumpang

15 November 2019   21:01 Diperbarui: 16 November 2019   11:51 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini bus trans telah menjadi alat transportasi yang digemari masyarakat, disamping karena tarifnya yang jauh-dekat sama saja, juga karena dianggap lebih aman. 

Sebagai masyarakat pengguna bus, saya telah mencoba bus transjakarta, bus transjogja, dan bus batik solo trans (BST). Untuk pengalaman naik bus transjogja, tidak ingin terlalu saya sorot menjadi bahan pembicaraan. 

Saya lebih tertarik untuk membahas pengalaman saya naik bus transjakarta dan bus batik solo trans. Namun pada intinya, sebenarnya etika penumpang bus trans baik Jakarta, Yogyakarta, maupun Surakarta (Solo) tidak ada yang berbeda.

Di dinding kaca bus trans terdapat empat buah gambar yang menunjukkan kursi untuk di prioritaskan kepada pertama lanjut usia (lansia), kedua wanita hamil, ketiga kendala fisik, dan keempat membawa balita.

secemerlangpagi.wordpress.com
secemerlangpagi.wordpress.com
Selain gambar kursi prioritas, juga terdapat gambar mengenai peraturan yang tidak boleh dilakukan di dalam bus trans diantaranya yaitu merokok, membuang sampah sembarangan, dan mengganggu orang lain, seperti gambar di bawah ini.

gstatic.com/
gstatic.com/
Selain yang ada di gambar, ada lagi yang tidak boleh dilakukan, yaitu makan dan minum di dalam bus. Kenapa kita tidak boleh makan dan minum di dalam bus? karena beresiko tumpah di dalam bus. 

Kakakku bercerita bahwa pernah ada seorang penumpang yang makan popcorn di dalam bus, kemudian di tegur oleh kondektur bus agar tidak makan dan minum di dalam bus. 

Sewaktu mau di masukkan ke dalam tas, popcorn yang dimakan malah tumpah. Tentu saja jika sudah tumpah begitu akan merepotkan penumpang lain, dan kondekturpun juga harus membersihkannya. Makanya ada saran, sebelum naik bus, lebih baik kita makan atau minum dulu, minimal di halte bus.

Tulisan ini sebenarnya terinspirasi dari kejadian tadi siang sewaktu saya pulang dari suatu tempat menggunakan BST. Saya naik BST dari halte BST Kotabarat menuju halte BST Pabelan. 

Situasi penumpang lumayan penuh, ada beberapa yang berdiri. Sayapun sebelum bayar juga ikut berdiri. Kemudian setelah bayar, diberi tahu mbak kondektur bahwa dibelakang ada kursi kosong. 

Saya pun berjalan menempati kursi kosong bagian belakang. Ada mahasiswi (karena turun di halte Universitas Muhammadiyah Surakarta maka anggap saja dia mahasiswi) yang tidak duduk sedari tadi padahal setelah sampai di halte Kerten banyak kursi yang kosong. Mbak kondekturpun tidak menegur dia. 

Biasanya kondektur akan menegur untuk dipersilahkan menempati kursi yang kosong apabila memang ada kursi yang kosong. Saya berfikir positive thinking saja, mungkin ada hal privasi kenapa mahasiswi itu tidak duduk, seperti misal dia mabuk jika duduk, atau dia punya masalah kesehatan jika duduk, atau hal-hal privasi lain.

Meski demikian, tentu tidak nyaman dilihat jika ada beberapa kursi yang kosong tetapi penumpang lebih memilih berdiri. Ketidaknyamanan itu terlihat dari tatapan beberapa penumpang kepada mahasiswi tersebut. 

Ketidaknyamanan lain juga terlihat ketika ada penumpang yang mau turun dan mahasiswi tersebut tidak bergeser dari tempatnya berdiri sehingga mengganggu penumpang yang mau turun tersebut. 

Saya pribadi sebenarnya lebih suka jika mahasiswi tersebut duduk agar tidak menjadi pusat perhatian penumpang lain, atau agar memberi kenyamanan pada penumpang lain.

Pengalaman saya selama naik bus transjakarta dan bus batik solo trans (BST), terdapat perbedaan penumpang dalam menyikapi kursi prioritas. Jika di Jakarta, pengutamaan memberi tempat kepada empat orang yang diprioritaskan (lansia, wanita hamil, kendala fisik, dan membawa balita) sudah menjadi budaya di Jakarta. 

Hal ini saya rasakan saat di Jakarta, dengan situasi penumpang bus selalu berdesak-desakkan, apabila mendapatkan tempat duduk, kita mengalah berdiri dan mengutamakan kepada yang lebih tua dari kita, baik beliau masih ibu-ibu atau bapak-bapak, terlebih lansia. Berbeda dengan di Surakarta (Solo), budaya ini belum diterapkan. 

Meskipun ada yang lebih tua dari kita, tetapi kadang kita cuek dan asyik main handphone. Pada dasarnya sikap mengutamakan yang lebih tua untuk mendapatkan tempat duduk ini seharusnya datang dari kesadaran kita sendiri tanpa harus disuruh. 

Tetapi jika hal itu belum menjadi kebiasaan dari diri kita sendiri, tentu sulit terbentuk juga pada masyarakat pengguna bus. Maka seharusnya kondektur perlu menegur penumpang untuk memberikan tempat duduk kepada yang memang lebih membutuhkan.

Budaya bersikap baik di dalam bus sebenarnya sudah terjadi di Korea sejak tahun 1988, ini saya ketahui ketika melihat drama korea Reply 1988. Anak-anak yang berangkat sekolah naik bus, jika bus penuh, dan dari mereka ada yang berdiri.

Maka, anak-anak yang duduk menawarkan jasanya untuk membawakan tas anak-anak yang berdiri. Saya pernah menceritakan budaya di Korea ini kepada ibu saya, respon ibu saya saat itu, "kalau di sini mana berani, nanti malah dompet kita hilang." 

Benar, di Indonesia jangankan barang dititipkan ke orang lain, dipegang sendiri saja dirampas. Itulah budaya negri kita yang belum bisa menerapkan nilai-nilai percaya sepenuhnya kepada orang lain karena faktor rendahnya akhlak masyarakat.

Pada dasarnya kewajiban memprioritaskan orang lain yang lebih membutuhkan tempat duduk di dalam bus trans ini sebenarnya sebuah budaya yang luar biasa sekali jika diterapkan sebagai mana mestinya, sehingga tanpa diminta, para penumpang sudah memiliki kesadaran masing-masing untuk memprioritaskan orang lain. 

Maka selaku penumpang bus trans, sebaiknya kita memulai dari diri kita sendiri untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh bus trans, sehingga seiring berjalannya waktu budaya memprioritaskan orang lain ini pun tidak hanya sekedar simbol gambar di bus atau wacana saja, tetapi benar-benar menjadi suatu budaya bagi masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun