Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Click] Antara Kali deres Batu ceper

15 Oktober 2016   17:38 Diperbarui: 15 Oktober 2016   17:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
caption caption="dokumen pribadi

"Ayo!" seru Fandy sambil menarik tanganku, aku tertawa menggapai tangannya yang terulur. Fandy adalah lelaki yang selalu kutemui di stasiun Kalideres sepulangku dari kantor. Sudah dua bulan ini kami berkenalan dan selalu berbincang sepanjang Kalideres-Batuceper. Dia turun di Batuceper sedang aku meneruskan perjalanan ke Tanah Tinggi.

 Perkenalan yang tidak sengaja sebetulnya, karena dia menyelamatkan dompetku dari pencopet waktu itu. Semakin hari kami semakin akrab dan sering berkomunikasi lewat sosmed dam WA sampai jauh malam. Dan aku merasa, aku mulai jatuh cinta padanya. Sekalipun sosoknya jauh dari lelaki ideal yang kupikan selama ini.

 Rambut gondrong yang menutupi sebagian wajahnya, jaket kulit yang kurasa dia punya selusin di lemarinya karena memang selali dipakai setiap hari. Namun wangi tubuhnya tidak pernah bisa kulupakan. Sepanjang jalan, dia bercerita tentang profesinya yamg sebagai pengamen jalanan. Suka duka dan kelucuan yang selalu dia alami, dia juga sering menyanyikan lagu Iwan Fals untukku.

 Tapi sudah seminggu ini aku tidak bertu dengannya. Terakhir kali saat dia menarik tanganku, aku melihat luka kecil di keningnya. Saat kutanya Fandy mengatakan dia teratuk pintu saat berebut masuk commuter line. Namun sekarang aku merasa khawatir dengan keadaannya. Dam aku harus mencari tahu

 Aku turun di Batuceper dan mulai menanyakan alamatnya. Dia pernah bercerita bahwa dia kost bersama teman-temannya di belakang stasiun. Setelah berjam-jam mencari, aku memasuki warung nasi karena perutku merasa lapar. Setelah makan, iseng kutanyakan pada pemilik warung alamat yang diberikan Fandy padaku. 

 "Fandy? Yang pengen itu? Nggak salah neng?" tanya ibu penjaga warung. Aku mengerutkan dahiku, kubuka ponsel dan kutunjukkan foto kami berdua. Ibu penjaga warung mengembalikan ponselku dan berkata, " Ya Neng? Ibu kenal. Itu nak Fandy yang tinggal di rumah ibu tapi dia sudah meninggal dua bulan yang lalu karena jatuh dari commuter di Kalideres waktu dia mau pulang?"

 "Apa?! Meninggal? Nggak mungkin Bu! Sudah dua bulan ini kami selalu sama-sama dari Kalideres sampai sini?" kataku tak bisa menyembunyikan kekagetanku.

 Aku menoleh kanan kiri dan mendapati ibu-ibu yang selalu ada bersamaku dalam satu gerbong. Aku mendekatinya dan bertanya, "Bu, ibu ingat saya kan? Saya yang selalu satu gerbong dengan Ibu dari Kalideres! Ibu lihat kan lelaki yang selalu bersama saya? Setiap hari Ibu lihat kan?" Aku mengguncang tangan ibu itu dengan panik.

 "Aku ingat Nak! Begitu naik kamu langsung tertidur dengan pulas. Dan baru bangun di stasiun ini. Pekerjaanmu sangat melelahkan rupanya. Kami tidak tega membangunkanmu!" kata ibu itu.

 "Apa? Tidur? Nggak mungkin Bu! Aku dan Fandy sering bernyanyi kok! Masa Ibu nggak dengar?" sergahku.

 "Memang kadang kami mendengar kamu menyanyikan lagu Iwan Fals dalam tidurmu Nak. Tapi beneran kami nggak bohong, lahian yang diceritakan mbak Sri penjaga warung itu benar. Fandy memang sudah meninggal dua bulan lalu. Kami yang memakamkannya!" kata ibu itu lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun