Mohon tunggu...
Fransiskus Sardi
Fransiskus Sardi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Lulus dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Program Filsafat

Follow ig @sardhyf dan ig @areopagus.2023 “Terhadap apa pun yang tertuliskan, aku hanya menyukai apa-apa yang ditulis dengan darah. Menulislah dengan darah, dan dengan begitu kau akan belajar bahwa darah adalah roh” FN

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku Filsafat Anti Korupsi

27 Juli 2023   17:27 Diperbarui: 27 Juli 2023   17:31 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: Filsfat Anti-Korupsi (selanjutnya FAK)

Penulis: Reza  Wattimena

Penerbit: Kanisius 2012

Tebal: 208 hlm

Buku FAK memberi paradigma baru untuk memahami alasan terjadinya tindakan korupsi. Walau saya yakini, sesudah membaca buku ini, gelombang korupsi tidak berkurang, paling tidak buku FAK bisa menjadi sumbangan untuk memahami fenomena korupsi dari perspektif filsafat.

Reza Wattimena menyadari bahwa pelaku korupsi, yakni manusia (bukan binatang) adalah pribadi dengan segala kerumitan dan dinamika jiwanya yang unik. Karenanya, FAK tidak meneropong fenomena korupsi dari pendekatan hukum, ekonomi, sosial dan politik, melainkan dari sisi terdalam manusia.

Dalam filsafat klasik, korupsi dianggap sebagai segala hal yang bertentangan dengan kemurnian. Aristoteles mengidentikan korupsi dengan kematian dan dekandensi moral. Pemahaman demikian memberikan gambaran bahwa manusia perlu 'ditelanjangi' dan dikuak sisi-sisi dalam dirinya.

Untuk meneropong situasi demikian, FAK dimulai dengan hasrat berkuasa Friedrich Nietzche (1844-1900). Berhubung manusia suka menyaksikan hal-hal yang ngeri dan sadis, maka pemikiran Marquis de Sade menjadi tema berikutnya. Korupsi dipandang sebagai bagian dari usaha untuk memburu kenikmatan dengan menyiksa dan menyaksikan penderitaan orang lain. Maka para koruptor, dalam pemikiran Marquis adalah orang-orang yang menikmati adanya penderitaan orang lain. Sadis. Kenikmatan sering diidentikan dengan penyimpangan dan kejahatan.

Sisi hewani manusia, dengan mengacu pada pemikiran Canetti menjadi tema yang menarik. Koruptor itu seperti perlakuan binatang. Ia bisa berubah dalam sekejap mata. Insting kebinatangan, naluri hewani menjadi alasan mengapa korupsi terjadi. Menarik untuk dikaji lebih dalam, sehingga kejahatan itu dianggap sebagai suatu yang banal, (Hannah Arendt). Orang korupsi, karena korupsi dianggap wajar, (mungkin implikasi dari biaya yang dikucurkan).

Pada bagian akhir, dengan pemikiran Slavoj Zizek yang berasumsi bahwa dalam diri manusia ada, suatu kekosongan. Untuk mengisi rasa kosong itu, manusia bisa berbuat apa saja, termasuk hal jahat.

dok. F Sardi
dok. F Sardi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun