Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perselingkuhan, Poligami, Perceraian: Siapa yang Salah?

5 November 2019   17:16 Diperbarui: 5 November 2019   17:47 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus lain, terjadi pada kawan saya yang diajak ta'aruf dengan seorang ikhwan, yang dikenalkan oleh ustadznya. Singkat cerita kegiatan ta'aruf tersebut tidak lanjut ke pernikahan karena pihak laki-laki menginginkan poligami, sedangkan teman saya tidak mau dipoligami. Belum merasakan pedas manisnya pernikahan, laki-laki tersebut sudah memiliki cita-cita poligami. 

Entah apa yang ada dibenaknya, sedang yang ada di benak teman saya adalah pertanyaan, apakah dia menganggap istri pertamanya tidak berharga, atau kurang cantik, sehingga pihak laki-laki itu ingin poligami? Belum melangkah ke jenjang serius, sudah ingin membuka masalah baru.

Bahkan banyak juga poligami yang diawali dari perselingkuhan. Dilansir dari mojok.co , berdasarkan pengakuan lima orang pria, mereka melakukan perselingkuhan karena, 1) tergoda dengan perempuan lain, 2) tidak nyaman dengan istri setelah tahu sifat-sifat aslinya, 3) tekanan dalam rumah tangga karena belum punya anak, 4) jatuh cinta lagi dengan perempuan lain, 5) merasa rumah tangga seperti neraka.

Intinya adalah laki-laki berselingkuh karena ia merasa ada yang kurang dari istri, entah istri yang sudah membosankan, istri yang tidak menyenangkan, tidak punya anak, istri kurang cantik, dan lain-lain. Dari sini sepertinya istri menjadi pihak yang salah dimata suami yang berselingkuh, karena istri tidak bisa menjadi seperti apa yang diinginkan suami. 

Lalu pertanyaannya adalah apakah selama ini suami sudah menjadi pihak yang paling sempurna di mata istri hingga ia rela menilai kekurangan-kekurangan istri? Bukankah pernikahan harus saling melengkapi, jika memang istri ada kekurangan, tugas suamilah yang menyempurnakan, demikian sebaliknya.

Saya teringat sebuah kisah yang saya baca melalui laman facebook beberapa tahun yang lalu, tentang pasangan suami-istri yang sudah lama menikah. Istri itu mengajak suaminya saling mengevaluasi. Keduanya saling menulis kekurangan-kekurangan yang lain. Kemudian mereka saling bertukar kertas itu. 


Suami membaca kekurangan yang ditulis istri dilembar kertasnya. Banyak, hingga mungkin tidak cukup. Sedangkan istri menerima kertas kosong. Istri bingung, kenapa kosong? Suami mengatakan, "bagiku kamu terlalu sempurna untukku, hingga aku tidak tahu apa kekuaranganmu, karena andai benar ada kekurangan, aku telah berusaha menyempurnakanmu." Istri pun menangis, batapa mudahnya ia menilai kekuarangan suaminya hingga lupa bahwa tugasnya meyempurnakan suaminya. Entah sudah berapa aib yang ia umbar di media sosial tentang suaminya, atau ia ceritakan kepada orang tuanya, teman-temannya, sedangkan di pikiran suami, tidak ada waktu sedetik pun untuk memikirkan kelemahan-kelemahan istrinya.

Ide untuk saling mengevaluasi diri ini pun sebenarnya tidak salah. Dalam berumah tangga komunikasi itu sangat penting. Keterbukaan dengan pasangan, dan saling menguatkan, merupakan kekuatan dalam rumah tangga. 

Setiap rumah tangga pasti ada problem, entah problem dari hal receh seperti marah-marahan gara-gara lupa naruh sesuatu, atau problem masalah anak, atau problem dengan mertua, atau bahkan problem terkait hal yang pribadi sekali seperti bosan. Maka dalam berumah tangga kata maaf, senyuman, ucapan terima kasih, penghargaan, pujian, dan saling memberi motivasi harus selalu dikerjakan. Ini adalah tugas berumah tangga.

Kisah tentang perselingkuhan ini menjadi virus di desa saya. Bayangkan, orang-orang desa yang makan saja terkadang susah, tapi masih sempat-sempatnya punya selingkuhan, bagi saya ini lucu sekali. Contoh kasus adalah tetangga saya sebut saja Rangga (bukan nama sebenarnya). Rangga ini pengangguran. 

Istrinya yang bernama Cinta (bukan nama sebenarnya) bekerja di pabrik. Mereka sudah punya anak satu perempuan. Rangga yang kerjaannya hanya memancing, berselingkuh dengan Laura (bukan nama sebenarnya) yang juga bekerja pabrik, punya suami, punya anak satu. Setiap pulang bekerja, Rangga ini tidak menjemput Cinta, tetapi dia malah menjemput selingkuhannya, Laura. Biaya hidupnya seperti merokok, makan, kadang ditanggung sama Laura. Entah siapa yang bodoh? Aneh sekali, dan lucu sekali perselingkuhan sosial ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun